5 - Pedekate: Rumah Gilang

Start from the beginning
                                    

"Duduk aja dulu, Lin."

Langkah Alin terhenti diruang tamu rumah Gilang. Ruang tamu yang terlihat begitu mewah dan begitu nyaman karena selain ada sofa berbulu yang empuk, juga ada beberapa pajangan guci-guci besar yang pasti harganya cukup mahal. Disisi kiri ruangan juga ada tangga menuju ke lantai dua.

"Mah, ada tamu." Gilang sedikit berteriak.

Kedua matanya sempat memperhatikan Gilang yang berjalan lurus sepertinya menuju dapur, lalu ia mencoba untuk duduk disofa coklat dengan tatapan yang lagi-lagi kembali memperhatikan isi rumah Gilang.

Dan pandangan Alin tertarik oleh sebuah figura berukuran besar yang terpajang disisi kiri tembok disana, itu foto keluarga besar Gilang yang beranggotakan empat orang.

Semuanya laki-laki, kecuali Tante Nana. Seorang Pria dengan postur tubuhnya yang tinggi dan tegap sedang memakai jas hitam dengan senyuman kecilnya. Itu pasti Papa nya Gilang. Tante Nana yang terlihat sangat cantik dengan balutan gaun berwarna merah. Ada Gilang yang sudah memakai seragam pilot dengan kumis tipisnya yang juga ikut tersenyum dengan sangat manis sekali. Dan satu orang laki-laki dengan jas putihnya seperti seorang dokter yang juga ikut tersenyum sedang berdiri disamping kanan Gilang.

Siapa laki-laki itu?

"Siapa?"

Alin langsung menoleh kesamping kanannya. Dapat dilihat dengan jelas, sudah berdiri seorang wanita yang masih terlihat cantik dengan senyumannya yang begitu ramah.

"Gilang mau ganti perban sama dia, Mah." Ucap Gilang dari arah dapur, sedikit meninggikan suaranya karena jarak dapur keruang tamu lumayan jauh.

Hari ini Alin masuk pagi. Seharusnya Gilang ganti perban itu kemarin. Alin sudah menunggunya dirumah sakit, tapi Gilang tak kunjung datang. Tidak ada kabar juga dari Gilang kalau hari ini ia mau ganti perban. Saat Alin sudah sampai dirumah, tiba-tiba saja Gilang menelfon mau menjemput Alin untuk mengganti perban, tapi dirumahnya. Entah kebetulan atau gimana, Alin juga baru saja selesai mandi saat Gilang menelfonnya. Tadinya Alin menolak, karena waktunya yang sudah malam. Alin hanya merasa tidak enak saja dengan orang-orang dirumah Gilang.

Apalagi Alin sama sekali belum pernah kerumah Gilang. Tapi, bukan Gilang namanya kalau tidak memaksa alias keras kepala. Dengan tanpa dosanya, ia menelfon Alin lagi dan mengatakan kalau ia sudah berada didepan gerbang rumahn Alin.

Alin sudah berdiri sebelum Gilang berbicara. "Aku Alin, Tante." Ucapnya tersenyum dengan sangat manis dan langsung meraih tangan kanan Tante Nana untuk salim.

Terlihat senyum yang merekah diwajah Tante Nana. Sepertinya Tante Nana punya penilaian sendiri pada Alin saat ini.

Gilang datang dengan satu gelas minuman juga satu botol yang berisikan jus jambu yang langsung ia letakkan diatas meja. "Ini teman Gilang yang waktu itu." Ucapnya pada Tante Nana.

"Oh, yang waktu itu kamu minta kartu namanya sama Dokter Ratih."

Alin menatap Gilang, sedikit menyelidik didalam hatinya.

"Gilang gak minta, Mah. Dokter kan yang ngasih sendiri kartu namanya Alin." Balas Gilang menjelaskan.

Oh, Alin mulai mengerti. Jadi, Gilang dapat nomor Alin itu dari Ibu Ratih bukan dari Andri. Mengingat, waktu itu Alin pernah bilang kalau Gilang ingin menghubunginya, Gilang bisa minta kontak Alin sama Andri.

Break! (Terimakasih Tuhan, dia begitu indah) Where stories live. Discover now