Bagian 9 - Tangisan Semesta

Start from the beginning
                                    

Bahkan resiko yang lebih besar. Ketika aku menerima kenyataan, bahwa aku mencintaimu, Keytasha. Sambung Bintang dalam hati.

"Key, ayo pulang. Aku antar." Key mengangguk pelan, Key berdiri ketika Bintang membantunya untuk bangun. Merasa semua isakan di dada yang dia keluarkan sudah cukup. Dia berjalan beringingan menuju kendaraan Bintang. Tangan Bintang pun masih nangkiring dilengannya. Key tidak meronta seperti biasa. Serasa omongan Bintang sudah menghipnotis semuanya.

Bintang membantu Key masuk kedalam mobilnya. Bintang memang membawa mobil pergi tadi. Dia yang hendak keluar, untuk membeli kanvas dan keperluan melukis lainnya. Bintang memang suka melukis, hanya sekedar hobi dari kecil. Ketika mengetahui awan yang mulai menghitam yang pasti akan turun hujan. Dan kenyataannya benar. Hari ini turun hujan, jadi tak sia-sia dia membawa mobil.

🍁🍁🍁

Key membaringkan tubuhnya lemas diatas ranjang, setelahnya meminum beberapa butir obat yang dia ambil siang tadi. Tangannya meraih boneka tiruan sinterclas, kado pemberian sahabat-sahabatnya waktu ulang tahunnya yang ke-17. Memeluknya kuat, sembari menerawang pada langit-langit kamarnya yang berhias bintang-bintang kecil, juga beberapa planet. Key menyukai benda angkasa sejak kecil. Makanya ayah Key, merenovasi kamar itu sebagai hadiah karena Key sudah berprestasi waktu masih duduk dibangku sekolah dasar.

Diluar masih hujan. Entah kenapa semesta begitu foya menurukan air bumi itu. Mata Key beralih pada jendela yang sudah mengembun. Terlihat dari bintik-bintik butiran air yang menempel di kaca. Apa benar, kamu ikut bersedih akan kesedihanku, semesta? Tapi mengapa kamu selalu menghukumku? Kamu buat aku gak nyaman berada di bumi ini, ucap Keytasha di dalam hati.

"Aku mau balon itu, Mbak."
"Key mau warna apa sayang?"
"Yang kaya lagu balonku ada lima, tapi Key gak mau kalau balon hijau, Key meletus. Jadi Key ganti walna hijau sama olange aja ya, Mbak." Prih tertawa kecil, gemas melihat Key yang sangat cerdik ini. Kemudian Prih menuntun tangan Key kearah tukang balon yang tidak jauh dari taman. Sedangkan Key masih asik juga memakan permen loli dengan tangan satunya.

Key sangat bahagia, kedua tangannya penuh benda yang dia suka. Satu membawa lolipop yang besar dan manis. Satunya lagi membawa balon warna-warni, seperti keinginannya.

"Bunda." Lirih Keytasha. Memori kecilnya memang indah, sebelum kenyataan pahit datang menyelubungi lingkar hidupnya yang tenang. Serasa tiba-tiba dikelilingi oleh gemuruh-gemuruh ombak yang besar dan tinggi. Takut ombak akan menghabisinya, dan tertekan dengan suara-suara ombak yang menggelegar.

Ponsel di atas meja belajar Key menyala. Diikuti oleh suara yang berupa getaran dua kali. Dia bangkit lalu melihat ponselnya. Kerutan di dahi Key pun lantas muncul, seraya ia melihat kenapa ponsel itu menyala.

Malam ini terlalu panjang, buat rinduku semakin kuwalahan.

Satu pesan singkat dari nomor yang tidak Key simpan, diponselnya. Key memang tidak menyimpannya, dan nomor asing itu juga baru pertama kali masuk kedalam ponsel Key. Tapi bukan berarti Key tidak tahu, siapa pemilik nomor dan pesan singkat itu. Key tahu, siapa itu.

Dia meletakkan ponselnya kembali. Membiarkan pesan itu terbaca tanpa balasan. Biarkan orang disebrang sana mengumpat semaunya. Malah sepertinya lebih asik, jika membuat orang itu kesal. Memang dia pikir dirinya saja yang bisa membuat Key kesal? Key juga bisa melakukan itu.

🍁🍁🍁

Bintang sudah memakirkan motornya di perkarangan rumah Key, Sabtu pagi ini. Tangannya sudah gemas untuk mencubit pipi besar Key. Mengingat kelakuan gadis itu tadi malam yang membuatnya kesal. Apa Key tidak tahu? Bagaimana rindu ini menggerogoti habis tubuh Bintang? Apa Key tidak tahu? Jika rindu itu sangat menyiksa Bintang tadi malam? Apa Key tidak bisa membayangkan bagaimana Bintang tersiksa? Sedangkan Key? Gadis itu hanya membaca pesan yang ia kirim semalam tanpa membalasnya. Membuat rindu itu semakin puas menertawakan dirinya.

Bintang sadar, menjatuhkan hatinya pada Key adalah sesuatu yang hanya akan membunuh dirinya saja. Menjatuhkan hatinya pada Key, sama saja menjatuhkan dirinya pada jurang dalam. Yang tentu akan membuat Bintang merasa kesakitan. Bahkan mati terbunuh didalamnya. Tapi? Tidak! Bintang merasa benar akan itu. Bintang merasa Key adalah wanita tepat untuk mendapatkan hatinya. Yang jujur, hati yang pernah mati juga. Hati itu seakan hidup kembali. Hati yang beku, akhirnya bisa tertanam sebuah bunga yang bermekaran ketika dia sedang bersama Key. Rasa yang selalu membuatnya candu, apalagi rasa yang menyengat seperti menggelitik di dadanya. Bintang selalu suka rasa itu.

"Eyang, Key ada?" Mengenal Key satu bulan membuatnya dekat dengan keluarga Key, terutama Kayah. Nenek Key yang sudah merawat Key dari bayi. Tidak heran, kenapa Bintang juga ikut memanggilnya Eyang ad, karena wanita paruh baya itu memperkenalkan dirinya dengan sebutan itu.

Eyang yang mengetahui ada motor terparkir di halaman rumahnya segera keluar. Siapa tahu itu Prih dengan suaminya. Tapi ternyata dugaan Kayah salah, yang datang ternyata teman cucunya yang sudah tidak asing lagi di mata. Karena Bintang sering kemari.

"Aduh Bintang, Key udah pergi sejak pagi tadi. Katanya ingin jalan-jalan. Biasa hari libur." Jelas Kayah.

Melihat raut kecewa pada wajah laki-laki muda di hadapannya. Kayah pun tersenyum, Bintang laki-laki muda yang sedang jatuh cinta. Ketika yang membuatnya jatuh cinta tak ditemui pasti akan merasa kecewa. Apalagi dengan rindunya yang sudah menyiksanya semalaman. Masa di siang ini juga dia harus kembali tersiksa.

"Coba cari aja ke pasar hewan, Bintang. Key suka pergi kesana melihat-lihat."
"Bener, Eyang? Kalau gitu, Bintang pamit susuk Key ya. Assalamuallaikum."
"Waallaikumsalam."

🍁🍁🍁

Banyak orang berlalu lalang, berebut posisi pada sesuatu yang menyita perhatian mereka. Sesekali terdengar suara-suara mungil yang samar karena terkalahkan oleh suara riuh para manusia.

Key mengamati kios yang berada di sebrang. Lumayan sepi, Key tertarik untuk menghampiri. Terdapat binatang berbulu yang membuat Key sangat gemas, ingin sekali dia membopongnya dan membawanya kabur kerumah. Tapi sayang. Ada keranjang jeruji di sana. Key hanya bisa menatap binatang itu yang sesekali mengeong. Dari dulu Key sangat ingin mempunyai kucing. Selama ini dia hanya bisa bermain dengan kucing kakak sepupunya. Itu saja tidak sering. Paling dua minggu sekali, atau saat Key tidak sibuk.

"Keytasha?" Key menoleh, mengetahui namanya disebut oleh suara yang lumayan asing.

"I-ya?" Key manatap Pria berjakun didepannya. Memincingkan mata, mengingat siapa laki-laki tinggi dan jujur, sangat tampan yang sedang memanggil namanya. Key tahu wajah itu, hanya saja dia lupa siapa nama laki-laki yang baru ia temui kemarin.
"Lupa sama saya ya?" Key mengangguk kecil. Sedikit malu, tapi bagaimana? Key sudah berusaha mengingat tapi tidak kunjung dia ingat juga.
"Dikta." Key mangut-mangut. Baru dia bisa mengingat jelas, jika laki-laki ini adalah pria sama yang menabraknya waktu di rumah sakit. Lebih tepatnya anak dari mantan guru SMPnya.

"Sedang apa disini? Mau beli kucing?"
"Tidak kak, cuma melihat-lihat aja."
"Hahaha, Dikta saja, jangan kak." Key mengagguk, masih canggung. Tentu Dikta adalah orang asing, Key selalu malas berbicara dengan orang asing.

Dikta menyapu pemandangan di pasar hewan yang sangat ramai, Sabtu pagi ini. Padangannya berhenti pada satu titik dimana terdapat seringai senyum dari gadis mungil yang sedang mengelus bulu kucing jenis anggora putih. Senyum yang terlihat sangat berbeda. Tentu sederhana. "Manis."

AKSARA BUMI (REVISI)Where stories live. Discover now