3. MUSIC

323 58 11
                                    

Setelah Kevin makan di kantin, ia berniat untuk ke kelasnya. Sekarang, Kevin hanya berharap kelasnya sedang free. Ia tidak mau kena hukum lagi. Tapi, bukan berarti ia sudah tobat dengan kelakuannya.

Suara riuh dari kelasnya terdengar saat Kevin memasuki kelas. Ternyata harapannya terkabulkan.

“Heh! Pak presiden! Enak ya dateng jam segini” protes Ari, teman sebangkunya.

“Enak ndasmu!” kata  malas. Cowok itu segera meletakkan tasnya di meja lalu menggunakan benda itu sebagai bantalnya.

“Kenapa gak pake seragam? Oh iya lupa, lo kan bandel.” Ari menepuk jidatnya sendiri. Sebenarnya sudah beratus-ratus kali Ari menanyakan hal seperti tadi pada Kevin, dan berujung Ari yang menjawabnya sendiri. Kevin hanya diam mengabaikan temannya yang absurd itu.

“Bau keringet!” Ari kembali berujar dengan tangan menutup hidungnya, seolah-olah tubuh Kevin sangatlah bau melebihi bunga raflesia.

“Lo bisa diem gak sih? Sekali lagi lo ngomong, gue robek bibir lo!” kesal Kevin yang membuat Ari menutup mulutnya dengan kedua tangan.

”Lagian lo bau!” ucap Ari lagi dan segera pergi dari samping Kevin.

Kevin hanya mendengku kasar dan mulai memejamkan matanya. Teman sebangkunya itu sangat berisik dan selalu buat kesal. Apalagi kalau—

“Selamat pagi anak-anak!” Suara guru kesenian Kevin terdengar, membuat siswa-siswi duduk ke tempatnya masing-masing termasuk Ari.

“Baru pengin minjam kaca ke Shasa, main masuk aja tuh guru!” bisik Ari yang terdengar seperti teriakan. Apalagi suaranya yang melengking itu, membuat Kevin ingin menebas kepala Ari. Biar saja Ari tidak punya kepala! Lagi pula memiliki kepala pun hanya membuat orang kesal karena mulutnya!

“Ibu akan memperkenalkan guru kesenian baru untuk kalian. Beliau akan mengajari kalian di bidang musik” ucap Lia sambil merangkul seorang guru di sampingnya.

Kevin?

Cowok itu sudah tertidur tenang walau masih bisa mendengar sedikit suara Lia.

“Silahkan Bu, memperkenalkan diri,” pinta Lia. Guru itu mengangguk dan tersenyum pada semua siswa yang malah disambut oleh suara siulan.

“Perkenalkan, nama saya Narana Clanton. Saya akan mengajari kalian di bidang musik . Salam kenal, ada yang perlu ditanyakan?” tanya Nara. Serempak hampir semua siswa mengangkat tangan.

“Gue dulu elah!”

“Apaan sih, gue dulu yang angkat tangan tadi!”

“Gak usah ngaku-ngaku lo! Gue duluan juga!”

“Lo yang ngaku-ngaku Ompong!”

“Bukan gue tapi lo!”

“Sssttt! Bisa diam tidak kalian ini?! Satu-satu kalau mau bertanya! Kasian Bu Nara kewalahan,” teriak Lia yang tidak dihiraukan oleh para siswa. Termasuk Kevin, bagaimana tidak, karena ia tertidur. Bahkan sepertinya cowok itu tidak merasa terusik sama sekali dengan suara bising di kelasnya.

“Diam semua!”

HEBAT! Hanya dua kata yang keluar dari mulut Nara, semua siswa terdiam, memperhatikan guru itu berbicara.

“Satu-satu dulu kalau ingin bertanya.”

“Saya bu!” Sang ketua kelas, Rio, mengangkat tangan.

“Ya?” Nara melangkah satu kali ke arah Rio duduk.

“Nomor hape ibu berapa? Instagram? Line? Pokoknya semua media sosial Ibu, kasih tau saya.” Rio tersenyum puas.

“Ah! Media sosial ya?” Nara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Rio adalah orang kesekian kalinya yang bertanya akun sosial medianya.

“Saya nggak punya media sosial, maaf.” Nara tersenyum kikuk. Baik Rio atau siswa yang lain pun mendesah kecewa.

“Kenapa nggak punya Bu?” tanya siswa yang lain.

“Saya memang ansos, gak suka keramaian.”

“Bu! Ibu bule?” tanya Ari dengan suara melengking nya.

Nara tertawa kecil, lantas menjawab pertanyaan Ari, "Papa saya kewarganegaraan Inggris, Mama saya Indonesia," jelasnya sembari tersenyum simpul.

“Terus ibu kewarganegaraan apa?” tanya Ari lagi.

“Indonesia.” Nara kembali tersenyum, membuat para siswa berteriak seperti....

Ngidam apa emaknya? Bisa ngelahirin anak secantik bu Nara?

Itu senyuman atau gula? Manis banget!

Eh, eh, bu Nara senyum ke gue!” Kalau yang ini tingkat kepedean nya sudah kelewat batas. Sudah jelas kalau Nara tersenyum pada Ari, malah siswa tadi yang kegeeran.

“Hei! Kenapa kalian nggak pernah tanya-tanya kaya gini ke saya?” protes Lia yang merasa iri, padahal Lia dan Nara hanya beda 2 tahun, tapi kenapa anak muridnya ini tidak memperlakukan dirinya seperti Nara?

“Ibu mah beda atuh! Ibaratnya kaya nokia jadul sama iPhone,” ucap Rio yang membuat semua murid tertawa.

“Kurang asem ya kalian!” geram Lia melengos.

“Sudah ya, jangan semakin buat Bu Lia marah,” ucap Nara menyudahi hinaan yang dilontarkan siswa-siswi. Nara harus bersabar menghadapi anak-anak seperti ini, masalahnya, apa dia sanggup? Nara adalah orang yang sedikit pemarah, moody, dan tegas. Namun diawal perkenalan, Nara ingin semua siswa tahu bahwa sebenarnya ia baik jika mereka berlaku baik padanya.

“Dengar tuh! Ya sudah, sekarang buka buku paketnya halam—HEH! ITU SIAPA YANG TIDUR DI KELAS SAYA?!” teriak Lia yang membuat Ari menggoyangkan lengan Kevin, bermaksud membangunkan pemuda itu.

“Vin, bangun coy! Bu Lia marah itu!” Ari terus saja menggoyangkan lengan Kevin hingga sang pemilik lengan bangun. Namun usahanya tidak membuahkan hasil.

Lia yang sudah kesal, menghampiri meja Ari dan Kevin. Tidak lupa penggaris panjang berukuran 100 senti.

TAK!

“Eh copot Mama ganteng!”

©©©©©©©©©©©©©©©©©©©©©

To be continue...

Like and  comment gays!

Can you appreciate our work with your vote and comments?

Music From Badboy✓Where stories live. Discover now