"Kok malah bangun?" Tanya Tania sambil menggulung kabel hair dyer.
"Mau nidurin ini--" Rendy menunjuk bagian bawah perutnya.
Tania terkekeh sambil geleng-geleng kepala. "Lo emang suka cari perkara kok."
"Ya gimana? Sumber masalahnya dekat banget sih. Kalau aja lo gak masuk kerja kan gue gak bakalan pusing nidurin dia sendiri." Tania melotot dan tangannya mencubit pinggang Rendy. "Sakit loh Tan!" Protesnya sambil mengusap pinggangnya.
"Gue mandi sebentar. Gue antar lo ke rumah sakit."
"Gak usah Ren. Lo tidur aja lagi."
Rendy berdecak. "Sebentar. Gue cuma mandi sebentar kok Sayang..." Lalu pintu kamar mandi tertutup dan sayup-sayup terdengar suara gemericik air.
🐻🐻🐻🐻🐻
Setelah mobil Rendy meninggalkan rumah sakit, Tania bergegas menuju ke ruang administrasi untuk melakukan absensi. Lalu kemudian ia berjalan menuju ruang Koas. Masih sepi. Mungkin teman-temannya yang shift malam masih di tempat tugas masing-masing. Tania memasukkan barang bawaannya ke dalam loker, lalu ia duduk di salah satu kursi. Duduk diam di sana untuk beberapa saat. Kepalanya tiba-tiba terasa riuh. Diliriknya jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Pagi tadi tanpa sepengetahuan Rendy, ia membuat janji konseling dengan dokter Soraya. Mumpung dia masuk hari ini. Pembicaraannya dengan Rendy membuat Tania merasa harus konsultasi dengan dokter Soraya. Dia butuh nasihat dari dokter psikiatri itu. Kali ini bukan tentang kondisi kejiwaannya, tetapi tentang hubungannya dengan kedua orang tua angkatnya. Iya. Karena sejak saat itu, Tania putus kontak dengan Adrian dan Dara. Kemarahannya membuat Tania enggan menemui orang tua yang sudah membesarkannya itu, hingga sekarang.
Pesan masuk dari dokter Soraya membuat Tania bergegas beranjak dan berjalan menuju ruangan sang dokter. Di sana, dokter yang wajahnya selalu dibingkai dengan senyum itu menyambut kehadiran Tania dengan ramah. Sengaja mereka membuat janji di luar jam kerja agar tidak mengganggu pekerjaan masing-masing meskipun Tania masih Koas di stase yang dikepalai oleh beliau.
Empat puluh menit berlalu, akhirnya dokter Soraya berhasil meyakinkan Tania. Menjadi terapis Tania semenjak gadis itu berseragam putih abu-abu membuat Dokter Soraya bisa dengan mudah memahami Tania. Bahkan beliau sudah menganggap Tania seperti anaknya sendiri, karena di pernikahannya yang sudah hampir dua puluh tahun, dokter Soraya belum dikaruniai keturunan.
Saat ini Tania sedang duduk di depan poli. Pasien terakhir baru saja masuk ke ruangan, dia tadi sudah diijinkan oleh dokter Soraya untuk menghubungi orang tuanya.
Tania menatap nanar ponsel digenggamannya, kembali mencoba meyakinkan dirinya untuk melakukan satu panggilan ke nomor yang hampir beberapa bulan ini tak pernah ia hubungi. Satu helaan napas terhembus, sekali lagi ia mantabkan kembali hatinya beru kemudian jempolnya menekan sebuah nama di kontak ponselnya.
Dengan gugup Tania menunggu panggilannya terhubung. Ia beranjak dan berjalan menjauh dari poli, berdiri di balik sebuah pilar besar yang mampu menyembunyikan tubuhnya.
"Assalamualaikum...Ha-lo, Nak. Nia Sayang..." suara bergetar dari line sebelah seperti menghipnosis Tania hingga matanya pun berkaca-kaca.
"Wa'alaikumsalam...Ma-"
"Apa kabar Sayang? Mama kangen banget sama kamu Nia..." Ada jeda lama yang hanya diisi hening, lalu suara Dara kembali terdengar. "Maafkan Mama Nak. Cukup kamu hukum Mama beberapa bulan ini, jangan ditambah lagi. Mama gak sanggup Nia. Pulang ya Sayang... mama rindu..." Pinta Dara dengan suara isak tangis yang pecah.
YOU ARE READING
BRITANIA -Intact but Fragile- ✅ TAMAT
RomanceRendy Aditya Irawan, yang sebenarnya entah siapa yang pertama kali memberinya cap seorang "playboy" karena ia memungkiri pernyataan itu. Tapi kenyataannya, dia selalu dipepet cewek-cewek tanpa ia perlu tebar pesona dan dengan mudahnya ia menerima pe...
PART 66
Start from the beginning
