Chapter - 12

37 6 1
                                    


Arthur mencoba membuka kedua matanya lebar-lebar untuk mencari sosok Boni. Ia kehilangan sosok wanita itu saat mereka berdua terseret oleh arus air dari gelombang yang tinggi dan kuat tersebut.

Berenang melawan arus, ia tidak membiarkan dirinya terseret dalam air. Arthur mengerdarkan pandangannya ke segala arah. Namun pria itu tidak menyadari tiang listrik yang terseret air dan sekarang bergerak ke arahnya. Saat melihat tiang listri tersebut, sudah terlambat baginya. Tiang itu menghantam bagian perutnya dan menyeretnya pergi dengan sangat cepat.

Satu tangan yang halus dan berukuran jauh lebih kecil dari tangannya, menggenggam erat tangan Arthur. Arthur mendongak untuk mendapati Boni sedang berusaha untuk menyelematkannya. Tapi bukannya berhasil menarik Arthur, wanita itu malah ikut terseret juga.

Dengan sekuat tenaga melawan kekuatan tiang yang menyeret mereka berdua, Arthur berhasil menghentikan tiang tersebut. Bends tersebut jatuh. Dan giliran Arthur sekarang yang menarik tangan Boni. Bersama mereka berenang ke atas permukaan lalu menghirup udara banyak-banyak.

Mereka berdua terombang ambing oleh arus air yang kuat. Mendorong Boni semakin mendekat pada Arthur. Badannya tidak sengaja berbenturan dengan badan Arthur dan hal itu cukup membuat mereka berdua merasa canggung.

Boni hendak menjauhkan dirinya dari Arthur saat pria itu tiba-tiba meraih pinggang Boni dan menahan wanita itu untuk pergi.

Boni memberikan pandangan mata bertanya pada Arthur. Tapi pria itu hanya tersenyum jahil. Air mengalir turun dari rambut basah pria itu, lalu turun ke dahi, dan beberapa tetes air turun mengenai mata dan bibir pria itu.

Boni memperhatikan hal itu secara tidak sengaja. Dan Arthur tahu itu. Arthur juga melakukan hal yang sama. Ia memperhatikan wajah wanita itu saat air membasahi rambutnya dan mengalir turun melewati wajahnya. Arthur memperhatikan bibir wanita itu yang agak terbuka. Dan demi Tuhan, Arthur tidak dapat menahan lagi.

Dalam gerakan cepat, ia langsung melumat bibir wanita itu dengan bibirnya. Kuat dan tidak sabaran. Ia tidak peduli. Bibir wanita itu... Bibirnya terasa manis.

Kaget karena mendapat invasi ciuman mendadak secara kuat dan barbar dari Arthur, ia meletakkan kedua tangan di depan dada Arthur. Berusaha untuk mendorong pria itu menjauh. Tapi malah kebalikannya, kini dengan kedua tangannya di depan dada pria itu, ia malah menariknya mendekat.

Lebih dekat lagi. Desisnya dalam hati.
Ia tidak bisa berpikir lagi.

Panas yang memancar keluar dari tubuh mereka berdua mengalahkan rasa dingin yang menusuk saat berada dalam air.

"Boni," Arthur menyebut nama Boni dalam belaian suara paling rendah dan lembut yang pernah didengar Boni.

Boni rasa ia sudah gila. Ia tidak mungkin merasa senang saat pria itu memanggil namanya. Tidak. Tapi justru saat ini ia merasa sangat senang. Seolah ada kupu-kupu bergerak-gerak menggelitik perutnya.

Boni berkata dengan lirih, "Arthur." Ia mengangkat tangannya untuk menangkup wajah pria itu dan balas mencium dengan lebih kuat lagi.

"Vulko." Ucap Boni. Satu kata itu menghentikan ciuman mereka. Arthur mengerang, seolah tidak senang ciuman mereka berakhir. Boni ingin tertawa sekaligus merona.

Merona? Astaga! Sejak kapan ia menjadi seperti wanita polos yang merona? Tanyanya pada diri sendiri.

Arthur mengedarkan pandangan ke sekeliling, dengan kedua tangannya masih merangkul pinggang Boni. Badan mereka bergesekan dan hal itu cukup membuat Boni merasa canggung.

Merasakan kecanggungan Boni, Arthur melepaskan wanita itu. Ia sendiri bahkan tidak menyadari kalau kedua tangannya masih belum melepaskan wanita itu setelah ciuman mereka terhenti.

Jika saja mereka tidak terombang ambing di atas permukaan laut di tempat terbuka seperti ini, sudah pasti Arthur akan melakukan hal yang lebih. Aneh sekali. Ia belum pernah merasa seperti ini sebelumnya.

Merasa begitu tertarik pada seorang wanita. Tertarik. Itulah satu kata yang bisa ditafsirkan oleh Arthur untuk sekarang ini. Ia sendiri bingung, kata mana yang tepat untuk menjelaskan apa yang dirasakannya saat ini. Hal yang dirasakannya saat ini terasa sangat...primitif.

Arthur mengenyahkan pikirannya.

Pria itu tampak melamun selama beberapa saat sebelum ia menggelengkan kepalanya dan kembali memfokuskan pikirannya akan keberadaan Vulko.

"Vulko!" Teriak Arthur.

Mereka berdua masuk kembali ke dalam air dan menyelam untuk mencari pria tua itu. Selama beberapa saat menyelam, mereka kembali ke atas permukaan tanpa menemukan Vulko.

Kedua mata Boni menatap Arthur dengan cemas. Tapi Arthur meyakinkan Boni dengan berkata, "Tenang. Aku yakin Vulko akan baik-baik saja. Pria tua itu adalah pria yang kuat, ia bahkan pernah membuatku terjatuh dengan pantat menyentuh pasir duluan."

Boni memandang Arthur dengan pandangan datar, mendengar candaan yang dibuat oleh pria itu di tengah-tengah kondisi mereka. Arthur langsung berhenti tertawa saat mendapat hanyai dirinya sendiri yang tertawa. Ia merasa kecewa karena lelucon yang dibuatnya gagal. Hanya dirinya sendiri yang tertawa, sedangkan wanita itu memandangnya seolah berkata biarkan pria aneh ini tertawa sendiri.

Mendapati Arthur merasa malu sendiri karena gagal membuat lelucon lucu untuknya, Boni tertawa.

"Well... Kali ini kau lucu." Boni tertawa keras sambil memukul-mukul air, menciprati wajah Arthur tanpa disadarinya.

"Wow sepertinya aku ketinggalan suatu hal yang lucu?" Vulko berenang tidak jauh dari mereka.

"Vulko!" Teriak Boni.

"Kita harus pergi sekarang, nak. Ini adalah kelakuan Odessys."

"Tidak diragukan lagi ini memang kelakuan Odessys. Kita harus menghentikannya dengan Arthur mengambil alih takhta kerajaan Atlantis." Kata Boni.

"Aku? Mengambil takhta? Tidak." Tanya Arthur. Vulko dan Boni memutar bola mata mereka.

"Tentu saja kau. Kau adalah putra pertama Ratu Atlanna. Pangeran pertama kerajaan Atlantis. Jika takhta harus jatuh ke pewarisnya, itu adalah kau." Kemudian Boni menambahkan, "Kau lihat! Odessys sekarang ingin menghancurkan dunia daratan. Duniamu. Separuh duniamu. Lalu kemudian lama-lama ia akan menghancurkan Atlantis dan lautan."

"Well, aku tidak peduli kalau dia akan menghancurkan Atlantis."

Boni berenang mendekati Arthur dan berkata dengan pelan, "Arthur, sekarang bukanlah lagi masalah bagi duniamu atau dunia laut. Ini menyangkut dunia kita."

Vulko mendekati mereka, "Benar kata Boni. Jika kita tidak menghentikan Odessys sekarang, dunia akan hancur. Ia sedang mengumpulkan aliansi dari kerajaan-kerajaan lain. Jika ia berhasil mengumpulkan paling tidak 4 dari 7 kerajaan, maka ia akan dianggap sebagai Master of Seven Seas."

"Dan kalau itu sampai terjadi, tidak akan ada orang yang bisa mengalahkan Odessys." Tambah Boni, berusaha untuk meyakinkan Arthur. Meyakinkan Arthur akan kelangsungan negerinya. Kelangsungan dua negerinya.

Arthur tampak berpikir beberapa saat. Kemudian ia mengambil keputusan untuk pergi ke tempat yang paling ingin ia jauhi sejak ia tahu kematian ibunya. "Bawa aku pergi ke Atlantis."

Vulko memandang Arthur dan berkata, "Kalian akan menyusup ke Atlantis diam-diam. Kita akan bertemu di dasar laut diam-diam.."

Kemudian Vulko memandang Boni dan berkata, "Kau tahu tempat yang kumaksud. Kita akan bertemu di sana nanti." Ia mundur, dan memandang Arthur dan Boni, "Aku akan memperlihatkan sesuatu pada kalian."

Tanpa mengucapkan kata lain, Vulko berbalik dan masuk ke dalam air. Meninggalkan Arthur dan Boni berdua. Boni melihat Arthur dan berkata, "Welcome to Atlantis Tour." Sebuah senyum tersungging di wajah Boni.

Copyright © 2018 by Clementine Brown

THE ATLANTIANS - The Return of Arthur LightWhere stories live. Discover now