[White] Dragons

6.7K 401 18
                                    

Gyeongseong, 1929

"Hampir sampai..."

"Bertahanlah..."

Suara itu terus terulang di dalam kepalanya. Lee Ryong berjalan sempoyonyan. Pandangan matanya kabur, kesadarannya hampir hilang. Tangan kanannya memegangi kemeja putih yang sudah berubah warna. Darah merah masih mengucur deras dari jantungnya yang tertembus peluru.

Hanya ada satu yang ada di dalam pikirannya 'mengapa dirinya belum juga mati'. Air mata mengalir begitu saja dari matanya. Ingatan tentang kematian orang-orang terdekatnya mengalahkan rasa sakit dari dadanya yang berlubang. Paman, bibi, dua orang sepupunya mati begitu saja tanpa perigatan. Kebersamaan makan siang berubah menjadi mimpi buruk detik berikutnya. Sepasukan prajurit bersenjata mendobrak pintu depan pondok mereka kemudian menghujani mereka dengan tembakan. Tidak ada waktu untuk meratap, tidak ada ucapan perpisahan.

"Angkat kakimu selangkah lagi... lagi..."

"Diamlah!" kata Ryong entah kepada siapa. Sudah sore, pikirnya. Pemuda itu sudah tidak menghitung jarak dan tidak mempedulikan arah kemana kaki membawanya. Sekarang pepohonan semakin rapat. Sinar matahari yang kemerahan hanya nampak mengintip dari sela-sela dedauan maple.

Lelaki muda itu terpental. Kakinya terantuk bebatuan yang mencuat diantara akar yang meliuk. Tak dirasakannya lagi rasa sakit saat kepalanya menghantam tanah. Sudah berakhir, pikirnya lagi. Dia merasa lelah, rasa kantuk yang amat sangat membuatnya berpikir dia bisa tertidur selamanya.

"Satu, dua, tiga..."

Lee Ryong tiba-tiba membuka kelopak matanya. Dua buah cahaya keemasan berpendar laksana neon dalam kegelapan hutan.

"Sial! Wajah tampanku lecet."

***

Tahun ini, tepat tujuh puluh tiga tahun sejak Lee Ryong menginjakkan kakinya ke perbatasan kota. Sejak menyerahnya Jepang kepada tentara Sekutu di akhir perang dunia ke dua, Ryong memutuskan tetap berada di pack nya di pedalaman hutan Siberia, menjauh dari peradaban manusia modern. Patah hati dan sebatang kara membawanya menemukan jati diri dan kebenaran tentang jati diri dan orang tuanya.

White Moon adalah sebuah komunitas kecil werewolf dengan ratusan anggota. Hanya mereka yang tersisa di dunia. Bisa dibilang para manusia serigala ini sama langkanya dengan harimau siberia.

Pack yang terselubung salju itu tersamar dengan baik sebagai sebuah desa yang menggantungkan hidup mereka dengan berburu hewan untuk bertahan hidup. Kalau kau seorang turis, pencari berita, petualang, atau mungkin seseorang yang tersesat, kau hanya akan melihat sebuah desa dengan rumah kayu berderet rapi tanpa adanya aliran listrik. Saat cuaca memburuk, di siang hari akan sama gelapnya dengan tengah malam. Anehnya tidak ada perapian atau jenis penghangat apapun di dalam rumah mereka. Tidak ada sekolah, kantor atau bagunan lain pada umumnya. Pasar yang hanya satu-satunya cuma menjual ikan dan daging beku sekeras batu granit.

Jumlah siberian husky lebih banyak dari penduduknya. Perlombaan kereta yang ditarik oleh anjing, populer di kalangan pria muda di White Moon. Kegiatan yang bisa dilakukan sepanjang tahun. Seperti sekarang di akhir musim dingin, Lee Ryong mengakat tinjunya tinggi-tinggi ke udara saat kereta luncurnya berhasil mendahului dua rivalnya sekaligus.

"Drake tidak akan senang kemenangan seperti itu, Alpha," kata seorang lelaki berperawakan tinggi besar namun dengan raut wajah lembut. Ariel---sang Beta, baru yang saja tiba di garis finish.

"Dia tidak bahagia dengan apapun. Membuatku khawatir bulunya akan rontok sebelum waktunya. Kau tau, manusia atau bukan, stres bisa mengakibatkan kebotakan."

The Human MateWhere stories live. Discover now