Bagian 7

4.3K 169 17
                                    

"Kejar Aninta mas." Ucap Nenti

"Gak perlu. Jadi manja dia nanti."

"Mas!" Seru Nenti.

"Udah ah, aku gak mau ribet." Ucap Bragas lalu meningglkan Nenti.

"Mbak, aku harus kejar anak-anak."

"Iya. Tolong ya ar..."

"Iya."

"Arika, ayo kita pulang."

"Arika masih mau main ma."

"Mbak Aninta sama mas Arga udah pulang. Ayo kita pulang. Besok-besok kita bisa main kesini lagi."

"Kak Brian, Arika pulang dulu ya... Dada..."

Brian menengok kearah Arika.

"Kut." Teriak Brian.

Nenti mendudukkan Nancy, kemudian mendekati Brian.

"Brian disini ya...Arikanya mau pulang dulu. Besok main lagi ya..."

"Ain agi."

"Iya. Besok main lagi."

"Ya udah ya mbak. Kita pulang. Assalamualaikum."

"Waalaikumsallam."

Arbilla dan Arika segera pulang. Sampai didepan,

"Mang, Arga sama Aninta kemana mang?" Tanya Arbilla pada supirnya saat mereka sampai diluar.

"Mas Arga sama mbak Aninta udah pulang naik taxi. "

"Kenapa mamang gak berhentiim mereka. Mereka bisa pulang bareng kita."

"Maaf nyonya, mas Arga yang nyuruh saya untuk disini nunggu nyonya. Mas Arga bilang nanti dia juga pulang sama mbak Aninta."

"Ya udah mang. Kita pulang sekarang."

"Iya nyonya."

Mereka pun kembali kerumah, di lain tempat. Aninta dan Arga sedang di dalam mobil taxi. Aninta membenamkan wajahnya di dada Arga.Arga mengusap punggung kakaknya supaya lebih tenang.

"Kenapa ga...kenapa papa seperti itu. Apa mbak bukan anak papa?" Ucapnya dengan air mata yang terus membasahi wajahnya.

"Enggak mbak...pakde itu Papanya mbak."

"Tapi kenapa, kenapa papa gak pernah kasih perhatian ke mbak sama seperti perhatian papa ke Nancy, juga Brian. Mbak tau, mbak emang bukan anak kecil lagi yang butuh perhatian lebih. Tapi mbak juga ingin di perhatiin sama Papa. Sedari kecil cuma Papa Dika yang selalu ngasih perhatian ke mbak. Mbak juga mau ga...mbak juga mau di perhatiian sama Papa mbak sendiri....hikkss...hikkss....hikksss...."

"Udah ya mbak...mbak jangan nangis lagi."

"Apa kalo mbak mati, papa baru bisa sayang sama mbak ya..." Ucapnya yang mencoba untuk tidak menagis lagi.

Arga mengeratkan pelukannya.

"Jangan pernah mbak bicara mati. Arga, Papa, Mama Arbilla, Arika, nenek, om dan tante sayang sama mbak. Jangan pernah mbak berfikir mati, hanya karena pakde yang gak perduli sama mbak. Kita semua sayang sama mbak, jangan pernah ngomong kaya gini lagi mbak."

Aninta hanya menegeratkan pelukannya dan menangis dalam plukan Arga. Mungkin jika orang lain melihat, mereka seperti pasangan. Di umur Arga yang baru 14 tahun, tapi postur tubuh Arga bisa dibilang terlihat seumuran dengan Aninta. Walau tinggi badannya masih tinggi Aninta di banding  Arga.

Mobil taxi terus berkeliling kota jakarta karena Arga yang memintanya. Sampai Aninta tertidur dalam dekapan Arga barulah Arga memberitahukan alamat rumahnya. Perlahan Arga mengambil dompetnya di saku celananya dan menyerahkan uang ke sopir taxi.

Sexy Lecture My MotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang