♥♥♥

"Tidak mungkin!!!" ucap Berlin penuh rasa kesal. Ia dan timnya selesai menggeledah isi Appartment Royal, namun kedua orang yang mereka cari sama sekali tak di temukan.

Sudah tiga hari ia menempatkan dan menyuruh orang-orangnya memata-matai Appartment Royal. Ini sudah memasuki hari keempat, dan hasilnya tetap nihil. Damirn maupun Yehana tak ia temukan sama sekali.

"Dimana sebenarnya keparat itu!" Berlin mondar-mandir, mencoba meredakan rasa kesalnya. Ia menjangkau ponsel miliknya, mengklik kontak Jakson lalu menempelkan ponsel itu ke telinganya.

"Jakson, kita harus bertemu ...."

♥♥♥

Yehana berjalan menyusuri koridor, ia tahu kalau ia tidak akan bisa kembali ke ruangan sebelumnya. Namun, ia yakin kalau Damirn akan segera menemukan keberadaannya.

"Damirn ...." panggil Yehana dengan masih terus berjalan.

"Damirn...?"

Dari kejauhan, Yehana berhasil melihat sosok Damirn yang barusaja keluar dari sebuah pintu. Di tangan Damirn terdapat sebilah kapak merah yang berlumuran darah, bukan hanya kapak, bahkan baju kemeja, wajah, serta jari-jari Damirn semuanya berlumuran darah.

"Damirn!!!" Panggil Yehana, gadis kecil itu berlari menghampiri keberadaan Damirn, Damirn sempat menoleh. Namun hanya sekilas, tanpa memperdulikan Yehana yang sedang berlari kearahnya, Damirn segera menjauh, meninggalkan pintu yang barusaja ia kunci menggunakan gembok.

"Damirn, Tunggu!!!"

Yehana mempercepat langkahnya, namun jelas terlambat. Damirn seperti menghilang begitu saja. Dengan masih terus mengatur nafasnya, Yehana menatap sekitar, terutama belokan koridor di samping kirinya, tempat Damirn menghilang.

"Yehana ...."


Yehana menoleh kebelakang, di sana berdiri Damirn dengan keadaan yang masih berlumuran darah.

"Damirn... kau! Kau berdarah."

Damirn terdiam, dengan darah segar yang sesekali menetes dari ujung jarinya. Ia menatap Yehana tajam, seolah sedang berbagi kisah kelamnya.

"Yehana... apa kau takut padaku?" Seringai Damirn terlihat samar.

"Tidak. Aku tidak takut. Aku khawatir, kau kenapa? Kenapa sampai berlumuran darah seperti ini?"

Mendengar perkataan Yehana membuat Damirn terpaku. Bagaimana bisa Yehana menjawab seperti itu? Apa gadis itu sudah gila, sudah jelas tidak ada luka setitikpun di tubuh Damirn, dan dia masih saja khawatir?

"Kenapa kau khawatir padaku?"

"Karena kau berlumuran darah."

"Bagaimana kalau aku barusaja membunuh orang?"

Yehana menatap Damirn, ia tak mampu menjawab pertanyaan Damirn barusan. Yehana tahu, kalau pria di hadapannya itu bisa saja sedang berkata jujur.

"Kau mau lihat? Mayatnya ada di sebalik pintu. Tepat di belakangmu."

Yehana sempat terdiam, namun kemudian ia tertawa kecil. "Damirn. Sekalipun kau sudah membunuh orang, kau tak mungkin menawariku untuk melihatnya. Jangan berbo----"

DAMIRN ✔ (END)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum