Hello London

1.1K 192 65
                                    

Aku kembali~

Sudah siap dengan kisah perjalanan (y/n) di London? :v wkwkwk


Happy reading!^^



~°~°~



Langit senja menemani langkahku ketika aku memijakkan kaki membelah jalanan pusat Kota London. Aku menarik koperku, sengaja tidak menaiki kendaraan untuk menikmati suasana London yang sudah sangat lama kutinggalkan.

Kedua sudut bibirku tertarik dengan sendirinya. Aku menarik napas dalam, menikmati udara yang sejuk. Semilir angin meniup-niup rambutku yang tergerai bebas. Aku melirik ke kanan dan ke kiri, menatap beberapa orang yang sama-sama menyusuri jalanan kota.

Ahh, aku rindu suasana di kota ini.


Aku langsung menghentikan langkahku ketika ponselku berdering. Aku menepi agar tak menghalangi orang lain lalu mengangkat telepon yang masuk ke nomor dan ponsel baruku—aku meninggalkan ponsel lama di rumah orang tuaku dalam keadaan mati, sengaja supaya tidak ada satu pun orang Korea yang tahu nomerku kecuali Seungmin.

"Hallo?"

"Hallo, Nak. Kau sudah sampai?" Suara berat ayahku terdengar dari seberang sana. Aku tersenyum kecil membayangkan wajah penuh rasa khawatirnya. Dia pasti sangat khawatir karena aku sudah lama tidak tinggal di London. Aku bahkan sempat terkena culture shock.

"Aku hampir tiba di apartemen. Terima kasih karena sudah mengizinkanku tinggal sendirian."

"Dan pergi sendirian. Aku sudah memberimu mobil dan supir tapi kau bersikeras ingin pergi dengan kendaraan umum. Padahal jaraknya jauh, berbeda kota."

Aku terkekeh geli. "Ohh, come on. I'll be fine, Dad. Aku punya banyak teman di sini. Aku menghubungi beberapa dari teman sekolahku dulu. Beberapa masih ada di kota ini. Jadi, kau tidak pelu mengkhawatirkanku."

"Ya, whatever. Telepon aku jika kau membutuhkan sesuatu atau jika kartu kreditmu bermasalah. Ohh, atau jika uang cash-mu habis. Atau kalau kau butuh pelay–"

"Dad, I'm fine. Ini bukan pertama kalinya aku tinggal di London. Aku sudah pernah tinggal di sini hampir empat tahun," sahutku. "Dulu aku masih siswa sekolah menengah yang memerlukan banyak bantuan. Sekarang aku sudah dewasa dan bisa mengurus segalanya sendiri. Jika sesuatu terjadi, aku pasti memberi tahumu. Jadi, fokuslah pada pekerjaanmu. Aku baik-baik saja."

"Oke," sahutnya setelah menghela napas berat. "Take care, honey."

Setelah mengucapkan salam perpisahan, aku menutup sambungan telepon dan menyakui ponselku. Lalu, sesuatu—tepatnya seseorang—menabrak kakiku. Aku spontan menyentuh dadaku yang bergemuruh dan menunduk. Seorang balita perempuan kisaran usia dua tahun—tampak baru bisa berjalan—jatuh terduduk di dekat kakiku.

"Ohh my ..." Aku segera berlutut dan membantu anak itu bangkit. Tapi, ia sama sekali tak menangis. Anak itu bahkan terkekeh geli dan tersenyum ke arahku. Ia meraih wajahku dan memberiku senyuman lebar. Dua gigi depannya sudah tumbuh seperti kelinci, sangat menggemaskan.

Entah perasaanku saja atau benar ... janin di dalam rahimku bereaksi. Aku tidak bisa mendeskripsikan dengan tepat, tapi terasa hangat dan menyenangkan ketika aku melihat dan berinteraksi dengan anak itu. Aku spontan menyentuh dan mengusap perutku. Rasa nyaman benar-benar kurasakan kala itu.

Bagaimana nasib anakku kelak?

Pertanyaan yang tiba-tiba melesat dalam benakku itu memutar balik perasaanku dalam sekejap. Rasa nyaman itu seolah ditarik secara paksa, menyisakan sesak dan sakit yang mendalam. Dadaku seperti remuk, pedih dan tak berdaya. Air mataku tiba-tiba saja turun, namun menghilang dalam sekejap karena anak itu menghapusnya.

Cruel Destiny [Stray Kids Imagine Project]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang