🍃Prolog🍃

27K 1.3K 71
                                    

Entah sudah ke berapa kali Yusuf menghela napas sepagian ini. Berapa banyak pun itu, Yusuf sudah lelah untuk menghitungnya. Namun satu yang pasti, rasa berdebar yang Yusuf rasakan saat ini rasanya pernah Yusuf rasakan bertahun-tahun lalu. Saat dirinya mengucapkan ijab kabul di pernikahan pertamanya yang telah lebih dari setahun lalu kandas, terhempas oleh pedihnya pengkhianatan.

Ya... tidak ada yang menduga, bahwa di usia setua ini Yusuf ditakdirkan untuk kembali melakukan hal yang serupa. Melafalkan kalimat sakral demi untuk memperistri gadis yang sudah tidak lagi 'gadis', yang duduk di sampingnya itu, dengan kelopak mata memerah sisa tangisan semalam.

Bagi Yusuf, peristiwa pagi menjelang siang ini bukanlah termasuk ke dalam rencana hidupnya yang ingin menduda sampai akhir hayat.

Namun apa dikata, nasi telah menjadi bubur. Peristiwa hilangnya 'mahkota' seorang gadis tak bersalah karena kesalahan dirinya yang telah diberi obat perangsang oleh seorang 'teman' lama, pada akhirnya membuat ia tanpa sengaja membuat kehidupan seorang gadis hancur dalam sekejap.

Sekedar ingin menyangkal dan mengajukan pembelaan diri pun Yusuf tak mampu. Bukti bercak berwarna merah di atas tempat tidur yang telah acak-acakan serta tubuh telanjang seorang gadis berada dalam pelukan, membuat Yusuf seketika bungkam, menyadari jika ia telah melakukan kesalahan paling fatal dalam hidupnya.

Kala nama Salwa Zalyka ia ucapkan di depan penghulu, kemudian diikuti kata sah dari beberapa saksi, Yusuf cuma bisa menghela napas seraya berharap bahwa ke depannya tidak akan lagi ada kejutan yang akan ia hadapi di usianya yang tak lagi muda.

                                                        
"Untuk sementara, sambil menunggu berkas pernikahan kita selesai diurus, saya ingin pernikahan kita ini tidak diketahui orang lain, termasuk kedua anak saya. Apakah kamu setuju dengan itu, Salwa?" tanya Yusuf setelah mobil yang ia kendarai keluar dari area KUA, tempat dimana ia mengucapkan ijab beberapa waktu yang lalu.

Salwa yang hanya mengenakan kebaya putih sederhana dan tampak kebesaran di tubuhnya yang mungil, mengangguk dan menjawab pelan, "Saya setuju saja, Pak."

"Ibu kamu, tidak kamu kasih tau 'kan, mengenai pernikahan kita hari ini?"

Kepala dengan rambut dibentuk sederhana tersebut kembali mengangguk. "Ibu nggak tau, Pak. Sejak saya bawa Bapak keluar dari rumah tadi malam, saya belum ketemu sama ibu lagi."

Yusuf diam dengan pandangan tetap fokus memperhatikan lalu lintas di depannya. Mendengar jawaban dari gadis yang telah ia renggut paksa 'kehormatannya' itu, membawa ingatan Yusuf akan peristiwa sebelum dirinya merasa kepanasan, lalu berakhir dengan gairah yang tak tertahankan.

Andai saja semalam Yusuf tidak memenuhi undangan makan malam demi alasan menjaga silahturahmi dengan teman lama, tentu kejadiannya tidak akan seperti ini. Ia bisa terus menjalankan rencana menduda sampai akhir hayat dan bermain bersama cucu. Dan pastinya gadis yang telah menjadi wanita dalam semalam, juga telah ia ikat ke dalam tali perkawinan itu bisa menjalani masa remajanya seperti remaja lainnya.

"Sekarang kita akan ke mana, Pak?"

Suara lembut nan merdu itu membuat konsentrasi Yusuf sedikit teralihkan. Pria paruh baya yang sedang meratapi kebodohannya itu terlebih dahulu menghela napas sebelum menjawab, "Ke rumah saya. Karena kamu sudah menjadi istri saya, pastinya kamu juga harus tinggal satu atap sama saya, sebagai salah satu bentuk tanggung jawab saya sebagai seorang suami."

"Lalu, apa yang akan bapak katakan kalau anak-anak Bapak bertanya siapa saya? Takutnya mereka menolak dan meengusir saya dari rumah Bapak. Kalau saya di usir, saya nggak tau harus tinggal dimana. Pulang ke rumah Ibu juga nggak mungkin."

"Sebelum pernikahan kita memiliki surat-surat yang lengkap, saya akan memperkenalkan kamu sebagai anak dari salah seorang teman lama. Lagi pula, di rumah saya tinggal sendiri. Anak pertama saya memilih tinggal di apartemen, sedangkan yang perempuan tinggal dengan mantan istri saya. Tapi saya berani menjamin kalau kedua anak saya adalah anak yang baik. Jadi kamu tidak perlu khawatir mendapat penolakan dari mereka."

                                                        
Salwa tak lagi berbicara. Wanita muda yang baru berusia 18 tahun itu memilih mengunci mulutnya rapat-rapat. Salwa tidak lagi memiliki tenaga untuk meraung mengungkapkan mengenai nasib buruk yang harus ia alami karena menyelamatkan salah seorang pengusaha yang pernah Salwa lihat fotonya di koran dari penjebakan yang tujuannya adalah menguras habis harta pria paruh baya yang telah mengesahkan statusnya sebagai seorang istri itu.

Lelah rasanya jika harus kembali menangis untuk menunjukan seberapa malang nasib yang ia terima. Kedua matanya perih, bukan hanya karena efek menangis semalaman tetapi juga ia cuma bis tidur sebentar setelah pria yang sedang menyetir itu selesai menggauli tubuhnya dengan paksa.

Ah... rupanya Tuhan sedang menunjukan kuasanya. Memberikan Salwa takdir tak terduga dan mendatangkan masalah yang baru. Sebab Salwa bingung bagaimana ia harus menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri?

                                                        
🍏🍏🍏

                                                        

                                                        

🌸🍏🍏🌸
Salam, eria90 🐇
Pontianak,-19-12-2018

Takdir Cinta [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now