34. Paket Komplit

2.4K 103 1
                                    

Hallo reades!
Voment and add juga ke reading list kalian ya!
Happy reading!

******

Dugaan gue memang benar, kalau gue juga akan terbawa ke dalam ruang BK. Sekarang, gue sedang berada di dalam ruang BK, berhadapan dengan Pak Komar. Gue memang tak sendiri, ada Fahrul dan juga Dito yang duduk di sebelah gue, tapi tetap aja rasanya gugup dan takut.

Berbeda dengan Fahrul. Dia nampak biasa saja, tak ada raut wajah khawatir atau pun takut, leumpeung aja kayak jalan tol. Gak aneh sih, emang dia hobynya keluar masuk ruang BK. Badan gue gemetaran ketika Pak Komar menatap gue, tatapan yang seakan-akan dia akan membunuh gue.

"Bapak jangan natap pacar saya kayak gituh dong. Bapak mau sama pacar saya? Tapi, sorry saya gak akan ngasih," ujar Fahrul.

Kening gue mengkerut. Apa-apaan coba dia ngomong kayak gituh? Dia mau kalau hukuman yang Pak Komar kasih lebih berat. Gila aja dia.

"Sembarangan kalau ngomong. Mau saya tambahin hukumannya?" ucap Pak Komar.

"Hehe, jangan deh Pak," kata Fahrul sambil cengengesan.

"Ya udah, kalian semua keluar. Jangn lupa pulang sekolah kalian bersihin Taman yang ada di belakang sekolah!" titah Pak Komar.

"Oke Pak bos!" ujar Fahrul sambil tangan yang membentuk hormat ala polisi.

Pak Komar hanya geleng-geleng kepala sambil memijat keningnya. Emang Fahrul itu hoby bikin guru pusing. Seakan itu adalah kewajiban dalam hidupnya.

Tiba di depan ruang BK, Dito menahan gue sama Fahrul untuk tidak langsung pergi. Awalnya Fahrul menolak dan bersikukuh untuk pergi, namun gue memaksa Fahrul untuk mendengar apa yang akan dibicarakan Dito, karena rasa penasaran gue gak bisa dilawan.

"Mau ngomongin apa lagi sih?" tanya Fahrul dengan nada bicara yang sedikit malas.

"Urusan kita belum selesai sebelum semuanya terbukti kalau Shakira gak salah," ujar Dito.

Fahrul menghela napas panjang. Sepertinya dia sudah prustasi dengan semua kelakuan Dito dan juga Livya. "Hadeuh, terserah lo aja deh. Yang jelas Shakira gak salah," balas Fahrul sambil mengusap wajahnya dengan kedua tangan dia. "Ayo pergi!" lanjutnya sambil menarik tangan gue untuk pergi dari hadapan Dito.

Tiba di kelas, kami disambut dengan pemandangan yang tidak mengenakan. Semua warga kelas sibuk dengan buku mereka masing-masing. Kayaknya musibah gue akan nambah kali ini juga. Gue berjalan dengan pelan untuk menghamiri Risca yang sedang duduk bersebelahan dengan Irsyad di bangku tempat Fahrul dan Irsyad duduk.

"Kalian ngerjain apa?" tanya gue.

Satu detik, dua detik, tiga detik tak ada jawaban. Gak enak juga dikacangin. "Woi!" panggil gue lagi namun hasilnya sama, nihil.

Kadar kesabaran gue sudah habis. Gue itu lagi pusing, malah dibikin pusing lagi. Dengan cepat gue langsung menarik buku tulis milik Risca dan Irsyad sampai membuat mereka kaget.

"Woi, lo apa-apaan sih, Ra?" teriak Risca.

"Iya. Lo kurang kerjaan amat sih. Ganggu orang aja," sahut Irsyad.

"Ini juga salah kalian. Gue panggil dari tadi gak nyahut-nyahut," ucap gue.

"Tapi gak usah gitu juga kali caranya," kata Risca.

"Bodo amat, yang jelas sekarang gue tanya, kalian ngerjain apa?" tanya gue.

"Biologi. Kerjakan halaman 34-36 yang ada di buku paket. Bu Titin gak bisa masuk, lagi sakit. Kumpulkan hari ini," jelas Irsyad.

Gue melongo. Masalah gue hari ini benar-benar paket komplit. Gue ini lagi males ngapa-ngapain. Apalagi sekarang ngerjain tugas banyak banget, waktunya tinggal dikit, bisa pecah otak gue.

Dengan malas, gue mengambil buku paket beserta buku tulisnya dari dalam tas. Lalu mulai membuka halaman yang ditunjukan Irsyad tadi. Dan hasilnya mengecewakan, tugasnya banyak banget, beranak bercucu lagi. Sejenak gue menghela napas kasar, tapi tetap aja gue kerjain walau sedikit malas karena gue gak mau jadi santapannya Bu Titin minggu depan.

"Aduh rajinnya pacar aku pake ngerjain tugas segala. Palingan si Irsyad bohong bilang dikumpulin padahal kagak. Itu mah akal-akalan dia aja supaya semua orang ngerjain," ujar Fahrul yang tiba-tiba saja duduk di samping gue, tepatnya di bangku Risca.

"Ih diem deh. Mending kamu ngerjain. Dua minggu lagi UN loh," ujar gue berusaha membujuk Fahrul supaya mengerjakan tugas.

"UN gak usah dibikin pusing, bikin santai aja," jawab Fahrul sambil mengacak-acak rambut gue.

"Ih kamu mau sampai gini mulu? Jangan nganggep remeh sama nilai," kata gue sambil nerusin ngerjain soal yang ada dalam buku paket.

"Bukan nganggep remeh. Orang soal UN pilihan ganda semua. Tinggal pilih salah satu aja. Kalau bimbang sama jawabannya tinggal hitung kancing atau kocok ala arisan. Kalau jawabannya bener semua, itu sebuah keberuntungan," cerocos Fahrul panjang lebar sambil mata yang terus tertuju pada tulisan gue.

"Terserah," cibir gue.

Seketika suasana di antara kami hening. Gue yang begitu fokus ngerjain tugas biologi dan Fahrul yang begitu fokus lihatin tulisan gue tanpa berniat sama sekali untuk ngerjain tugas.

"Kumpulin woi tugasnya!" teriak Irsyad.

Tangan gue tiba-tiba gemetaran. Sisa soal yang belum gue kerjain tinggal 3 lagi. Tapi karena gue panik duluan, otak gue tiba-tiba ngeblank.

"Gimana ini? Otak gue ngeblank lagi," gerutu gue.

Fahrul beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan ke bangkunya. Gue bingung dia mau ngapain, akhirnya gue memilih ngalihin tatapan gue ke arah Fahrul.

"Ambilin tas gue!" pinta Fahrul pada Risca.

Risca menurut. Dia pun mengambil tas Fahrul dan diberikan pada Fahrul. Fahrul menerimanya lalu duduk kembali di samping gue. Tanpa gue duga, Fahrul mengeluarkan buku biologinya, baik buku tulis mau pun buku paket dia keluarin. Dia membuka halaman yang berisikan soal tugas yang Bu Titin berikan. Dia mulai membaca soal itu satu persatu lalu menuliskan jawabannya dengan cepat. Belum genap sepuluh menit, dia sudah selesai tanpa kendala sedikit pun. Ajaib.

"Salin aja punya aku!" titahnya sambil memberikan buku tulis miliknya.

"Ini jawabannya bener semua?" tanya gue sedikit ragu.

"Lihat aja sendiri!" balasnya.

Gue meneliti jawaban dia dari nomer satu sampai terkahir. Dan isinya sama semua dengan jawaban milik gue. Gue pun mulai menyalin jawaban yang belum gue isi dari buku Fahrul. Baru kali ini gue merasa kalau pacaran dengan dia ada manfaatnya juga.

"Udah belum, Ra?" tanya Irsyad yang sudah jadi kuncen di meja gue.

"Bentar lagi, sabar kali," jawab gue sambil berusaha mempercepat tulisan gue.

"Keburu diomelin guru piket ini," desak Irsyad.

"Iya udah. Nih," ujar gue sambil memberikan buku tulis biologi gue sama Fahrul ke tangan Irsyad.

"Nah gitu dong," balas Irsyad lalu pergi keluar kelas ditemani oleh Risca.

"Ra!" panggil Fahrul.

"Iya?" jawab gue. Dilihat dari raut wajah Fahrul, sepertinya dia sedang memikirkan hal yang cukup serius.

"Kamu janji ya, kalau suatu saat nanti aku ngelakuin sesuatu yang bikin kamu kecewa, kamu gak akan ninggalin aku dan akan nungguin aku untuk membenarkan kesalahan itu," ucap Fahrul yang membuat gue terperangah kaget.

"Kamu ngomong apaan?" tanya gue penuh curiga.

"Gak apa-apa. Itu cuma perumpamaan aja," jawabnya. "Aku ke toilet dulu," lanjutnya lalu beranjak dari tempat duduk dan meninggalkan gue yang sedang kebingungan.

TBC

Mendekat ke ending nih. Hehehe

BENDAHARA VS BAD BOY 2 [COMPLETED]Where stories live. Discover now