Jungkook menatap benda itu sebentar, kemudian menyambutnya dengan gumaman terimakasih yang terdengar serak dan mengantuk. Ia benar-benar tidak tahu soal kedatangan pengantar paket. Entah Jungkook sedang tertidur pada waktu itu, atau ia hanya tenggelam dalam gempuran skripsi dan game online, hingga tidak lagi mempedulikan apapun.

Ah, omong-omong hari ini sudah tanggal berapa, ya?

Jungkook hampir menutup pintu dan kembali mengurung diri saat ia sadari bahwa tetangga kecilnya masih berdiri dalam posisi yang sama.

"Kau tidak mau pulang? Aku tidak mati, jadi pulanglah."

Sekali lagi Taehyung melirik ke arah dalam, menyimak kepulan asap yang mengudara di meja komputer, milik Jungkook. Menyentak naik tas punggungnya, anak itu mengutarakan isi kepala laiknya anak dua belas tahun pada umumnya. "Jung ssaem bilang, merokok itu tidak baik untuk kesehatan."

Lantas berbalik pulang seakan tidak ada yang terjadi.

.
.
.

[iii]

Hari itu, Taehyung bertengkar hebat dengan ibunya.

Taehyung telah mengatakan bahwa dua minggu yang akan datang, ia memiliki jadwal pertandingan lari yang mesti dihadiri, dan ibu juga sudah berjanji akan datang.

Namun, satu minggu menjelang pertandingan, ibu mengatakan bahwa ia terpaksa melanggar janji sebab urusan pekerjaan yang tidak bisa beliau tinggalkan.

Sesaat kemudian Taehyung berpikir, untuk apa membuat janji jika tidak mampu menepati?

Ayah juga sama saja. Dahulu sebelum ia berangkat untuk tugas negara, beliau berjanji akan kembali dengan selamat dan membuat rencana jalan-jalan akhir tahun yang menyenangkan. Taehyung sudah menulis daftar panjang yang membuatnya larut dalam antusiasme hingga ia kesulitan menutup mata di malam hari.

Sampai waktu dimana Taehyung berdiri di hadapan pohon natal yang telah dihias cantik di samping perapian, detik dimana dirinya menangis di depan lilin ulang tahun yang menyala terang, hingga masa dimana detik-detik perhitungan tahun menjelma menjadi bunyi letusan kembang api yang meletup-letup di udara; Ayah tak pernah datang.

Janji yang pernah dibuat, tak pernah menjadi kenyataan.

Membanting pintu dengan suara gebrakan kuat, Taehyung berlari meninggalkan rumahnya. Biasanya, di saat seperti ini, Park Jimin, pemuda baik hati yang tinggal di ujung lorong, akan dengan senang hati menampungnya sampai pagi. Menjadi telinga dan menghiburnya dengan setoples kukis dan kartun anak-anak favoritnya. Akan tetapi, hari ini pemuda itu tidak berada di apartemennya. Ia pergi bersama teman-teman mahasiswanya dan belum kembali hingga sekarang.

Karena tidak ingin melihat Ibunya, Taehyung memilih berjongkok di tepi lorong, menyender pada dinding dan menenggelamkan wajahnya ke dalam lipatan tangan. Rasanya, malam ini benar-benar dingin. Barangkali faktor cuaca, sebab suara hujan yang menghantam bumi terdengar hingga ke dalam.

"Ternyata benar manusia."

Taehyung terlonjak oleh suara yang datang dari sisi tubuhnya. Mengangkat kepala, penampakan Jungkook serta merta menyambutnya. Pemuda itu membawa kantung plastik dan sebuah payung di tangan yang berbeda. Pada akhirnya orang ini meninggalkan pintunya setelah tiga hari mengurung diri seperti pengangguran.

"Apa yang kau lakukan?" Jungkook menumpu payung miliknya pada permukaan dinding selagi jemarinya sibuk menekan sejumlah nomor sandi. "Hei."

YoursWhere stories live. Discover now