Chapter 16

2.8K 581 137
                                    

Um. H-2?
Siap siap gengs ehehe.
Bantu ramein yaa, patau dabel apdet ;)

-

Agatha masih asik duduk di sofa sementara sepupunya keluar dari kamar mandi sembari mendorong tiang infus. Jemarinya bergerak menekan tombol remote, memindah channel terus menerus sementara tatapannya kosong. Dan sepupunya menyadari itu.

“Ta, lo nontonin televisi atau bikin channel sendiri di dalam otak?” ujar Cecilia sementara berjalan mendekati tempat tidurnya. “Kalau gitu matiin aja televisinya.”

Agatha menolehkan kepala dan membalas malas, “Ya ini kan gue lagi nonton, Cel.”

“Nonton apa nonton lo? Televisi di mana, mata di mana.” Cecilia berdecih kecil, membaringkan tubuhnya dan menarik selimut. Melihat Cecilia yang agak susah menarik selimut dengan tangan kiri, Agatha segera beranjak dari sofa dan membantu sepupunya itu. “Duh, daritadi kek, mbaknya. Sepupu imutnya ini lagi susah malah asik sama remote.”

Semua aja lo protes. Jangan-jangan lo gini juga ke perawat.”

“Ya kan udah bayar.”

Sableng.”

Cecilia hanya tertawa pelan selagi memposisikan tubuhnya agar lebih nyaman. Matanya kemudian menatap Agatha. “Lo lagi mikirin apa sih, Ta? Sejak lo main ke sini juga kayaknya sering banget lo ngelamun.”

I did not,” sanggah Agatha cepat. Namun tentu saja, Cecilia nampaknya bersikeras.

You did, Ta. Lo malah ke kamar gue mulu deh kayaknya daripada Oom Hernandi. Kayak ada yang lo hindarin makanya ke sini. Who are you trying to avoid?

“Sok tahu.”

“Ta, kelakuan lo dari dulu selalu begitu. Jangan anggap gue sepupu lo dari zaman batu kalau yang begini aja gue nggak tahu.”

Sebenarnya, Agatha ingin membantah. Dia bukan lahir di zaman batu. Tapi jelas Cecilia tidak bermaksud mengatakan hal itu secara harfiah. Agatha pun mengerti soal itu. Dan, sepupunya itu memang benar. Mungkin memang dia pula yang terlalu mudah dibaca.

Satu helaan napas lolos dari bibir Agatha selagi duduk di pinggir kasur. “Pusing gue, Cel. Bingung juga harus gimana.”

What’s the problem? Sama Tante dan Oom? Bukannya masalah Radit udah selesai?”

“Bukan masalah Radit, Cel,” jawab Agatha cepat, hanya saja kali ini dia menggeram frustrasi, “nggak berkaitan langsung sama mereka sih. Tapi gue jadi males ke sana karena ada...”

Kalimat Agatha yang terdengar rmenggantung membuat Cecilia mengerutkan kening, sebelah alisnya naik menunggu jawaban. “Karena?”

“Dokternya Papa.”

“Lho, kok? Emang ada masalah apa lo sama dia, Ta? Kenapa gue baru tahu, ya?”

“Gue nggak ada cerita ini ke siapa-siapa, bahkan ke Rena dan yang lainnya. Too stupid to be told.”

No one is perfect, Agatha. Menjadi bodoh itu sudah hukum alamnya manusia.” Cecilia bergerak untuk meluruskan punggung agar bisa berhadapan dengan Agatha. Sepupunya yang satu ini memang paling bisa menyemangati. Namun di sisi lain Agatha merasa semakin bersalah. “Jadi, lo mau cerita? Kalau memang butuh waktu, nggak papa. Tapi jangan jadi gila karena isi pikiran sendiri.”

Agatha menatap Cecilia, tertawa kecil. Dia berusaha mencari kata yang tepat untuk menjelaskan, namun tidak ada yang tepat. Sejak awal memang yang ingin dia jelaskan ini sesuatu yang salah. Tangan Cecilia menggenggam tangannya, seolah membantu menguatkan. Dan dengan kata-kata seadanya, Agatha akhirnya bicara.

Love Sick (✓)Where stories live. Discover now