Chapter 11

2.5K 505 93
                                    

Update lagi nih hehe. Seneng nggak seneng nggak?
Betewe bantu ramein komen yakk~ silakan ingatkan kalo ada typo ato kata-kata yang kurang.
Komennya rame aku coba apdet lagi deh *kemudian ditabok, wong cuman repub doang*

-

Begitu sampai di apartemennya, Arka langsung berbaring di sofa, masih dengan kemeja yang dia pakai di rumah sakit. Badannya terasa begitu pegal. Dan, yah, dia sendiri juga terlalu malas untuk berganti pakaian. Rasanya ingin langsung tidur saja. Namun kendati mengantarkan diri pada alam mimpi, dia justru sibuk berkutat dengan ponselnya, menatap layar yang memampangkan satu nama.

A

gatha.

Oke, sekarang biar Arka buat jadi lebih sederhana. Dari obrolan tadi siang, bisa disimpulkan bahwa masalahnya sudah selesai—meski penyelesaiannya sendiri masih buram—dan Agatha berkata dia baik-baik saja. Dan seharusnya dengan itu, Arka tidak perlu menahan diri bila ingin menghubungi Agatha. Tapi dia tidak melakukannya. Tidak bisa semudah itu bicara dan berkata “halo”. Rasanya masih canggung.

Tapi kalau begini terus, tidak bisa, kan?

Pemikirannya sendiri membuat Arka merasa seperti pengecut. Tapi, siapa yang tahu isi hati dan pikiran wanita? Arka selalu payah dalam urusan wanita. Dia tidak bisa menebak, bertindak sok tahu atau merasa semua baik-baik saja. Pengalaman itu guru terbaik. Tapi pengalaman sekarang menghambat dirinya sendiri.

Tinggal telepon. Dia juga bilang dia oke, Arka. Stand up like a man. Arka menghela napas, menimang-nimang sebelum akhirnya ibu jarinya bergerak untuk menekan layar. Tangannya menempelkan ponsel ke telinga, menunggu nada dering. Lucunya, dadanya berdebar, dan debarannya bertambah seiring jawaban yang terdengar dari ujung telepon.

“Halo?”

“Hai, Ta. Sibuk?” Kalimat yang klise, tapi itu lebih baik ketimbang tidak menjawab atau kedengaran gugup.

“Nggak kok.”

“Saya nggak ganggu nih?”

“Kan aku pengangguran.”

Arka langsung tertawa. Kekhawatirannya mulai berkurang. Ini dia Agatha yang biasanya, wanita humoris yang dengan mudah membuatnya tertawa. Ini Agatha yang dia cari. Ini Agatha yang waktu itu dia...

Okay, that is enough. Arka berdeham pelan, mengangkat tubuhnya dan mengubah posisinya untuk duduk, menyandarkan punggung pada sofa. “So what you doing?

“Ngangkat telepon dari Pak Dokter. You?”

“Lagi ngejawab pertanyaan Ibu Penulis.”

Sekali lagi Arka tertawa, namun dia tahu dia tak sendirian, karena suara tawa Agatha di ujung sana pun terdengar. Oh, God. He really misses this. how they laugh to each other through phone and chat. Merasa canggung hanya karena sebuah ciuman jelas sekali terasa menyiksa. Hanya ciuman. Tapi tak bisa Arka pungkiri, ada sedikit rasa bahwa dia tidak menyesali hal itu.

Arka menghela napas, dan nampaknya itu mencuri perhatian Agatha karena dia segera bertanya, “Kenapa, Ka?”

“Nggak papa kok,” balas Arka cepat.

“Capek?”

“Nggak juga kok.”

“Baru pulang kerja, ya?” tanya Agatha lagi, dan Arka jelas saja mengiakan. “Kalau gitu istirahat aja dulu. Lagian sekarang udah malam juga.”

“Baru jam 8. Biasanya jam segini saya malah ada operasi.”

“Justru kalau waktu luang enaknya dipakai buat istirahat, kan?”

Love Sick (✓)Where stories live. Discover now