46. Fakta Menyakitkan

13.3K 1.5K 253
                                    


Ashel balik badan dan berjalan mendekati Fariz.  Ia tidak menyangka jika akhirnya ia justru mendapat kemudahan atas kedatangannya ke rumah sakit. 

Segalanya menjadi mudah jika Allah sudah berkehendak.  Tentu saja, segala urusan ada di genggaman Tuhan.

Fariz mendongak menatap Ashel yang berdiri di hadapannya. Mereka bertukar pandang.

“Aku mau kasih kabar baik buatmu,” celetuk Ashel.

Fariz menaikkan alis.  “Kabar apa?”

“Congrats!  Aku berhasil menjalankan tugas.  Pak Roby bersedia menjual tanahnya ke kamu.”  Ashel tersenyum sangat lebar menunjukkan ekspresi bahagia telah berhasil menjalankan tugas dan berharap suaminya bahagia dengan hasil kerjanya.

Seketika itu, Fariz berdiri lalu sedikit membungkukkan badannya di hadapan Ashel.  Dengan tanpa aba-aba, kedua lengan kokohnya meraih pinggul Ashel dan membopongnya tinggi-tinggi lalu memutar tubuh kecil Ashel sambil tertawa girang.  Inilah ekspresi gembira yang Fariz tunjukkan.

Heh?  Fariz mulai kumat sintingnya.  Kalau biasanya dia bersikap gila di depan umum, sekarang lebih gila lagi.

Posisi wajah Fariz yang sejajar dengan perut Ashel, membuat Ashel menundukkan muka untuk dapat menjangkau tawa lebar suaminya. 

“Mas, hentikan!  Apa-apaan sih ini?  Semua orang pada ngeliatin, tauk!  Turunin aku!” bisik Ashel sambil mencubit lengan Fariz kuat-kuat.  Iris matanya berkeliling menatap orang-orang di sekitar yang menoleh ke arahnya.

Suwer, Ashel malu.

“Biarin!  Aku mau puterin kamu sekali lagi!”  Fariz kekeuh ingin memutar badan Ashel tanpa erduli dengan cubitan kecil yang nantinya pasti akan membuat lengannya memerah.

Kesal dengan tingkah suaminya, Ashel bersuara agak keras, “Pak Bos, turunin aku!”

Fariz malah menjulurkan lidah dan sekali lagi ia memutar tubuh Ashel yang saat itu ada dalam pelukannya.

“Ya ampun, bos gila!”  Ashel enggan menyebut ‘suami gila’, kesannya durhaka.  Kemudian dengan gerakan cepat, kepalanya maju dan menggigit daun telinga Fariz. 

“Aw!”  pekik Fariz kemudian menurunkan Ashel.

Rasain tuh.  Merah deh tuh kuping.  Ashel nyengir melihat Fariz meringis-ringis memegangi daun telinga.

“Ya udah, aku temuin Pak Roby sekarang biar urusan cepet kelar.”

“Eeeh...”  Ashel menarik lengan Fariz.

“Kenapa?”

“Jangan sekarang.  Nanti aja, sekarang waktunya nggak pas.”

Fariz mengerutkan dahi, berpikir.  Namun kemudian mengangguk.

“Oke, deh.  Kalau gitu, sekarang kita pulang?” tanya Fariz.

“Kita?  Kamu sendiri kali.  Kalau mau pulang ya pulang aja, kita kan berlainan arah.”  Ashel melangkah menelusuri koridor.

Fariz mengikuti.  Ashel melirik Fariz yang menjajari langkahnya.  Dasar laki-laki, maunya apa sih?  Giliran perempuan ngambek aja dirayu-rayu, giliran perempuannya baik-baik aja, eh nggak diopeni.

Pikiran tentang Fariz lenyap dan berganti dengan sosok Pak Roby.  Ashel terngiang sikap Pak Roby yang begitu lembut pada istrinya.  Dosen galak yang menjadi dosen terburuk di matanya itu ternyata justru memiliki cinta yang begitu suci pada istrinya.  Lelaki yang dikenal garang di kampus, ternyata sosok yang bijak dan penyayang.  Kegarangannya hanya diperuntukkan kepada anak didiknya demi supaya disegani dan dihormati, demi kewibawaannya di depan umum.  Dia tampak sangat menjunjung tinggi rasa cintanya itu hingga rela mengorbankan harta benda.  Cassingnya galak, tapi hatinya begitu lembut dan mulia pada perempuan.   

MY BOSS IS MY LOVE (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang