Chapter 13

2.5K 526 81
                                    

Happy satnight. Ditemenin siapa kalian malam ini?

-

Kepala Agatha terasa sedikit berputar begitu dia membuka mata dan terbangun. Selagi meluruskan punggung dan menyibak selimut yang menutupi tubuh, Agatha diam sesaat, mencoba merenung dan mengingat apa yang terjadi sebelumnya.

“Pagi, Ta. Udah bangun rupanya.”

Suara itu membuat Agatha membelalakkan matanya untuk beberapa detik, sebelum akhirnya dia menepuk dahi. Benar juga, pikirnya. Semalam kan Arka menjemputnya di bar dan membawanya ke apartemennya. Dan setelahnya...

Tunggu. Tunggu. Biar Agatha coba ingat lebih detail lagi. Dia menangis di sini, dan Arka mencoba menghiburnya. Kemudian mereka berpelukan dan...

“Ta?”

“Eh, i-iya?” Agatha mendadak panik. Sebisa mungkin dia tersenyum meski jelas hasilnya terlihat kikuk. Arka bahkan mengernyitkan dahinya.

You okay?” tanya Arka. Rasa heran dan khawatir bercampur di wajahnya. “Udah ngerasa baikan?”

Tidak ingin mempersulit keadaan, Agatha mengangguk kecil dan menjawab dengan kekehan, “Lumayan, Ka. Hanya kepala masih agak pusing.”

“Makan dulu kalau gitu, yuk. Sekalian saya buatin susu sama kasih obat.” Dan tanpa menunggu respon Agatha, Arka sudah melangkahkan kaki kembali ke dapur, dan selama 5 menit tetap melakukan apa yang sebelumnya dia katakan dan kembali dengan segelas susu dan bubur di atas nampan.

Nih, Ta. Dimakan dulu,” kata Arka sembari meletakkan nampan yang dia bawa di meja dekat sofa. Agatha menatap nampan, membuat Arka menambahkan, “Ya, mungkin nggak enak-enak banget sih. Tapi aman kok. Saya udah cicipin sebelum dibawa ke sini.”

Agatha masih mencoba mengumpulkan nyawa-nyawanya yang masih berceceran, memutar otak untuk memikirkan sesuatu untuk tetap positif. Dari sikap Arka padanya, nampaknya tidak ada apapun. Kepalanya menggeleng kecil sebagai tambahan persetujuan bahwa memang tidak ada apa-apa yang terjadi semalam, hanya saja Arka kelihatan salah menangkap artinya.

“Nggak mau kamu makan nih, Ta?” tanyanya, membuat kepala Agatha menoleh cepat ke arah Arka. “Ya, memang saya juga nggak jamin bakal enak sih.”

“Eh, bukan gitu,” sanggah Agatha cepat. Mangkuk berisi bubur itu segera dia ambil dan diletakkan di atas pangkuannya. “Thank you for cooking this to me. Bakal aku habisin kok.”

“Ta, nggak usah di...” Begitu melihat Agatha yang menyuapkan bubur ke dalam mulut, Arka jadi menganga sendiri, seolah Agatha ini salah satu chef killer yang tengah mencicipi masakannya untuk ajang memasak. Kalau itu benar terjadi sih, Arka bisa memprediksi dia dapat urutan pertama untuk masakan terburuk.

Hanya saja Agatha tidak memuntahkan buburnya, malah mengambil beberapa suap berikutnya dan menyantapnya dengan santai. Hanya butuh beberapa menit sampai bubur yang Arka masak sudah habis.

“Enak kok, Ka. Bubur yang kamu buat enak,” komentar Agatha setelah meneguk susu hingga setengahnya. Dan di situlah Arka bisa menghela napas lega.

“Tahu nggak, Ta, aku cuman bisa bikin bubur doang. Bahkan waktu masak di rumah untuk Ibu dan Adrian, malah Adrian nggak mau makan.” Kalau diingat-ingat, sudah beberapa kali Agatha mendengar nama itu, namun cara bercerita Arka membuatnya lebih dulu terbahak sampai tidak memusingkan nama yang tidak dia kenal itu.

“Ya kali sampai segitunya, Ka,” sahut Agatha di tengah kekehannya. “Paling kan masak telur mata sapi atau bikin mi instan bisa.”

“Yang begitu memangnya terhitung bisa masak?” Arka mendesah pasrah, “lagian saya masak telur mata sapi juga ujung-ujungnya jadi telur dadar.”
Semua yang Arka ucapkan membuat Agatha semakin keras tertawa. Astaga, perutnya sakit. Namun di sisi lain tertawa membuatnya merasa tenang. Meski dia tahu keadaannya buruk, tapi bagaimanapun dia membutuhkan ketenangan. Dan obrolannya dengan Arka membawa hal itu.

Love Sick (✓)Where stories live. Discover now