[34] : Inikah akhir mereka?

4K 838 111
                                    

"Aku, anak tunggal Count Lucifer."

Oh, snap! ada yang lebih buruk lagi tidak? menurut Rex ini sudah seperti ketika dia menemani ibunya menonton telenovela. Jalan cerita yang sama, mudah di tebak si A ternyata anak si B, si B ternyata menukar anak nya dengan si C dan seterusnya. Rex tidak akan terkejut bila nanti ada fakta lain bahwa mungkin nenek moyangnya terlibat dalam konspirasi abad ini. Hal-hal tak terduga memang sering terjadi, dan seharusnya mereka sudah tidak terkejut lagi dengan hal itu.

"Gerhana sudah akan dimulai." Vernon menyela, menimbulkan gurat senyum di wajah Master Cedrik pun dengan Dexter.

Sial! Arsen mengepalkan tangannya kuat-kuat berusaha tetap berdiri tegak meski seluruh badannya terasa seperti terbakar dari dalam. Dilihatnya Ken yang tengah mengusap keringat yang mulai bercucuran dari pelipisnya, dia tahu betul panglima nya itu tengah menahan rasa terbakar yang sama. Tidak, tidak boleh sekarang! setidaknya Arsen harus bisa berdiri sebagai dirinya ketika menghadapi kemungkinan terburuk bahwa akan ada perkelahian di sini.

"Aku rasa sudah cukup dongeng yang kalian dengar malam ini," Master Cedrik lalu menarik keluar sebuah pedang berwarna hitam pekat, tidak terlalu panjang memang, pantas saja luput dari perhatian mereka. Pada ujung pegangan terdapat ukiran kepala naga. "Bukankah, pedang ini sangat bagus?" tanya nya, tangan nya mengusap badan pedang yang terlihat berkilat terkena pantulan api dari obor. "Pedang maut yang sempurna."

Jadi seperti itu kah bentuk dari pedang maut? Meski enggan, mereka membenarkan dalam hati bahwa pedang maut tidak lah seseram nama nya, pedang yang terlihat sederhana namun memancarkan aura yang kuat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jadi seperti itu kah bentuk dari pedang maut? Meski enggan, mereka membenarkan dalam hati bahwa pedang maut tidak lah seseram nama nya, pedang yang terlihat sederhana namun memancarkan aura yang kuat. Pedang yang indah, namun sayang pedang itu digunakan untuk sesuatu yang tidak baik nanti nya.

"Pedang itu.." Maxime bergumam di belakang, menarik perhatian mereka termasuk tiga orang yang saling menyinggingkan senyum seolah tahu apa yang tengah dirasakan Maxime sekarang.

"Kau merasakannya, Putera Hades?" tanya Master Cedrik, "kau bisa merasakan kematian dari pedang maut ini, bukan?"

"Apa maksudnya, Max?" tanya Ken pada Maxime.

Maxime mengerjap, menatap pada pedang maut lalu kepada Master Cedrik. "Dia mengambilnya dari sungai Stiks, sungai kebencian yang mengalir di dunia bawah. Tempat ayahku berada."

Master Cedrik menyunggingkan senyum puas, "Salah satu yang terbaik yang pernah Thanatos ciptakan."

"Thanatos?" ada nada terkejut dalam ucapan Maxime, begitupun dengan raut wajahnya yang tak bisa menyembunyika keterkejutan ketika mendengar nama itu.

"Siapa itu Thanatos?" bisik Puteri Irene pada Arsen.

Sebelum Arsen menjawab, Axel sudah lebih dulu mendahuluinya. "Dewa kematian."

"Aku pikir, Hades lah dewa kematian itu." sahut Helena.

"Orang-orang mengira seperti itu." Maxime menimpali, "mengira ayahku adalah dewa kematian, tapi sesungguhnya Thanatos lah dewa kematian. Aku tidak menyangka dia menciptakan pedang tidak berguna seperti itu." kesalnya, mungkin kalau dia bisa pulang hidup-hidup seperti ini, dia akan mengadu kepada ayah nya bahwa Thanatos sudah menciptakan benda yang berbahaya seperti itu.

Constantine #2 : Bangkitnya Illuminati ✔Where stories live. Discover now