Chapter 1

60 6 0
                                    

Sial bagi Boni karena ia terjebak. Pria itu tahu kedatangannya. Boni tahu itu. Pria itu tetap memindahkan potongan kayu satu per satu seperti biasa. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan yang disadari oleh Boni. Hingga ia sudah tinggal beberapa langkah di belakang pria itu, barulah ia menyadari kesalahan yang telah ia lakukan.

Ia terkecoh. Pria itu telah mengelabuinya. Namun sudah terlambat baginya untuk mundur. Jika ia mundur dan berpaling sekarang, pria itu akan jauh lebih berhati-hati lagi dan Boni akan selamanya kehilangan peluang untuk membunuh Arthur. Ia juga akan kehilangan kesempatan untuk membebaskan ibunya.
Ia tidak akan melangkah mundur.
Boni memantapkan dirinya.

Ia akan menerima segala resiko dan menghadapai pria bertubuh sangat besar dan jauh lebih tinggi darinya. Sebelumnya ia tidak menyadari tinggi dan besar tubuh pria itu hingga ia berada dalam posisi yang cukup dekat dengannya. Jika ada orang yang tahu bahwa Boni akan membunuh pria itu, orang akan mengatakan hal itu mustahil.

Mustahil atau tidak, Boni harus mencobanya.

Ia menarik keluar sebilah pedang pemberian Odessys dari sarung pedang di pinggul kirinya. Suars pedang ditarik terdengar cukup keras untuk menarik perhatian pria itu. Pria itu berputar untuk melihat Boni yang berlari ke arahnya.

Bukannya rasa kaget yang tampak di mata Arthur, melainkan kedua matanya menunjukkan sirat kepuasan. Seolah-olah Boni lah yang menjadi sasarannya. Sebuah senyum terlihat jelas di wajah pria itu.

Hujan yang turun dengan deras dan membasahi rambut, wajah dan seluruh pakaian pria itu menambah kesan kejam dan barbar yang memang sudah ada dari dalam pria itu.

Tiba-tiba bayang-bayang kejadian pada malam itu muncul kembali dalam pikirannya. Semuanya seolah terjadi begitu cepat. Ketakutannya datang menjalarinya.

Boni ingin jatuh tersungkur saja dan kembali memohon pada orang-orang asing yang menghajar ayahnya untuk melepaskan pria itu. Ia melihat ke kiri dan mendapati rambut merah ibunya ditarik oleh salah satu orang asing yang berbadan cukup besar.

Orang-orang asing itu menarik kedua orangtuanya pergi. Ia mendegar suara teriakan ibunya.

"Grideus! Grideus!"

Suara teriakan ibunya lama kelamaan semakin terdengar makin jauh. Suara terakhir ibunya yang didengarnya adalah, "Boni.... Lari!"

Kemudian suara ibunya hilang.

Suara guntur yang sangat keras terdengar dan membawa Boni kembali ke dunia sekarang. Ia mengarahkan pedangnya ke dada kiri Arthur dan memberikan sebuah dorongan keras agar pedang tersebut bisa menusuk dan menembus dada Arthur.

Pria itu dengan sangat cepat meloncat mundur dan menepis pedang yang dihunus oleh Boni dengan sebelah tangannya.

Boni yang telah mempelajari pedang dan cara bertarung dari kecil merupakan orang yang tidak bisa Arthur remehkan. Ia dengan lincah dan cepat mendapatkan kembali keseimbangannya.

Dihunuskannya kembali pedang itu namun ke arah yang berbeda. Kali ini ia akan menggores perut Arthur, namun dengan cepat pria itu meloncat mundur lagi dan berhasil menghindari pedang Boni.

Boni melangkah maju lagi.

Menghunuskan pedangnya dari arah lain. Pria itu tidak memberikan serangan balasan, tapi terus menghindarinya.

Boni memutuskan untuk mengakhiri permainan ini dengan cepat. Ia melihat sebuah pohon di dekatnya, ia berputar dan berlari menuju pohon itu, menjadikan pohon tersebut tumpuan untuk kakinya melakukan lompatan dari atas untuk menusuk Arthur.
Sialnya, semua itu tidak sesuai perkiraan Boni.

Pria itu menggunakan kedua tangannya yang besar menahan hunusan pedangnya. Ujung pedang yang tajam dan berkilau akibat kilat yang muncul cukup lama setelah suara guntur tadi.

Dan saat itulah Arthur bisa melihat wajah pria bertubuh ramping yang menyerangnya.

Bukan.

Itu bukan pria.

Melainkan wanita. Seikal rambutnya yang berwarna merah muncul keluar dari balik tudungnya.

Tampak sorot kaget di kedua mata wanita itu. Namun kekagetan itu hanya muncul sekilas sebelum digantikan dengan sorot marah.
"Kau harus mati, Arthur."

Mendengar kalimat itu, Arthur mengernyitkan dahinya, membuat kedua alis matanya bertaut. Air hujan yang sangat deras mengalir turun melalui wajahnya, membuat kedua matanya sakit karena ia berkali-kali mencoha untuk menjaga kedua matanya tetap terbuka dan jarang berkedip.

Kebingungan tampak di wajahnya. Kesalahan apa yang diperbuat olehnya hingga menimbulkan kemarahan dalam wanita itu?

Wanita itu mendorong pedang yang ditahan oleh kedua tangan Arthur. Pedang itu melukai kedua tangannya. Darah mengalir dari kedua tangannya, namun dengan cepat ia menahan dorongan pedang tersebut.

Darah.

Arthur tidak bisa dilukai oleh siapapun dan oleh apapun kecuali... Kecuali oleh atlantians atau senjata-senjata dari Atlantis.

"Sial!" Teriaknya. Wanita ini berasal dari Atlantis. Atau seperti itu yang diperkirakannya.

Wanita ini datang untuk membunuhnya, sorot kemarahan yang ada dalam kedua mata wanita itu bukanlah kemarahan yang biasa pastinya.

Awalnya Arthur mengira wanita ini adalah wanita pemarah yang mungkin ingin melukainya karena rasa cemburu. Ya bisa saja cemburu karena Arthur... Well... Terkadang menghabiskan waktu dengan beberapa wanita di bar.

Tapi jika itu benar, Arthur juga tidak mengenal wanita berambut merah yang pernah didekatinya atau ia tiduri.
Menahan rasa perih tangannya yang terluka oleh pedang tersebut, Arthur memutuskan untuk meraih pedang tersebut dan mengakibatkan wanita itu tertarik.

Boni tertarik seiring tarikan Arthur pada pedangnya, mengakibatkan Boni menghantam dada Arthur. Badan Arthur terasa panas. Sangat bertolak belakang dengan cuaca dingin yang meliputinya sekarang.

Boni mendongakkan wajahnya untuk menatap Arthur.

Pria itu mengeluarkan senyum menyeringainya dan salah satu alisnya melengkung naik.
"Well...," ucap pria itu sebelum Boni merasakan kedua tangannya ditahan dan ditarik oleh Arthur.

Dengan cepat Boni menghindar dan melangkah mundur. Ia menarik sebuah pisau kecil dari betis celana kirinya dan mengarahkannya pada Arthur.

"Jangan mendekat." Teriak Boni.
Tapi percuma. Pria itu tetap melangkah maju ke arahnya, dengan pedang yang tadinya ada di tangan Boni tapi sekarang telah berpindah tangan pada Arthur.

Arthur mengangkat naik pedang tersebut dan memperhatikan pedang itu baik-baik. "Pedang dari Atlantis, hah." Kemudian ia melanjutkan, "Katakan siapa kau? Kenapa kau ingin membunuhku."

THE ATLANTIANS - The Return of Arthur LightWhere stories live. Discover now