Hera dilarang pergi ke kantor selama seminggu oleh Sabian. Tak pernah terpikirkan oleh Hera, dirinya akan dilarang oleh atasan paling atas di kantornya. Sabian meminta dirinya mengerjakan pekerjaan di rumah saja. Sabian pun sabar membantu Hera yang kesulitan melangkah saat di rumah.
Iya rumah. Tanah yang setahun lalu Sabian beli, akhirnya benar-benar menjadi rumah. Dan Hera ditinggal sendirian di rumah besar berlantai tiga itu. Untung saja Hera memiliki kucing bernama Ruby. Kucing betina ras munchkin itu Hera beli ketika pindah ke rumah ini.
"Ruby, kapan Papa kamu itu pulang, ya?" Hera mengajak bicara kucing yang hanya dibalas dengan ngeongan.
"Kayaknya ini yang bakal gue lakuin kalo gue udah ga kerja. Ruby, Mamamu ini bosan." Hera kembali mengelus Ruby yang ada di pangkuannya.
Mendengar suara pintu terbuka, Ruby langsung turun dari pangkuan Hera. Dan kembali ke ruang keluarga dengan Sabian di depannya.
"Ih kucing ini genit banget sama kamu. Bukan istri, tapi nyambut kamu di depan pintu." celetuk Hera.
"Kamu ngapain aja hari ini?" tanya Sabian mengecup puncak kepala Hera dan mengelusnya.
"Ngecek email, baca buku, ngerjain novel baru aku," sebut Hera.
"Main sama Ruby." lanjut Sabian bersamaan dengan Hera.
"Tuhkan, sampe kamu aja udah hafal." balas Hera.
"Aku ke atas dulu, ya." Sabian pamit untuk membersihkan badan dan mengganti pakaiannya.
Hera memilih menghangatkan masakan yang tadi siang sudah ia buat. Ayam goreng dan sayur bayam sudah siap di atas meja makan. Dengan langkah tertatih, Hera menaiki tangga menuju kamar utama, kamarnya dengan Sabian.
"Bi..." panggil Hera sambil membuka pintu.
"Ra, sini, deh. I have something for you." pinta Sabian pada Hera untuk mendekat ke arah nakas.
Sabian menyerahkan lembaran kertas pada Hera. Hera langsung membacanya dan matanya membelalak. Europe trip dan Inggris adalah salah satunya, tertulis di sana.
Mata Hera berkaca-kaca, "Bi, I love you so much!" Hera menghamburkan diri memeluk Sabian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Through The City
Short Story[COMPLETED] Hera Anindhita dengan segala kemandiriannya. Ia tak pernah mengerti rasanya berbagi kasih sayang, sampai seseorang menyadarkannya secara langsung. Di akhir, ia dihadapkan oleh pilihan yang sulit. Sabian Pratama dengan karisma yang digila...
