8. Berpasrah?

1.2K 91 2
                                    

Jika ini takdir, aku memang tak bisa mengubahnya.
~AshevaKhoirunnisaFahrezi~

“Perkenalkan nama saya Muhammad Farizal Rahman, panggil saja Fariz. Salken semuanya.”

Hah Fariz?

Alhasil aku mendongakkan kepalaku dan ternyata dia Fariz yang sedang menjalani ta’aruf denganku dan sekarang mata kita bertemu, aku langsung mengalihkan pandanganku langsung.

Jujur. Aku bingung dengan perasaan dan posisiku saat ini.

***

"Va, kamu kenapa? " tanya Aurel yang sekarang kita sudah di kantin karena Aurel berhasil memaksaku.

"Eh, aku ngak papa kok rel" jawabku dengan tersenyum.

Setelah itu hpku berbunyi dan menampilkan sebuah pesan dari bang Fahrul.

Bang Fahrul

Dek, kamu pamit pulang sekarang ya? Nanti abang jelasin.. Sekarang abang udah di depan gerbang..

Ya sudah bang, tapi Sheva pamitnya bagaimana?

Umi sudah pamit tante Esti kok.

Oke, Sheva siap" dulu bang.

Setelah itu aku pamit Aurel karena kita masih berada di kantin dan mengambil tas yang masih ada di kelas.

Saat aku mengambil tas, aku melihat Aznan sedang menghampiriku. Aku berniat langsung berbalik dan akan cepat pergi dari kelas, tapi...

"Va.. " suara itu dari arah belakang dan suara itu dari orang yang akhir-akhir ini kupikirkan.

"Ada apa? " tanyaku setelah berbalik arah kembalibdan mengalihkan pandangan dari Aznan.

"Emm.. Tugas kita, kapan? " sekarang aku paham apa maksud tujuannya.

"Oh iya aku hampir lupa! " aku hanya bisa menepuk jidat karena aku benar-benar lupa.

"Ngak papa va, ki-" perkataan Aznan terpotong oleh Raka yang tiba-tiba datang.

"VA! "

"Ada apa rak? " tanyaku kepada Raka.

"Itu ada abang lo yang nyari lo dari tadi" jawab Raka langsung.

"Astagfirullah. Sheva pamit ya, assalamualaikum! " aku langsung meninggalkan mereka dan agak mempercepat langkah karena kasihan bang Fahrul sudah menungguku dari tadi.

Ketika aku mengampiri mobil, ternyata bukan hanya ada bang Fahrul tetapi abi dan umi juga ikut. Sementara aku hanya bersikap biasa dan mereka menjelaskan bahwa mereka akan mengantar bang Fahrul untuk datang ke rumah calonnya bang Fahrul di Bandung. Aku memang sudah menerima kenyataan ini. Aku tau jika saat itu aku sedang keras kepala.

Selama perjalanan, aku sibuk menggoda bang Fahrul dan setelah merasa capek aku tertidur pulas.

Tak lama kemudian, kami semua sampai di rumah calonnya bang Fahrul yang bernama kak Zaskia. Kami semua turun dan aku bisa melihat wajah bang Fahrul seperti lagi keringat dingin, mungkin efek deg-degan. Aku hanya senyum-senyum melihat wajah bang Fahrul seperti itu.

"Kamu ngapain senyum-senyum dek? " tanya umi yang melihatku senyum.

"Umi seharusnya paham" kataku dan melirik ke arah bang Fahrul dengan tatapan menggoda dan yang ku tatap hanya bisa melirik sinis ke arahku.

Umi paham maksudku dan hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.

Setelah itu abi langsung mengetuk pintu dan kulihat seorang perempuan membuka pintu tersebut.

Sheva & AznanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang