Tujuh Belas

7K 424 3
                                    

Terima kasih kamu telah menolong mamaku, terima kasih kamu telah merawat mamaku, terima kasih kamu telah menjaga mamaku dengan baik, dan terima kasih kamu telah menyelamatkan orang yang paling berharga dalam hidupku.

***

"Gimana sih lo rin, udah ditolong malah diam aja. Ngucapin terima kasih atau apa kek. Greget gue lihatnya." Clara menyenggol bahu Morin.

Morin diam seribu bahasa tidak mendengar apa yang diucapkan Clara. Ia masih memikirkan kejadian tadi, bayang-bayang wajah Alizter terisi penuh diotaknya. Apalagi ketika cowok itu mengibaskan rambut basahnya ke arah belakang, hal itu membuat ketampanannya meningkat dua kali lipat.

Setelah pulang dari ruang guru, Morin senyum-senyum sendiri sembari memegang tangannya. Ia membayangkan kejadian itu lagi ketika bagaimana cowok itu memegang tangannya dengan penuh perasaan.

"Gue nggak akan cuci nih tangan gue."

"Alizter lo bikin gue baper. Tanggung jawab lo."

Morin bergumam dalam hatinya. Cewek itu terlihat sangat senang, Clara berdecak sebal, "Kalau orang ngomong tuh dengerin." Clara mencubit lengan Morin keras.

Sontak Morin melotot, kaget akan tindakan Clara yang tiba-tiba itu, "Aau!" Morin mengerang kesakitan. Cubitan cewek itu sangat keras seperti semut merah yang sedang menggigit kulitnya.

"Apaan si lo," dercak Morin. Cewek itu menatap sinis kearah Clara.

Clara tidak menghiraukannya. Cewek itu tiba-tiba asik dengan ponselnya sendiri.
Morin hanya mengikuti langkah kaki sahabatnya itu yang terus berjalan ke depan.

Morin mengambil ponsel yang terus bergetar dalam saku roknya. Cewek itu merasa aneh kenapa tiba-tiba ada yang menelponnya. Hal ini sangat jarang terjadi. Morin berusaha mengabaikan panggilan itu, tetapi deringan ponselnya tidak berhenti. Merasa sangat penasaran, cewek itu menarik berbenda pipih itu. Ia melihat nama yang terpampang jelas disana.

Clara sudah pergi menjauh pergi ke kelasnya. Morin menghentikkan langkah kakinya. Rupanya Nanda yang menelpon, cewek itu berpikir paling adiknya hanya mau iseng mengerjainya. Morin mengangkat sambungan telpon itu.


Ada apa si Nan?

Gimana si lo, ngangkat telpon aja lama banget.

Terdengar suara panik dari arah seberang. Morin menaruh rasa curiga yang kuat. Pasti ada kejadian yang tidak beres.

Lo kenapa panik, ada apa? Ada kejadian apa?

Mama kak

Morin seketika ikut panik. Entah ada kejadian apa kenapa tiba-tiba adiknya itu menangis. Morin bingung ketika Nanda terisak sangat keras. Morin dililiti rasa kepanikan yang dahsyat.

Mama kenapa? Ada apa?

Buruan ngomong ada apa?

Morin sangat ingin tahu jawaban dari sang adik. Nanda masih terus menangis semakin kencang. Hal itu yang membuat emosi Morin bertambah.

Mama kecelakaan kak

Mama sedang dirawat di rumah Sakit Nusantara kak. Buruan kesini

Nanda masih terus menangis yang diikuti oleh Morin. Morin membayangkan yang tidak-tidak. Tiba-tiba ponsel yang dipeganginya jatuh begitu saja, seperti tidak ada tenaga yang cukup untuk memeganginya. Sekujur tubuh Morin lemas, padahal sebelumnya baik-baik saja.

Cold as Ice Cubes (END)Where stories live. Discover now