Chapter 2

37 6 0
                                    

Hening.

Hanya suara hujan yang terdengar. Wanita itu tidak memberikan jawaban sama sekali. Arthur bisa melihat bahwa wanita yang berdiri di depannya kini sedang merencanakan untuk melarikan diri.
Ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

Arthur berjalan menujunya, dengan pedang yang tadinya digunakan wanita itu untuk melukainya untuk menyudutkan wanita itu.

Ia pikir wanita itu akan tersudut dan berbicara. Tapi semua justru sebaliknya, wanita itu berlari menujunya.

Dengan sebilah pisau kecil yang dimiliki wanita itu, ia mencoba untuk menusuk Arthur.

Usaha yang nekat, sekaligus percuma.
Boni tahu itu. Arthur juga tahu itu.
Tapi Boni tidak bisa melepaskan kesempatan ini. Ia harus melakukannya, demi ibunya. Demi ayahnya juga.

Jika ia tidak melakukannya, maka Odessys akan membunuh ibunya dan nama baik ayahnya tidak akan pernah pulih.

Diserangnya pria itu. Keduanya bergulat dengan pedang dan pisau masing-masing di bawah guyuran hujan.

Hingga Boni memperoleh kesempatan menggoreskan pedangnya ke dada kiri Arthur namun pria itu sama sekali tidak terluka. Yang ada pisau milik Boni terlontar dan jatuh ke atas tanah.
Boni berlari untuk meraih pisau tersebut tapi suara tembakan senjata yang mendadak muncul memekakkan telinga Boni.
Sekelompok makhluk dengan seragam Atlantis dan senjata canggih menembak melalui Boni menuju Arthur.

Boni sekarang tahu, Odessys mengirim pasukannya untuk membunuh Arthur. Ia hanya perlu untuk tetap tiarap dan bergerak sedikit lagi untuk meraih pisau miliknya.
Ia merangkak untuk meraih pisaunya saat tiba-tiba ia merasakan rasa sakit pada perut sebelah kanannya. Dengan sebelah tangannya, ia menyentuh rasa sakit tersebut dan melihat cairan gelap di tangannya.

Rasa histeris menjalarinya. Ingin rasanya ia berteriak. Tapi ia sudah terbiasa dengan segala rasa sakit, jadi ini bukanlah apa-apa baginya.  Ia akan bisa menahannya.

Ketika Boni berusaha untuk merangkak dam bersembunyi di balik akar pohon yang besar, ia bisa melihat dengan jelas Arthur menghindari tembakan senjata dan menghajar satu per satu prajurit Atlantians.

Pria itu sangat tangguh. Batin Boni. Dengan sebelah tangannya, ia menahan darah yang terus mengalir keluar dari lukanya.

Ia membuka tudungnya. Membiarkan air hujan yang dingin membasahi kepala dan wajahnya. Ia berharap dinginnya hujan yang menusuk ini bisa membantunya mengalihkan pikirannya dari rasa sakit.

Boni beberapa kali berusaha bangkit berdiri namun gagal. Pada terakhir kalinya, ia mendorong dengan keras menggunakan sebelah kakinya sebagai tumpuan dan dengan terpincang, ia berlari untuk menghindari medan tembakan.

Sialnya, ia justru bertemu dengan salah satu prajurit Atlantians. Prajurit itu mengarahkan senjatanya pada Boni, sudah terlambat bagi Boni untuk menghindar saat orajurit itu menembaknya.

Bukan rasa sakit akibat tembakan yang dirasakannya, melainkan sebuah lengan yang besar merangkuhnya dan mendekapnya dalam pelukan.
Kepalanya terlindung dari benturan saat mereka membentur tanah, tapi badannya sudah pasti akan memar. Batin Boni.

Ia mendongak dan melihat Arthur. Pria itulah yang menyelamatkannya. Satu hal lagi yang sangat Boni benci, pria itu menampilkan senyum senangnya. Senyum penuh kepuasan. Senyum—hai—kau—bertemu—aku—lagi.

THE ATLANTIANS - The Return of Arthur LightWhere stories live. Discover now