Switch

1.9K 146 4
                                    

Morea mengeluarkan alat pemanggang ke beranda belakang rumahnya, sementara Ryong duduk manis di atas meja berukuran besar, lelaki itu berusaha sekuat tenaga (dia berusaha mengeluarkan seminimal mungkin kekuatan) untuk memotong paprika, bawang dan wortel. Sesekali matanya melirik penuh minat pada wadah irisan daging yang masih tersegel. Disampingnya, seekor kucing siam menatapnya penuh curiga.

"Siapa yang bertanggung jawab atas hilangnya irisan daging ini?" kata Morea yang muncul tiba-tiba.

Ryong terkejut, Morea dengan cepat menyadari berkurangnya jumlah daging sapi itu.

"Dia!" Ryong tanpa ragu menuding wajah kucing siam Hong Joon sebagai pelakunya. "Lihat dia Rea, kucing ini memasang wajah tidak bersalah."

"Kau menuduh Blue?!"

"Siapa Blue?"

Meong .... Kucing Siam bermata biru itu mendesis seperti ular kemudian dia melompat ke arah Ryong. Untung saja dia mengelak tepat waktu, kalau tidak, wajah tampannya akan tergores.

Lemparkan kucing itu ke dalam bara api, Ryong. Drake tiba-tiba saja muncul untuk memberikan saran keji. Aku juga mempertimbangkan hal itu, balas Ryong dalam mindlink sembari menyeringai. Masukkan daging kucing ke daftar dietku, lanjut Drake.

Hidup Blue diselamatkan oleh bel yang berbunyi nyaring. Morea bergegas menuju pintu. Tidak lama kemudian, dia kembali ke beranda dengan seorang pria bertampang garang. Hong Joon.

"Mengapa kau mengadakan pesta untuk menyambut orang ini?" Wajah garang Hong Joon masih belum berubah. Kedua alisnya berkerut, hampir tertaut. Bibirnya terkatup tapat. Tatapan matanya tajam ke arah Ryong. Wajahnya memerah. Joon menunjukkan sikap permusuhan yang nyata.

"Seharusnya kau tidak usah hadir," kata Ryong tenang.

"Tidak akan kubiarkan kau menipu sahabatku." Joon bersikap posesif, dia mendekap pundak Morea.

"Rea, temanmu terlihat seperti orang yang susah buang air besar."

"KAU!" Joon berteriak, tangannya mengepalkan tinju. Dia berusaha menyerang Lee Ryong. Morea datang menengahi tepat waktu.

"Auch!" Jerit Ryong tiba-tiba. Ternyata Morea memukul kepalanya pemuda itu dengan spatula.

"Jangan menyebut kegiatan di dalam toilet ke tempat makan." Morea terlihat mual.

Hong Joon mengambil tempat sejauh mungkin dari Ryong. Joon mengajukan diri untuk memanggang agar bisa mengawasi Ryong. Kalau terjadi hal yang membahayakan Morea, dia bisa menggunakan alat pemanggang yang menyala itu sebagai senjata.

Pandangan Joon terus mengawasi gerak-gerik pria berambut putih itu. Raut mukanya terlihat tidak senang. "Rea, kau membawa dia ke salon? Dia memotong rambutnya?" Joon menunjuk kepala Ryong dengan pengaduk arang. "Jangan terlalu baik pada orang asing," lanjutnya.

Alih-alih meriah, pesta rumah baru berlangsung dalam senyap. Tiga orang diam duduk berhadap-hadapan, dua orang pria saling bertatapan sengit, seorang gadis tidak henti-hentinya menghela napas kesal. Seekor kucing pencuri dengan lihai membawa pergi makanan mereka. Puncak batas kesabaran Morea terjadi saat kedua pemuda itu melanjutkan perang dingin mereka dengan memperebutkan potongan daging terakhir, meninggalkan sayuran teronggok tak tersentuh.

Han Morea menghirup napas dalam. Sebelum dua orang yang bertikai itu sadar, mereka sudah terkapar di lantai. Pertama-tama, Morea melakukan tendangan lurus ke arah bahu Ryong, dilanjutkan dengan tendangan putar ke kepala Joon yang sangat tidak beruntung. Nampan daging juga menimpa kepalanya.

Tetapi, rasa sakit di kepala Hong Joon tidak ada apa-apanya dibandingkan rasa ngeri terhadap peristiwa yang baru saja dilihatnya dengan mata kepala sendiri.

The Human MateWhere stories live. Discover now