"Aku, Aku melihatmu memenggal kepalaku. Darah merembes kemana-mana, aku takut Damirn..."

Damirn terkekeh.

"Aku? Kenapa aku sampai ada dalam mimpimu? Dan, kenapa pula aku memenggal kepalamu..."

"Aku tidak tau!" Yehana mendesak Damirn untuk percaya padanya.

"Baiklah... baiklah... mimpimu itu memang terdengar mengerikan, tapi disini kita hidup di dunia nyata Yehana, bukan di alam mimpi. Kau tak mungkin mati, meski disana aku memenggal kepalamu sampai ratusan kali" ucap Damirn yang terdengar menenangkan, namun di satu sisi juga terdengar menakutkan.

"Tapi aku takut... Mimpi itu, mungkin datang dari tempat ini" ucap Yehana

"Jadi, kau mau kita pindah?" tanya Damirn, ia menatap Yehana dengan ekspresi dinginnya.

"B-bolehkah?"

"Tentu saja..., aku punya sebuah Appartment di tengah Kota. Kalau kau mau, mari kesana. Lagipula, aku juga sudah bosan disini" jawab Damirn.

Yehana tersenyum senang,

"Kau baik sekali... terimakasih Damirn" Yehana memeluk tubuh tinggi Damirn begitu saja, yang tindakan itu membuat Damirn sedikit terkejut. Namun hanya sekilas, dengan cepat pria dengan umur 28 tahun itu mengubah ekspresinya kembali.

"Kita bisa berangkat sekarang. Tapi ingat, kau harus bersedia ku bius terlebih sahulu"

Yehana melepaskan pelukannya, "Baiklaaaaaah" jawab Yehana semangat.

♥♥♥

Yehana mengerjapkan matanya, dahi gadis itu mengernyit karena kepalanya sangat terasa pusing. Sambil memegangi kepala, Yehana turun dari ranjang besar dengan sprei berwarna biru dongker.

Matanya menyapu isi ruangan, tempatnya berada sekarang sangat berbeda dengan ruangan misterius yang sempat ia tinggali kemarin.

Yehana perlahan berjalan menuju balkon. Menatap keluar, matanya takjub melihat hamparan gedung yang tampak kecil di matanya. Yehana lalu menatap ke bawah, dan segera gadis itu kehilangan keseimbangan, karena phobia ketinggian miliknya.

"Hati-hati..." Damirn menyambut tubuh kecil Yehana.

"D-Damirn..., kita di lantai berapa?"

Damirn mengiring tubuh Yehana menuju ranjang. "Lantai delapan" jawab Damirn sambil mendudukkan tubuh kecil Yehana di tepian ranjang.

"Kenapa tinggi sekali? A-apa kau tidak punya Appartment lain?"

Damirn menoleh Yehana tajam, mata laki-laki itu berkilat. Seolah muak akan permintaan Yehana.

"Tidak ada"

"O-oh..., baiklah" Yehana menggigit bibir bawahnya.

"Kenapa?" tanya Damirn.

"Tidak, a-aku hanya phobia ketinggian" jelas Yehana.


Damirn tersenyum tipis.

"Kalau begitu, jangan lihat ke bawah lagi" ucapnya, Yehana mengangguk. Setelah merasa sedikit tenang, ia mendongak. Menatap kedua bola mata Damirn yang mempertontonkan kehampaan yang begitu dalam.

DAMIRN ✔ (END)Where stories live. Discover now