14 || Murak-Muka Abstrak

2.6K 132 8
                                    

Cahaya menatap intens Leo yang sedang menyetir dengan tangan kirinya yang tidak hentinya menghapus darah yang terus keluar dari hidungnya dengan telapak tangannya. Membuat fokus Leo terhadap jalanan sedikit teralihkan. Baru tiga menit lewat sepuluh sekon yang lalu mereka meninggalkan kafe milik Dona sejak aksi pukul-pukulan itu terjadi.

Saat kalah telak dari Leo dan cahaya yang bagai cukup mampu menampar harga diri mereka dengan amat sangat keras, karena fakta dikalahkan oleh seorang perempuan. Alex langsung menginterupsi para kawanannya untuk pergi dari sekitar daerah kafe milik Dona.

Dan tanpa basa basi Leo langsung melesak masuk ke dalam mobilnya saat Dona yang hendak berlari ke arahnya. Karena Leo tau, pasti akan banyak pertanyaan dan ucapan yang terlontar dari Dona untuk Leo.

Sedang Cahaya hanya bisa berpamitan dengan sopan kepada Dona yang dibalas dengan senyum ramah sebelum ia ikut naik ke dalam mobil milik Leo yang Leo klakson tiada henti bak orang gila.

Ralat. Leo 'kan memang gila. Leo iblis brengsek yang sangat gila.

"Lo kalo mau mati nggak usah ngajak-ngajak! Berhentiin dulu nih mobil."

Mendengar ucapan tajam Cahaya, Leo pun mulai menepikan mobilnya di pinggir jalan. Bukan karena Leo takut pada ucapan Cahaya sehingga dia nurut begitu saja. Tapi karena yang dibilang Cahaya memang ada benarnya juga.

Cahaya menaruh backpack hitam dengan resleting motif siletnya yang semula masih ia pakai ke atas pahanya yang lalu mulai mengambil sesuatu di sana. Lalu menarik kerah kemeja sekolah Leo agar lebih dekat padanya dengan kasar. Membuat Leo yang sedang menggesekkan hidungnya pada lengan seragamnya yang kini penuh noda darah langsung berhenti seketika kemudian menatap Cahaya dengan garang. "Cemen banget sih lo. Baru kena pukul dikit doang langsung mimisan."

Cahaya menekan hidung Leo dengan sapu tangannya. Leo langsung memasang tampang datarnya dengan apa yang dilakukan oleh Cahaya saat ini. "Ngapain lo?" Sinis Leo. 

Cahaya mengabaikan ucapan Leo. "Kayaknya mimisan lo bakalan lama berhentinya. Lo teken dulu nih hidung lo. Gue mau beli obat di apotek seberang atau es batu di warung depan."

Cahaya mungkin saja sudah melepaskan tangan yang sedang memegang hidung Leo dengan sapu tangannya dan keluar dari mobil Leo. Tapi Leo menahan tangan cahaya lalu mengambil alih sapu tangan cahaya.

"Nggak usah." Katanya yang sedikit tidak jelas akibat hidungnya yang ditekan untuk menghentikan pendarahan. Cahaya memutar bola mata malas. Masih untung Cahaya mau nolong. 

"Kenapa lo ikut berantem?" tanya Leo setelah mimisannya berhenti.

"Kalo lo sendiri, emang lo bisa ngadepin tujuh orang sekaligus?!" Sindir Cahaya ketus.

"Bisa lah!" Sahut Leo tak terima.

Cahaya mendecih. "Kalo nggak ada gue tadi, muka lo udah nggak ada bentuk lagi. Tambah abstrak ngalahin wajah datar lo yang ngeselin."

Leo mendelik kemudian mengibaskan tangannya. "Terserahlah."

"Lo mau minta apa sekarang sama gue?" lanjutnya.

"Ha?"

Melihat tatapan Cahaya yang bingung dengan tablo membuat Leo kembali berucap malas. "Berapa yang lo mau?"

Cahaya mengernyit, lalu sedetik kemudian langsung berseru marah. "GUE NGGAK BUTUH UANG LO!"

Leo memejamkan mata sebentar. "Terus mau lo apa?"

Imperfection : Trapped With Troublemakers✓ [Republish+Remake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang