❤ 14. Heartbeat

19.5K 3.3K 187
                                    

Cukup sepi, hanya terdengar denting perkakas makan yang saling bergesekan. Yoongi beserta ayahnya dan Gaeun. Saat ini sedang makan bersama.

Sejak awal duduk hingga makanannya hampir habis, Yoongi hanya diam tak ikut dalam percakapan dua sejoli di hadapannya saat ini.

"Bagaimana nilaimu? Ku dengar dari wali kelasmu, nilaimu sangat meningkat."

Yoongi menganggukkan kepalanya, "Kebetulan saja."

"Itu karena kau memang dari dulu pintar, sepertiku." Joongi mengambil gelas lalu meminumnya.

"Tidak," Yoongi melirik Ayahnya, "Aku pintar karena seperti ibu."

Mendengarkan kata ibu dari mulut Yoongi, raut wajah Gaeun menjadi sedikit murung.

"Mana mungkin, jika ibumu pintar. Ia tak akan mengakhiri hidupnya seperti itu." Ujar Joongi sembari menyapu mulutnya dengan tisu.

Yoongi tersentak.

Diletakannya alat makan di atas piring kemudian menatap Ayahnya deengan serius.

"Kau boleh membencinya. Tapi, pantaskah membenci orang yang sudah meninggal? Lagi pula, semua kebodohannya berasal dari siapa awal mulanya." Sindir Yoongi.

Dalam diri Yoongi, mendengarkan kalimat benci dari Ayahnya itu hal yang biasa. Namun, kalau sudah menyangkut soal si Ibu. Bagai membangunkan macan yang tertidur. Tiada ampun.

"Min Yoongi!" bentak Joongi menyerukan nama anaknya itu.

Gaeun yang merasa di tengah-tengah pertengkaran anak dan ayah itu pun, mencoba menenangkan salah satunya.

"Tenanglah, sabar. Ia hanya bicara saja." ucapnya seraya menepuk punggung tangan Joongi yang sudah mengepal saat ini.

Yoongi bangkit dari kursi dan menatap ayahnya.
"Lebih bodoh mana, yang mau menikahi sahabat mantan istrinya sendiri? Cinta memang membuatmu bodoh, Ayah."

Kemudian Yoongi membungkukkan tubuh dan meninggalkan ruang makan. Walau entah beberapa kali Ayahnya memanggil-manggil namanya. Namun Yoongi tak mempedulikannya, dan malah meraih mantelnya beserta mengambil kunci yang memggantung di samping pintu.

Daripada menjadi pertengkaran tak berujung, Yoongi memilih keluar dari rumah. Walau untuk sekedar menenangkan hati dan pikirannya, intinya ia harus menjernihkan pikirannya.

Jika dulu, setiap Yoongi ada masalah. Ia pasti mencari pelarian, dan biasanya ia akan ke bar milik Namjoon, atau merokok dan minum di sana. Namun sekarang, Yoongi benar-benar sudah menjauh dari hal itu, karena ia tahu dimana ia akan berlari untuk melampiaskan kekesalannya.

Bagaikan parasit dan inangnya, Yoongi seperti sudah bergantung kepada satu orang. Dan itu adalah Lee Hyera.

🖤

Yoongi sudah menunggu di taman bermain dekat rumah Hyera sekarang. Sembari duduk di atas jungkat-jungkit dengan meminum susu cokelat kegemarannya itu.

Tak lama sekian menit telah menunggu, Hyera pun datang dengan mantel cokelatnya.

"Ada apa menyuruh bertemu malam begini?" tanya Hyera saat setelah mendaratkan pantatnya di kursi.

Yoongi menghela napasnya, dan membuang kotak susunya yang sudah kosong ke tempat sampah.
"Pesanmu, kalau aku mempunya suatu masalah tidak boleh melampiaskannya ke hal yang buruk."

"Memang."

"Maka dari itu, aku kesini. Mau bercerita denganmu." Yoongi mengulurkan kotak susu strawberry ke pada Hyera.

Hyera menyunggingkan senyum tipis, "Good choice." Lalu menusukan sedotan di kotak tersebut kemudian meminumnya.

"Aku habis bertengkar dengan ayahku."

Yoongi menundukkan kepalanya, menatap kedua sepatunya yang kotor karena noda tanah.

"Karena apa?" tanya Hyera.

"Sebelumnya, aku mau membuka suatu fakta. Mohon kau simak dengan baik."

Sembari mengambil napas dalam, dan mencoba menyiapkan mentalnya. Karena cerita ini akan membuat luka lama Yoongi terbuka kembali.

"Ibuku adalah wanita cantik, baik dan juga cerdas. Ia mempunyai nama yang sama denganmu, Joo Hyera. Maka dari itu, awal kaj muncul di depanku. Aku sangat muak dan tidak pernah mau mengucapkan namamu."

"Aku hidup di keluarga yang bahagia kala itu. Ayahku, Ibuku dan aku. Namun ketika ayahku berubah menjadi gila kerja, ibuku kesepian. Walau pun aku juga merasa kesepian pula."

"Ayahku seperti menelantarkan keluarga kecilnya, lalu Ibuku mencari sebuah pelampiasan. Ibuku melakukan sebuah kesalahan. Ayahku menilai ibuku yang salah dengan semua ini, menilai bahwa tiada kesetiaan lagi. Padahal kesetiaan ibuku telah habis di uji kesabaran dan kesepian oleh orang yang ia cintai."

"Lalu mereka memilih tak berpisah, karena diriku. Namun ayahku bertindak kejam kepada ibuku. Memaki tak ada habisnya sampai ibuku depresi membenci dirinya sendiri. Sampai akhir hayatnya, ia meninggal dengan menyedihkan di dalam bathtub yang terisi air penuh."

Yoongi menahan air matanya, nada bicaranya kian bergetar. Namun, ia tetap melanjutkan ceritanya.

"Setelah beberapa tahun meninggalnya ibuku, ayahku menemukan penggantinya. Ia adalah sahabat ibuku sendiri. Bahkan ia sudah dianggap seperti adiknya sendiri oleh ibuku. Aku bertengkar dengan ayahku, karena ayahku masih membenci ibuku."

"Begitu rupanya.."
"Maafkan kalau namaku mengingatkanmu tentang ibumu." Ucap Hyera.

Yoongi menghusap ujung matanya, menghilangkan kumpulan air mata yang sebentar lagi akan pecah.

"Tidak apa-apa sudah berlalu."

Hyera mengukir senyum.
"Apa kah kah tahu, bahwa kau dan ayahmu hampir sama. Kau melampiaskan amarahmu terhadap ayahmu dengan menyiksa diri. Sedangkan ayahmu melampiaskan amarah terhadap ibumu dengan membenci."

Tangannya melempar kotak susu kosong ke tempat sampah "Maafkan jika aku mengomentari begini. Lalu kau bertemu denganku, kau melampiaskan semuanya kepadaku. Tanpa kau sadari, kau melupakan sedikit sakit hati mu. Sama seperti ayahmu, yang menemukan pengganti ibumu."

Mendengar ungkapan Hyera, Yoongi memilih duduk diam dan sibuk mencerna segala ucapan Hyera barusan.

"Kupikir memang kau ada betulnya." Yoongi mendongak, menatap Hyera kemudian menyunggingkan senyumannya.

"Aku tahu, ucapan yang dari mulutku itu betul semua." Hyera tertawa.

Yoongi mendecih, "Sombong sekali."

"Ahh, aku senang kalau kau begini. Kau mulai terbuka dan menjauhi pergaulanmu yang sedikit melenceng itu." Hyera mendongak sembari tersenyum menatap langit.

"Aku sudah bilang kepadamu kan, aku memang bukan laki-laki baik untukmu. Tapi aku bisa berubah menjadi baik untukmu."

Hyera merendahkan kepalanya, dan menoleh. Kemudian ia dan Yoongi saling bertatapan lama. Hening dan semakin hening, hanya ada suara dahan pohon yang bersinggungan dengan angin.

"Entah sejak kapan menatap teman sendiri, jantung jadi menggebu. Kalau bukan ada rasa, apa lagi?"

TBC

Lagi rajin wkwkwk

-Ci Sekar♡

Sweet Bad Boy - Min Yoongi [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now