[6] : Berlayar

4.6K 962 143
                                    

Sesuai perjanjian kemarin, mereka bertemu kembali saat fajar di dermaga perbatasan Felic. Biasanya di sana banyak berlabuh kapal-kapal nelayan, juga beberapa kapal besar yang digunakan sebagai alat transportasi untuk pergi ke luar Constantine.

Rex menguap lebar-lebar sambil meregangkan badannya, dia masih sangat mengantuk, salahkan Mavis, tetangga sebelah rumah Rex yang mengajaknya begadang nonton pertandingan sepak bola hingga pukul tiga dini hari.

Sementara Axel dan Arsen tengah membicarakan buku yang dibawa Axel, sepertinya karena terlalu lama bergaul dengan Axel membuat Arsen sedikit demi sedikit tertarik dengan buku. Padahal, River yang hampir seumur hidupnya bersama Axel terlihat tidak tertarik sama sekali dengan buku bacaan apapun yang ditunjukan Axel.

“Kenapa dia lama sekali?” gerutu Aro sambil menendang-nendang kerikil dengan sepatu air Jordan pemberian pamannya yang semalam berkunjung ke rumahnya. 

Oh, dan dia  yang dimaksud Aro, tentu saja Maxime. Putera Hades itu belum juga tiba saat fajar sudah mulai naik. Namun, kekesalan Aro hanya bertahan lama saat Ken menunjuk pada Eriol yang sudah siap menukik ke bawah.

Maxime, turun dari punggung Eriol dengan senyum lebar, membuat dua lubang di kedua pipinya terlihat. Maxime menurunkan hoodie abu-abunya, mengusap rambutnya yang masih setengah basah, lalu berjalan menghampiri teman-temannya yang menatapnya jengkel.

“Kau masih bisa tersenyum begitu?” gerutu Aro.

Maxime menurunkan ranselnya yang terlihat besar dan berat, River sedikit mengernyit ngeri menduga-duga apa yang dibawa Maxime di dalam tas ransel hitam besar itu. Mungkin barang-barang penemuan ibunya.

Tapi, seingat River, satu-satunya penemuan milik ibu Maxime yang paling berguna hanyalah meriam yang dulu Maxime gunakan di lembah kematian. Mungkin nanti River akan membongkar isi tas Maxime.

“Maaf, tadi sedikit ada.. drama sebelum pergi.” Jawab Maxime ragu yang langsung membuat teman-temannya menatap aneh pada Maxime karena kata-kata drama sebelum pergi. Tapi, akhirnya mereka paham apa yang Maxime maksud,  Gwyneth.

“Jadi, bagaimana kita bisa menyebrang? Naik Eriol?” Arsen bertanya, sambil melirik hyrdra yang tengah menjilati kaki depannya itu.

Maxime melirik Eriol, lalu menampilkan cengiran penuh rasa bersalah. “Sepertinya, tidak bisa. Eriol tidak akan kuat mengangkut kita bertujuh.”

Sepertinya, Eriol menangkap maksud kata-kata Maxime, karena Eriol berhenti menjilati kakinya, dan mendengking pada Maxime seperti sedang merajuk. Maxime menepuk-nepuk kepala Eriol menenangkan, “Tenang kawan, kami tidak akan memintamu mengangkut kami bertujuh. Aku tidak ingin kau seperti truck yang kelebihan muatan, Erl.” Katanya lembut.

Axel menghela napas, “Jadi, kita naik apa?”

“Kapal?” tanya Rex sambil menunjuk salah satu kapal besar yang sedang berlabuh di dermaga.

Axel terlihat sangsi, “Sebenarnya, tidak ada kapal yang mau mendekat ke dermaga Ignorend. Yah, daerah itu dianggap berbahaya untuk kita yang bukan manusia seutuhnya.”

“Kata-katamu terlalu kejam, Axel. Bukan manusia seutuhnya, memangnya kita ini spesies apa?” River menyikut Axel kesal.

Sementara Axel hanya membalas dengan dengusan kasar sembari mengusap rusuknya yang disikut dengan cukup sadis oleh River.

“Sudah bertengkarnya?” sindir Arsen, kemudian dia mencangklong tasnya. Berjalan menuju kepada seorang pria yang tengah menarik sauh sambil menghisap ceritunya.

“Hei! Kau mau kemana?” tanya Ken setengah berteriak karena Arsen sudah cukup jauh dari mereka. Namun, Arsen hanya membalas dengan lambaian tangan. Ken melempar pandang pada teman-temannya, kemudian mereka bergegas menyusul Arsen yang sudah berbincang dengan pria itu.

Constantine #2 : Bangkitnya Illuminati ✔Where stories live. Discover now