40. Kena Skak

12.6K 1.3K 220
                                    


"Kurasa bukan karena di sini makanannya enak-enak yang ngebuat kamu memilih restoran ini," ucap Ashel tiba-tiba, sementara tangannya menyendok makanannya dengan penuh penekanan mengisyaratkan hatinya yang juga penuh penekanan. Ashel tidak kuat lagi menahan kekesalannya. Emosi itu muncul begitu saja. Cemburu? Tentu saja.

"Hm? Apa maksudmu?" tanya Fariz sembari mengunyah.

"Di sini ada momen tertentu yang bikin kamu kepengen sering-sering ke sini, bukan? Bukan makanannya yang bikin kamu ketagihan kesini, tapi kenangan yang terjadi di tempat ini makanya tempat ini jadi tempat favoritmu. Bener atau bener? Jawab!" Ashel mendadak kenyang, perutnya pun jadi begah. Lehernya tercekat saat menelan makanan, entah kenapa kerongkongannya tiba-tiba seperti menyempit, efek gondok nyerangnya ke kerongkongan.

Fariz malah terkekeh. "Kamu tuh ngomong apa, sih? Cukup becandanya. Buruan makan!"

"Males. Udah kenyang." Ashel meletakkan sendok dengan gerakan kesal hingga menimbulkan suara dentingan keras.

"Nah, kumat penyakit ngambeknya. Nggak tau pasalnya apa main ngambek aja. Ayolah!" Fariz berusaha membujuk. Sebenarnya wajah ganteng Fariz terlihat semakin unyu saat melakukan aksi bujuk, apalagi sekarang dia tersenyum sangat manis. Tapi Ashel memilih meneruskan ngambek. Jangan sampai luluh hanya karena menatap senyuman maut Fariz. Bisa-bisa setan pada ngetawain, masak ngambeknya segitu doang. Tambahin dong. Bujukan setan memang dahsyat, dan berhasil.

"Restoran ini adalah tempat kenanganmu. Lain kali, kalau kamu mau ajak istrimu, jangan ke tempat-tempat yang membangunkan memorimu sama kenangan lamamu yang alay dan lebay itu. Carilah tempat lain yang bersih dari kenanganmu. Apa begini caramu untuk mengenang masa indahmu?" Ashel bangkit bangun sembari meraih tasnya.

Kok, Ashel bisa tahu? Pikir Fariz kebingungan. Tapi ia tidak perlu menanyakan apa yang ada di pikirannya ke Ashel, karena akan menambah runyam situasi.

Fariz ikut bangun dan mengejar Ashel. Fariz berhasil meraih pergelangan tangan Ashel dan menggeret wanita itu menuju meja kasir. Ashel memberontak dan menggoyang-goyangkan tangannya berusaha untuk melepaskan diri selama Fariz membayar tagihan.

"Istriku agak manja, minta dipegangin terus," ujar Fariz saat pandangan kasir menatap ke arah tangannya yang bergandengan disituasi yang sulit. Fariz harus membuka dompet dengan satu tangan dan terlihat kepayahan mengerjakan kegiatannya itu.

Selesai dengan urusan kasir, Fariz keluar menggandeng tangan Ashel.

"Jangan ngambek, dong," bujuk Fariz saat mereka sudah berada di dalam mobil.

Ashel memalingkan wajah. Malas berdebat. Sebenarnya hatinya bersorak girang. Gimana enggak, dipegang-pegang terus tangannya sama suami.

"Hei, kamu itu istriku. Cuma kamu yang berhak seratus persen atas diriku. Trus apa lagi yang bikin kamu kesel?"

Aelah, pakai nanya lagi. Ashel membatin semakin kesal.

"Aku Cuma minta satu hal, jangan bawa aku ke tempat-tempat yang membangunkan memorimu akan kenangan masa lalu. Aku nggak suka. Jangan tanya dari mana aku tau kalau restoran itu menyimpan kenanganmu," pinta Ashel manyun.

"Kamu ngomong apa, sih? Kenangan apa?"

"Nggak usah nanya, nanti aku tambah sebel."

