🍃Delapanbelas🍃

Start from the beginning
                                    

Wajah Salwa memerah malu. Namun ia menahankan dirinya supaya tak lagi memalingkan wajah. Lalu entah mengapa, tiba-tiba saja ia merasakan satu dorongan saat melihat tampilan sang suami yang acak-acakan. "Bapak." panggilnya kemudian dengan nada penuh harap.

"Ya?" tanya Yusuf sambil menatap lembut sepasang mata Salwa yang masih menyisakan kesedihan di dalamnya. "Kalau kamu mau sesuatu, bilang aja. Nggak usah ragu, kalau bisa aku pasti akan mengabulkannya." imbuh Yusuf saat melihat Salwa ragu untuk mengatakan apa yang wanita muda itu inginkan.

"Pengen tidur dipeluk bapak, tapi bapaknya nggak usah pakai baju. Bolehkah saya minta itu sama bapak?" tanya Salwa was-was, pasalnya ini adalah pertama kalinya semenjak kedua orang tuanya tiada, ia bersikap sangat manja dan begitu tergantung kepada orang lain. Akan tetapi, bukankah pria yang sedang berdiri di samping ranjang itu adalah suaminya, jadi tidak ada salahnya jika ia bersikap manja kepada pria itu, 'kan?"

                                                          Awalnya, tentu saja reaksi Yusuf adalah ternganga, tak percaya jika Salwa meminta hal yang seperti itu padanya saat berada di luar peraduan mereka. Biasanya wanita muda itu hanya akan bersika begitu terbuka jika mereka berada di dalam kamar ataupun saat hanya berdua saja.

Tetapi Yusuf akhirnya sadar, mungkin saja kemauan Salwa itu didorong oleh hormon, seperti kebanyakan wanita hamil yang terkadang suka berlaku di luar kebiasaan. "Tapi ranjangnya sempit, sayangku. Nggak muat buat nampung tubuh kita berdua." tutur Yusuf lembut, berusaha memberikan pengertian kepada wanitanya.

"Saya bisa kok tidur di atas badannya bapak, kayak biasanya pas kita ada di rumah. Tapi kalau bapak nggak mau, juga nggak apa-apa."

Melihat wajah Salwa yang kembali diliputi kesedihan, Yusuf tak kuasa menolak keinginan istrinya itu. Ia akhirnya menganggukan kepala pasrah, hingga mendapat ucapan terima kasih yang begitu manis dari si pemilik hatinya itu.

Kemudian, dengan gerakan luwes Yusuf melepas kemeja yang ia kenakan dan meletakannya di atas kursi yang terletak di samping ranjang.

Pria itu juga melepas sepatunya. Lalu, tak sampai satu menit Yusuf sudah berbaring telentang dengan Salwa yang tidur di atas tubuhnya, sementara kedua kaki kecil wanita itu menjepit kakinya.

"Aku ini belum mandi dari kemarin siang loh, Sal, memangnya kamu nggak mencium bau tak sedap di badan aku?"

Kepala Salwa menggeleng pelan di atas dada suaminya. "Nggak ada baunya, malahan saya ngerasa nyaman setelah mencium bau keringatnya bapak."

Ah, ya ampun... Yusuf mendesah gusar dalam hati saat merasakan gesekan payudara Salwa di dadanya, serta tubuh bagian bawah mereka yang merapat. "Jangan banyak gerak, sayangku. Putingmu yang menegang itu, buat aku terangsang jadinya. Apalagi bulu-bulu halusmu di bawah sana terus saja menggesek kejantanaku, membikin aku nggak kuat lagi rasanya untuk bercinta dengamu saat ini juga." suara Yusuf terdengar serak, efek gairah yang terbangun di saat yang tidak tepat.

"Kalau gitu, kenapa bapak masih menahan diri? Saya mau kok kalau bapak ngajak bercinta di atas ranjang sempit ini." bibir Salwa berucap lancar, padahal ia sendiri bingung, bagaimana bisa dirinya berbicara seperti itu.

Yusuf menggeram tertahan setelah mendengar penerimaan Salwa untuknya. Undangan tersebut benar-benar adalah godaan terberat baginya saat ini. Andai tak menahan diri sekuat tenaga, pasti Salwa sudah dimasukinya saat ini juga.

                                                          🍏🍏🍏

                                                         
Ghifari Biantara melangkahkan kakinya menyusuri koridor rumah sakit. Di pagi menjelang siang ini, ia sengaja menyempatkan waktunya sebelum bertemu klien, datang ke rumah sakit ini untuk melihat kondisi ibu tirinya yang sekarang tengah mengandung calon adiknya.

Takdir Cinta [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now