Ketahuan

37.3K 998 12
                                    

Kasih tau kalo ada typo!

***

Clarisa turun dari motor Rio secara perlahan. Luka di lulutnya memang masih sakit, akan tetapi tidak separah semalam. Ia menyibak roknya dan memperlihatkan luka di lututnya. Memar di lututnya masih terlihat, ia menghembuskan napasnya perlahan dan menatap Rio yang masih belum pergi. Cowok itu malah menatapnya dengan raut wajah bertanya.

"Lo kenapa masih di sini? Sana lo pergi."

Rio tidak menjawab. Cowok itu pergi begitu saja. Clarisa hanya bisa menghela napas panjang dan memutuskan untuk berjalan pergi. Clarisa melangkah dengan perlahan menuju sekolah. Saat memasuki area sekolah, seketika itu pula ia menjadi sorotan utama dari para murid. Ia meraba wajahnya, memang ada yang salah, ya? Apakah ada tanah yang dengan tidak sopannya menempel di wajahnya?

"Clarisa!"

Merasa dipanggil, Clarisa menoleh dan melihat Cika yang berjalan menghampirinya. "Wajah gue ada yang salah, ya? Masa dari tadi gue dilihatin terus, coba lo tunjukin bagian mana yang salah."

Cika berdecak tidak suka. "Lo yang salah. Coba lo liat grup kelas kita, rame banget masa nyeritain lo."

"Masa, sih?"

Cika mengangguk kemudian menyalakan ponselnya. Ia mengotak-atik ponselnya sebentar kemudian menyerahkan benda pipih itu ke Clarisa. Isi percakapan di grup kelas di WhatsApp hanya bertema tentangnya dan tentang Rio. Ia mengernyit dan membaca percakapan dari awal, bermula dari sebuah foto dirinya dan Rio di pinggir jalan hingga berujung dugaan-dugaan dari anak-anak.

"Kok jadi gini, sih?" gumam Clarisa setelah membaca pesan dari ponsel Cika. Ia menyerahkan ponsel itu ke sang pemilik dan kembali meneruskan langkahnya.

Setibanya di kelas, Clarisa menghempaskan bokongnya di bangku yang biasa ia duduki. Tangannya meraih ponsel yang sering ia taruh di dalam tas. Gerakan tangannya dengan gesit membuka grup WhatsApp kelas. Ia membuka sebuah foto dirinya dan Rio. Ini foto kemarin saat ia akan pulang sekolah dan tentunya bersama dengan Rio.

"Lo nikah muda ya, Ris?"

Mendengar pertanyaan dari Cika membuat Clarisa yang geram langsung memukul lengan sahabatnya itu hingga menimbulkan suara "plak". "Itu mulut lo emang minta dicium panci. Gue nggak ada apa-apa sama dia. Otak lo emang perlu disaring deh Cik, lo jadi makin banyak ngayal."

"Ya abis lo tiba-tiba pulang, eh nggak, berangkat sama pulang sekolah bareng. Bahkan katanya lo juga tinggal satu atap sama Rio. Gimana gue nggak curiga kalo kalian nikah muda. Terus, mau alasan apalagi? Masa Kak Ciko berubah jadi Rio? Nggak masuk akal tau."

Clarisa memukul kepala Cika dengan tutup pulpen yang berada di meja. "Lo juga nggak masuk akal. Emang di sekolah kita boleh-boleh aja gitu nikah? Yang ada kalo kita ketahuan nikah, udah pasti bakalan dikeluarin dari sekolah."

"Lah, kalo gitu apa coba alasan lo sama Rio bisa tinggal bareng?"

"Jadi gini, Mama gue sama Tante Rahma alias Mamanya Rio itu udah temenan. Nggak tau juga alasan orang tua gue nitipin gue sama orang yang sama sekali belum pernah gue temui. Padahal gue bisa di rumah sendiri, atau di rumahnya tetangga, atau malah di rumah siapa gitu yang gue kenal."

"Jadi, udah berapa lama lo tinggal di rumahnya Rio?"

"Nggak taulah, gue pusing."

***

Pulang sekolah. Hal yang paling ditunggu-tunggu oleh Clarisa dan Cika. Kedua gadis itu kompak berdiri dari bangkunya secara bersamaan. Baik Clarisa maupun Cika, kedua gadis itu tampak begitu senang dengan hadirnya bel pulang sekolah. Pelajaran bahasa Inggris tadi cukup berbeda, jika biasanya gurunya dengan semangat 45 menerangkan, kali ini guru bertubuh gempal itu malah menerangkan materi persis dengan mendongeng.

CLARIO✔️Where stories live. Discover now