"Trus kamu maunya digimanain biar nggak sebel lagi? Dicium? Aku suamimu, kamu istriku. Kita ini satu."

Weeh... mulai ngegombal. Lagi enak-enaknya manyun malah digombalin, luntur deh si bibir manyun, berganti dengan senyum tipis. Ashel deg-degan, baper super plus baper akut. Tapi Ashel berusaha menyembunyikan kebaperannya dengan mengalihkan pandangan. Matanya menatap apa saja, asal jangan muka Fariz yang bikin meleleh. Dedek nggak kuat, Bang.

"Jangan ngambek, ya! Pikiran buruk apapun yang ada di kepalamu, nggak akan mengubah status kita yang jelas suami istri." Fariz meraih pundak Ashel dan membawa ke pelukannya.

Kata-kata Fariz sih sederhana, tapi kok mak jleb di hati, nembus banget. Kalau sudah begini, Ashel jadi luluh. Duuh Fariz pintar sekali membuat hati perempuan meleleh. Mak jleb deh. Ngena banget di jantung. Apa lagi posisi mereka pepet maksimal. Ah, dunia berasa milik berdua, yang lain kartun. Kapan lagi coba dapat ujian seenak ini?

***

Ashel menegakkan punggung saat mobil menuju jalan ke arah pulang ke rumah Fariz.

"Mas, ini kenapa kamu bawa aku ke sini?" wajah Ashel menegang. Dia tidak ingin pulang ke rumah Fariz.

"Iya, bentar. Mama kangen sama kamu, Mama pengen banget ketemu kamu. Temuin Mama! Oke, cantik?" Fariz menyentil dagu Ashel dengan telunjuk jarinya, tatapan matanya aduhai menawan.

Bagaimana bisa Ahsel menolak jika sudah ditatap begitu.

Mobil berhenti di halaman rumah. Mereka disambut riang oleh Fatma begitu masuk ke rumah. Wanita tengah baya itu langsung mengajak Ashel makan. Dan Ashel menyetujui karena memang ia belum kenyang saat makan di restoran tadi. Fariz juga ikut makan.

Usai makan, Fatma mengajak Ashel duduk di ruang santai dan mengobrol.  Betapa besar perhatian Fatma yang tercurah hanya dalam hitungan menit, dari tatapan matanya saja sudah kelihatan kalau Fatma menyayangi Ashel.

“Mama kangen banget sama kamu.  Mama pengen masak berdua lagi.  Nggak ada kamu nggak rame,” cerocos Fatma membuat penat yang menyandar di pundak Ashel lenyap sekejap waktu.  “O ya, jadi kamu lebih suka tinggal di rumahmu ya ketimbang di sini?  Nggak apa-apa.  Nggak jadi soal buat Mama.  Tapi kamu harus pastiin semuanya aman di sana.  Trus apa yang kamu butuhkan?  Perabot rumah tangga?  Kulkas yang berapa pintu?  Atau apa?  Bilang aja.  Nanti biar supir yang angkut barang dari sini ke rumahmu.  Atau kalau perlu beli baru aja.  Gampang itu diatur.”

Ashel tersenyum mendengar tawaran menarik, rasanya seperti kebanjiran hadiah di acara Super Deal

Fariz melirik Ashel yang duduk di sebelahnya.  Sambil tersenyum ia berkata, “Ma, rumah Ashel bukan tempat kredit.  Nggak usah disumbat sama barang-barang begituan.”

“Kamu nggak usah ikut-ikutan nimbrung,” sergah Fatma menatap tajam ke arah Fariz.  “Ngejagain Ashel aja nggak bisa, beraninya unjuk suara.  Diem kamu!”

Ibarat main sepak bola dengan skor 6 : 0 alias kalah telak, begitulah Fariz.  Kata-kata Fatma benar-benar membuatnya membungkam.  Dia sadar selama menjadi suami, sama sekali belum bisa memenuhi kewajibannya.

Bersambung

Next ga nih?

Yang mau up cepet ngacung! 👆

Salam,
Emma Shu

MY BOSS IS MY LOVE (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang