MERANTAU

192 10 5
                                    

Lama betul rasanya tidak menambahkan catatan di sini. Maklum, akhir-akhir ini agak sibuk mengerjakan sesuatu. Dan sekarang, aku punya sepotong catatan bagi pembaca yang berkenan.

***

Menulis ini, aku sedang jauh dari tanah kelahiran, jauh dari rumah, dan jauh dari keluarga. Bukan hal baru sebenarnya bagiku, tetapi kali ini tidak dalam rangka pergi untuk waktu yang sebentar, tetapi sepertinya akan lebih lama dari rencana awal.

Kalau biasanya aku pergi jauh, selalu tidak lebih dari menjelajah rimba, gunung, pantai atau tempat yang kurasa lebih tenang. Biasanya aku pergi ke tempat jauh karena bosan dengan suasana kota. Namun kali ini, aku pergi untuk sesuatu alasan lain. Semenjak lama aku sudah merencanakan ini; sebagai burung, kurasa sudah saatnya aku terbang meninggalkan sarang, mencari jawaban atas hidup, menjadi diri sendiri, dan bertualang dalam pengartian yang lebih dari sekedar mencari hiburan.

Konon, merantau adalah cara menguji diri. Dan sekarang aku sedang berada di tanah rantau ini, menikmati suasana baru, pemandangan baru, dan tentu saja aku mesti bersentuhan dengan hal-hal baru --- yang serba asing.

Baru beberapa bulan aku berada di tempat ini, dan akhirnya aku mengerti banyak hal yang belum pernah terpikirkan olehku sebelumnya. Bahwa ternyata; ruang yang terpisah adalah bentangan rindu. Akhir-akhir ini aku sering mengingat tanah kelahiranku, orang-orang yang mencintaiku disana, kenangan yang membekas disana. Terkadang, aku hendak meneteskan air mata rasanya. Bukan cengeng, sama sekali bukan. Bukan pula sedih atau mengeluh. Kurasa, itu suatu pertanda yang wajar, yang alamiah, dimana aku merasa bahwa rupanya banyak hal yang berharga di dunia ini yang tidak bisa kita jangkau secara bersamaan diwaktu yang sama.

Banyak orang berpendapat: "merantau itu adalah penderitaan". Aku rasa itu kurang tepat sebagai suatu pendapat yang tergesa-gesa. Benar, bahwa beradaptasi ditempat baru yang terasa asing bukanlah pekerjaan mudah, akan tetapi itu hal yang sangat wajar, tapi aku sendiri menikmatinya; menikmati setiap kendala dan ketidaknyamanan. Dan justru aku merasa bahwa merantau itu sesuatu yang menarik, dengan hal yang serba baru, aku selalu dipaksa untuk berpikir. Suatu ujian yang menakjubkan.

Merantau memang menguji segala hal dalam diri; fisik, mental, pikiran, dan semuanya. Dalam hal ini, aku merasa beruntung karena aku bukan orang yang mudah terprovokasi karena kekurangan materi. Seandainya aku seperti itu, mungkin aku sudah pulang ketika baru dua pekan di tempat ini.

Aku juga ingin menepis pendapat yang mengatakan: " Perantau itu hidupnya berat". Itu juga satu pendapat yang tergesa-gesa. Bagiku, memang hidup ini tidak ada yang ringan. Bukan hanya perantau yang hidupnya berat, selama ia manusia dan hidup, ia adalah pejuang dan akan terus berjuang.

Aku datang ke tempat ini tanpa mengenal siapa-siapa, satu orang pun. Kalaupun ada, aku tidak akan memanfaatkan situasi demikian untuk memudahkanku. Aku ini burung yang baru saja tumbuh sayapnya, memilih terbang sejauh mungkin, setinggi jangkauan. Itu pilihanku, yang artinya, aku telah siap untuk menanggung segala konsekuensinya.

Di tanah rantau pasti ada kebahagiaan. Dan aku masih tetap saja orang yang sama, kebahagiaanku adalah ketika aku tidak semata-mata hidup untuk diri sendiri. Segala yang kukira sebagai kelebihan diri, mesti pula aku sumbangsihkan di tempat ini. Dan kupikir, itulah kunci mengapa aku mudah diterima oleh sekelilingku. Sekarang aku tidak lagi merasa asing disini, sekalipun ada yang tidak senang juga padaku, setidaknya aku telah melakukan apa yang mesti kulakukan sebagaimana cita dari awal. (Dilain kesempatan akan aku bahas kegiatanku disini).

Dan satu hal yang paling penting. Dalam suatu kesadaran yang dalam, aku ingin mengatakan. Bahwa sebenarnya dunia ini tidak seluas yang dibayangkan, tidak pula sesempit yang di kirakan. Aku menganggap dunia ini saling terhubung meski nampak berbeda-beda, terhubung oleh pikiran manusia, antara yang satu dan yang lain. Sekiranya, manusia itu memang terbatas oleh ruang dan waktu, tapi tidak ada yang perlu untuk dikhawatirkan secara berlebihan. Kebahagiaan ada dimana-mana, tapi tidak ada yang didapat secara cuma-cuma.

Sekedar pendapat:

"Semua orang ingin bahagia, tapi orang yang penuh ketakutan dan tidak bisa mengatasinya, mereka tidak layak bahagia".

Sekarang aku merasa bahagia, sekalipun banyak yang mengira aku tidak demikian. Kukira, aku telah menempuh hidup dengan caraku, itu sudah cukup menjadi satu-satunya alasan kebahagiaan. Percuma juga hidup ini rasanya kalau mesti menjalaninya dengan terpaksa. Hidup menurut pikiran orang lain itu adalah kesesatan.

Sekian.

DISKUSI ANAK MUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang