nge-SPAM

226 13 3
                                    

Cukup lama bersemedi dengan skripsi, dan baru kali ini lagi berkunjung ke wattpad semenjak beberapa pekan atau bulan yang lalu, aku sudah lupa waktu persisnya.

Kali ini aku ingin berbagi cerita pribadi sebagai bahan diskusi, sebab aku samasekali tidak akan menamakan ini sebagai chapter curhat. Aku akan bertukar pengalaman yang mungkin juga tidak berbeda dengan pengalaman kawan-kawan yang pernah menjalani atau melewati prosesi penyelesaian kuliah. Bagi yang belum, tentu saja sedikit banyaknya akan memberikanmu gambaran.

Selama kuliah selama tujuh tahun alias empat belas semester, tentu saja telah memberikanku banyak pengalaman. Tapi tujuh tahun menyandang status mahasiswa bukanlah suatu prestasi yang membanggakan sekaligus bukan pula aib yang perlu ditutupi. Bagiku, itu hanya soal proses hidup. Menua dikampus tidak lantas menjadikanku merasa lebih berilmu dari orang lain ataupun lebih rendah dari orang lain. Setiap sudut pandang punya representasinya masing-masing. Aku menganggap tujuh tahun itu ialah waktu yang sangat luar biasa, setidaknya aku mengerti bahwa sindiran dan cacian itu tidaklah menyakitkan bila ditafsirkan sebagai sesuatu yang biasa dan wajar. Semisal harus berhadapan dengan pertanyaan atau pernyataan; kapan wisuda?, kuliah kok lebih lama dari SD.

Beberapa kawanku seringkali mengaku risih dan sebal dengan kalimat semacam itu, dan kebanyakan merasa sangat tertekan. Tapi bagiku itu bukan soal apalagi mesti dijadikan masalah. Sejak dulu, bagiku, kuliah bukan tentang wisuda, ijazah atau segala macam. Barangkali itu sudah tertanam ke dalam pikiraku, sehingga aku selalu merasa baik-baik saja. Hanya saja, yang membuatku kesal ialah jika bertemu dengan kawan yang juga kuliah di atas waktu empat tahun dan selalu mengutarakan penyesalannya. Tragis, aku memang sangat tidak sependapat dengan orang yang sering mengeluh apalagi menyesali sesuatu yang sebenarnya bukan diakibatkan orang lain. Lagipula, tiada yang sia-sia dari pengalaman. Waktu yang berlalu tidak mesti diratapi dengan penyesalan, karena masa yang terlewati pernah kita nikmati. Bagiku, suatu kekeliruan bila apa yang pernah kita nikmati dulu kemudian kita caci hari ini. Itu pengingkaran terhadap masa yang percuma.

"Buang-buang waktu", aku tidak pernah sependapat dengan kalimat ini. Tidak ada waktu yang terbuang, sepanjang hidup kita dan waktu saling menikmati. Itulah dalil yang selalu membuatku tetap teguh pada prinsip-prinsip yang aku bangun, sekalipun harus dihadapkan dengan cacian sekalipun. Jadi, dengan kata lain, aku tidak menanam rasa penyesalan dalam diri. Aku telah mencabut bibit penyesalan itu dengan suatu pemahaman yang mungkin agak berbeda dengan orang lain. Namun, terkadang aku beranggapan, mungkin inilah seninya hidup. Setiap orang yang berbeda saling menertawakan, aku menertawakan orang yang menertawakanku.

Sederhana, kuliah bukan soal waktu, sama halnya dengan hidup. Esensinya terletak pada perjalanan menuju manusia, mengejar kesempurnaan meskipun itu adalah sesuatu yang dianggap muskil. Aku kuliah bukan agar kelak aku bisa mendapat pekerjaan atau mendapat uang dengan mengandalkan ijazah. Semua itu hanya bonus, aku memasuki dunia kampus untuk mengasah kecerdasan, dengan segala ilmu pengetahuan yang aku tuai barangkali akan membuatku berguna dalam kehidupan, bukan sekedar menghabiskan oksigen di bumi.

Kedengarannya terkesan naif, begitulah label yang sering disematkan padaku. Lagi dan lagi, itu sudah lumrah bagiku. Barangkali aku gagal mainstream, dan seperti kata soe hok gie " lebih baik terasingkan daripada jadi orang munafik".

Sebenarnya aku ingin menceritakan detail saat terakhir sebelum aku kehilangan status sebagai mahasiswa, tapi mungkin dilain kesempatan. Kalau tulisan ini tidak berfaedah bagi kawan-kawan sekalian, anggap saja aku lagi nge-spam. Bila sebaliknya, aku ucapkan terimakasih. Sekali lagi, berbeda ialah suatu yang mesti dianggap wajar.

DISKUSI ANAK MUDANơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