[10] : Dua Kutub

4.7K 915 97
                                    

Arsen, berjalan keluar dari ruang makan dengan pikiran campur aduk. Dia datang ke sana, bukan untuk mendapat kejutan seperti ini. Dia, datang ke sana bukan untuk menerima sesuatu yang berada di luar akal pikirannya.

Arsen memukul-mukul keningnya sendiri dengan tangannya sembari berjalan menaiki undakan tangga untuk kembali ke kamar. Di belakangnya, Ken berlari, menyamakan langkahnya dengan Arsen dan langsung menarik lengan Arsen, setengah menyeretnya ke lorong yang sedikit gelap dan dirasanya aman.

"Ada apa, Ken? Aku ingin kembali ke kamar, aku lelah." Arsen sudah akan meninggalkan Ken, ketika tangan Ken kembali menarik lengan Arsen, membuat Arsen terhuyung ke belakang kemudian memilih untuk menyandarkan punggungnya ke dinding.

Mata Ken menyipit dan tajam, Arsen tahu Ken sedang memperhatikannya dalam-dalam, mencari kata yang tepat mungkin. Atau, menunggu sampai Arsen sendiri yang mengatakan pada Ken yang sebenarnya terjadi.

Tapi, bahkan sampai enam puluh detik lewat, keduanya masih diam. Helaan napas Ken memecah keheningan mereka, kedua tangannya terlipat ke dada, Arsen tahu apa yang selanjutnya akan Ken katakan.

"Kau meng-imprint nya, kan?"

Tepat sekali! Sudah Arsen duga, Ken akan mengatakan hal itu.

"Aku tidak sengaja." Jawab Arsen setenang mungkin. Namun mata Ken masih menyipit tajam padanya, membuat Arsen tidak nyaman, seolah perkataan Arsen hanya mengada-ada saja. "Aku serius! Itu terjadi begitu saja!" Arsen bersikeras, karena memang itu yang terjadi, dia tidak tahu bagaimana bisa dia meng-imprint seseorang yang bahkan baru dia temui hari itu.

"Tapi yang kau imprint itu bukan gadis sembarangan!"

"Aku tahu!"

"Dia itu seorang Puteri!"

"Aku tahu!"

"Dan dia akan segera menikah!"

"Aku tahu Ken, aku tahu!" sentak Arsen frustasi, pemuda itu mengusap wajah putih pucatnya kesal. "Kau tahu kan, hal seperti ini tidak bisa dijelaskan dengan akal sehat. Dan ya, kau benar, gadis yang aku imprint bukan gadis sembarangan, sial!" Arsen menendang dinding bata dengan gusar.

Ken menyandarkan punggungnya pada dinding, kedua tangannya terlipat sementara matanya menatap sang pemimpin yang terlihat frustasi, Ken tahu hal seperti ini memang tidak bisa dijelaskan secara mudah, rumit, mereka tidak bisa mengatur siapa yang akan menjadi mate mereka, pasangan sehidup semati mereka nantinya. Dan Arsen, benar-benar dalam masalah.

"Lalu, apa yang akan kau lakukan?" tanya Ken.

"Seperti yang seharusnya, aku akan menjaganya." Jawab Arsen.

"Kau akan memberitahunya?"

Arsen menggeleng, "Aku tidak bisa."

"Kau gila? Kau harus memberitahunya!"

"Dan membuat dia ketakutan?" Arsen mendesah kesal, "Aku tidak bisa. Dengar, biarkan ini jadi rahasia kita berdua, jangan sampai ada yang mengetahuinya, apalagi River." Arsen menepuk pundak Ken, "Istirahatlah." Arsen kemudian meninggalkan Ken, berjalan kembali ke bawah.

Sepertinya dia harus mencari udara segar untuk menjernihkan pikirannnya.

***

River, mengikuti langkah Raja Osfaldo dalam diam, pria di hadapannya itu memiliki punggung yang lebar dan terlihat kokoh. Bahkan meski hanya menatap punggungnya saja, River bisa merasakan aura kepemimpinan dari sang Raja.

Raja Osfaldo berhenti di sebuah pintu ganda, dua orang prajurit yang menjaga di sisi kiri dan kanannya membungkuk hormat, setelah itu membukakan pintu untuk Raja Osfaldo dan juga River.

Constantine #2 : Bangkitnya Illuminati ✔Where stories live. Discover now