Ya, mungkin itu jalan keluarnnya.

Baru Iris membalikkan tubuhnya, seseorang tiba-tiba saja langsung memeluknya dari belakang membuatnya terpelonjak kaget dan jantungnya berdetak kencang.

"Lo mau ngapain?"

Iris teriak histeris, sedangkan orang itu semakin memeluk tubunya erat seolah tengah menutupinya atau... melindunginya?

"Ah..."

Orang itu meringis tepat di telinga Iris, membuatnya bergidik ngeri.

"Iris? Lo nggak papa?" tanya keempat cowok itu bersamaan.

"Pak, tutup gerbangnya!"

Iris masih belum sadar kalau kelima cowok itu sudah membawanya ke lapangan, dan cowok yang di belakangnya itulah yang mendorong tubuh Iris untuk berjalan.

"Lo nggak papa?"

Pertanyaan itu seketika mengembalikan kesadaran Iris. Cewek itu dengan cepat menjauhkan dirinya dari Laskar yang berdiri sangat dekat dengannya.

Laskar mengeryit bingung.

"Gue tanya lo nggak papa?" tanya cowok itu.

"Gak." Balas Iris cuek lalu beralih pada keempat cowok yang sekarang sibuk mengatur napas dan duduk selonjoran di tanah.

Laskar ikut mendudukkan dirinya bahkan langsung tergeletak di atas tanah.

"Kalian apaan sih? Sejak kapan kalian jadi kayak gini? Kalian berubah tau nggak?! Gue nggak percaya kalo kalian sahabat Rai yang dulu!"

Iris menatap tajam keempat cowok itu satu persatu.

Dear, Mico, Nico dan Chand menundukkan kepalanya saat nama orang itu keluar dari mulut cewek itu.

Antara mereka takut dengan tatapan tajam Iris atau mereka sedang merutuki dirinya sendiri. Yang pasti mereka hanya merasa lelah sekarang.

Lelah menyalahkan waktu dan keadaan.

Laskar mengangkat sebelah alisnya memperhatikan teman-temannya satu persatu, bingung karena mereka yang tiba-tiba menunduk karena cewek yang di depan mereka.

"Mereka yang cari masalah duluan."

Pandangan mereka beralih pada Nico.

"Masalah gak harus diselesaikan dengan otot, Nico."

Iris berusaha selembut mungkin. Bukan ingin menggurui atau bahkan menasehati. Karena Iris tak pantas untuk itu. Tapi sebagai seorang teman, bukankah teman mau yang terbaik untuk temannya?

Memang Iris tak tahu masalahnya. Yang dia tahu hanyalah, beginilah kebanyakan cara cowok menyelesaikan masalah mereka.

Sampai-sampai wajah mereka memar-memar seperti itu.

"Kita minta maaf. Apalagi sampe buat lo hampir luka."

Dear ingat pesan terakhir sahabat mereka. Kata yang paling mereka benci 'pesan terakhir'. Iris satu-satunya orang yang dicintainya. Bahkan untuk nyawanya sendiri mungkin dia rela berikan untuk cewek itu.

Pesannya hanya ingin mereka menjaga Iris-nya dengan baik, menggantikan posisinya.

"Iya, kita minta maaf, Ris." Sambung mereka satu-persatu dengan wajah penuh penyesalan.

Iris hanya bisa menghela napasnya.

Laskar dengan cepat kembali duduk dan menatap mereka heran.

"Lo semua takut sama nih cewek?"

LASKAR [Completed]✔️Where stories live. Discover now