[28] : Potongan Peta dalam Mantel Cokelat

3.7K 775 28
                                    

"Kami percayakan ini padamu, Rex." Arsen menyerahkan kantung kain berisi dua suntikan yang sudah diisi dengan air rebusan datura. Sampai pagi ini, Arsen masih menyimpannya. Namun setelah berdiskusi dengan Ken semalam mereka memutuskan harus ada membantu mereka. Ya, tentu saja. Mereka, kan tidak mungkin bisa menyuntikan obat bius itu ke tubuh mereka ketika mereka sendiri mungkin sedang berperang dengan si buas di dalam tubuh mereka.

"Kenapa aku?" tanya Rex. Bukan dia tidak suka, atau ingin menolak. Namun, dia tidak yakin bisa melakukannya, dia memang anak dewa perang yang seharusnya tidak takut apapun, yah begitu yang dia pikirkan tentang semua anak dewa perang, pantang takut dengan apapun. Hanya saja, kali ini dia takut, dia tidak mengerti harus menyuntikan obat bius itu di bagian mana, dia tidak mau nanti mengacaukan semuanya, atau yang lebih parah kalau dia salah menyuntik dititik yang tidak tepat dan akan berimbas pada dua temannya itu.

"Karena kami percaya padamu." Ken menjawab mantap sambil menepuk bahu Rex.

Rex menghela napas, "Ini membebaniku, kalian tahu." ucap Rex jujur, "Aku takut mengacaukannya."

Rex yang semula menunduk mendadak mendongak menatap Arsen saat tangan pemuda itu mengusap rambut-sedikit mengacaknya gemas. "Kau tidak akan mengacaukannya, karena itu kami percaya padamu. Anak dewa Ares tidak mungkin mengecewakan." kata Arsen sembari tersenyum, mata kecilnya menyipit ketika senyumnya merekah. Rex baru menyadarinya, betapa Arsen terlihat lebih hangat dibanding dulu saat mereka pertama kali bertemu, saat Asen dan Ken baru saja datang ke Constantine. Selama itukah mereka sudah saling mengenal? hingga ia bisa merasakan perubahan pada salah satu temannya ini?

"Tidak perlu cemas, semua akan baik-baik saja." Ken menimpali.

Ah, kenapa dua half werewolf ini terasa lebih bijaksana dan terlihat lebih dewasa, jika dibandingkan dengan Aro. Ya, maaf saja kalau Rex membandingkan mereka dengan Aro. Pasalnya, Aro sang putera Zeus pemimpin olimpus itu, yang seharusnya puteranya sedikit saja mempunyai sikap sebagai seorang pemimpin itu tidak terlalu terlihat bijaksana dan dewasa di matanya.

Ketiganya menolehkan kepala ke belakang, ketika mendengar suara pintu terbuka. Sosok Puteri Irene keluar dari kamarnya. Wajahnya terlihat lebih bercahaya, rambutnya masih basah sehabis mandi pagi. Oh, mungkin karena itu Puteri Irene terlihat lebih bersinar pagi ini, dia baru selesai mandi. Tapi sepertinya bagi Arsen, sang Puteri selalu terlihat menawan.

"Rex, ayo aku tunjukan bagian mana yang harus kau suntikan nanti." Ken langsung menarik rex dalam rangkulannya, sementara yang dirangkul hanya mengerjap, sempat menoleh ke belakang masih memperhatikan Puteri Irene yang berjalan ke arah Arsen. Sebelum ia dan Ken menghilang di belokan masuk ke kamarnya.

Rasanya, helaan napas Arsen cukup menggambarkan bagaimana ia sesungguhnya sedang tidak menginginkan situasi seperti ini. Maksudnya, situasi berduaan saja dengan sang Puteri meski dia sudah agak lama berhasil mengontrol debaran jantungnya setiap kali melihat gadis yang seharusnya menjadi belahan jiwanya itu. Belahan jiwa, Arsen bahkan tidak ingin memikirkan kata-kata itu, terlalu lancang.

"Apa itu akan berhasil?" pertanyaan dari Puteri Irene membuat Arsen memutar badan, menatap  sang Puteri yang berdiri di hadapannya. "Dua hari lagi gerhana bulan, apa semua akan baik-baik saja? kau...," rasanya kata-kata yang akan ia tanyakan tersangkut di tenggorokannya.

"Aku akan baik-baik saja. Kalau itu yang ingin kau tanyakan, Irene."

Benar, dia akan baik-baik saja, Irene. Sebaiknya kau mengkhawatirkan perasaanmu sendiri saja.

***

Sudah berapa lama River tidak menemani Axel ke perpustakaan? River mulai menghitung, rasanya lama sekali. Dulu, dia sering sekali menemani Axel ke perpustakaan saat mereka pulang ke Constanta Village, meski River hanya akan berakhir dengan tidur di bangku pojok perpustakaan dan akan bangun saat Axel sudah menyuruhnya untuk bangun, saat matahari terbenam.

Constantine #2 : Bangkitnya Illuminati ✔Where stories live. Discover now