12. Menyebalkan

3.5K 168 8
                                    

Waktu istirahat hari ini, gue cuma bisa diam di kelas, merenungi berbagai masalah yang datang menghampiri gue. Gue sudah muak dengan kehidupan ini, dunia serasa gak adil. Kenapa coba harus gue mulu yang dapat masalah? Kenapa gak si Risca aja? Setiap hari dia kelihatan happy terus, kayak gak ada beban dalam hidupnya. Sedangkan gue selalu dihinggapi masalah, gak ada senang-senangnya gue hidup. Gue bisa tergolong orang kejam nan sadis karena mendoakan sahabat sendiri agar terkena sial. Yang gue harapkan sekarang adalah ada aladin datang dan memberi gue 3 harapan untuk dia kabulkan. Jika aladin benar-benar datang ke hadapan gue, harapan pertama yang akan gue pinta adalah supaya gue diturunkan dari jabatan bendahara. Kedua, jika gue gak diturunkan juga dari jabatan bendahara gue minta supaya seisi kelas menjadi mudah untuk ditagih uang. Ketiga, gue minta supaya Fahrul gak nyebelin lagi.

Ada beberapa masalah yang hinggap dalam diri gue hari ini. Pertama, peralatan kebersihan di kelas gue hilang entah ke mana jadi gue harus beli lagi. Dan masalahnya uang kasnya habis. Ketika gue menagih uang kas ke teman-teman gue, gak ada yang ngasih sama sekali, alasannya sih katanya hari ini bukan jadwalnya bayar kas. Ya memang sih hari ini bukan jadwalnya. Jadwal bayar kas itu hari senin dan sekarang hari kamis. Tapi seharusnya mereka ngerti, ini juga demi kenyamanan kelas.

Masalah yang kedua, gue kena marah sama Bu Wiwin, guru Fisika di kelas gue gara-gara keadaan bangku gue sama bangku Fahrul bising. Gara-garanya sih Fahrul ngajak gue berantem mempermasalahkan pulpen. Katanya Fahrul gak bawa pulpen, niatnya dia mau minjem tapi cara dia salah. Dia merebut pulpen satu-satunya gue yang sedang gue pegang.

Dan masalah yang ketiga, gue gak mau jelasin, males sangat. Gue yakin kok kalian gak akan ngasih solusi cuma bisa ngakak aja. Intinya menyebalkan.

" Ra! " panggil Risca.

" Apa? " sahut gue lalu menghentikan aktifitas corat-coret unfaedah gue.

" Gak mau ke kantin? " tanyanya.

" Enggak ah males. Pergi aja sendiri! "

" Risca! " panggil Irsyad yang tiba-tiba nongol.

" Iya? " sahut Risca.

" Jadi gak ke kantin? " tanya Irsyad.

" Jadilah! " ujar Risca kegirangan.

" Ra, gak mau ikut? Fahrul ada di sana kok!  " tanya Irsyad.

" Enggak. Udah sana pergi, kalian puas-puasin aja pacaran! " ketus gue.

" Yey, sensi amat, " ucap Irsyad.

Gue kembali melanjutkan aktifitas gue untuk mencorat-coret kertas sambil membayangkan kalau yang gue coret itu Fahrul. Sejak pacaran sama dia, gue selalu kena sial. Anehnya, kalau dia sama yang lain gue gak ridha. Sekarang gue benar-benar yakin kalau gue ini dipelet.

" Woi, Ra! "

Teriakan itu benar-benar membuat gue kaget sampai akhirnya gue jatuh dari kursi dan kepala gue terbentur ke meja. Pas gue lihat siapa orang yang berteriak ke arah kuping gue yang masih normal, ternyata dia adalah Rifan, sang wakil bendahara.

" Rifan! Lo ngagetin aja sih, " ujar gue kesal.

" Ah, sorry. Gue gak sengaja, " ucapnya.

" Mau gue bantuin bangun? " lanjutnya.

" Gak usah! " tolak gue.

Gue pun bangun dari posisi konyol gue sambil memegangi pantat gue yang sempat mendarat indah di atas lantai. Gue pun duduk kembali di kursi gue tak lupa juga gue mempersilahkan Rifan duduk di bangku Risca.

" Sakit ya? " tanyanya.

" Ah, lumayan, "

" Sorry, ya! "

" Iya. Ada apa lo tumben banget nyamperin gue? " tanya gue.

" Jadi gini, untuk menuntaskan masalah soal hilangnya semua alat-alat kebersihan di kelas kita. Gue mau bantu lo untuk menyelesaikannya, " jelasnya.

" Hah? Lo serius? " pekik gue kaget.

" Iya. Gue serius, "

" Caranya? "

" Gue akan memberikan pinjaman uang untuk membeli semua peralatan yang hilang, "

" Lo, baik banget sih. Makasih ya! "

" Tapi lo harus balikin uangnya besok! " ujar Rifan.

Gue menganga. Kuping gue gak salah denger kan? Apa jangan-jangan kuping gue rusak gara-gara tadi dengar teriakannya Rifan.

" Lo, tega ya? " ucap gue.

" Gimana, mau gak? Daripada lo dimarahin Bu Wika gara-gara kelas ini berantakan secara kan peralatan kebersihannya hilang dan uang kas kan habis, " jelas Rifan.

" Ada benarnya juga yang dikatakan sama, Rifan, "

Gue menghela napas panjang sebari berpikir sejenak. Bimbang, bingung, dilema itulah yang gue rasakan sekarang. Tapi mau tak mau gue harus nerima tawaran Rifan.

" Iya, gue mau, " ujar gue.

" Ya udah, ini uangnya dan besok lo ganti ya! " ucap Rifan sambil memberikan uang 50 rb.

Gue menerima uang dari Rifan dengan berat hati. Di satu sisi gue ragu, takutnya gue gak ada duit buat gantinya dan sisi lain gue sangat membutuhkannya.

" Makasih! " ucap gue.

" Oke! " ujarnya sambil bergegas pergi.

*****

Pulang sekolah kali ini gue pulang lebih cepat tanpa nunggu siapa pun. Karena gue mau mampir dulu ke tempat alat-alat kebersihan buat beli sapu, lap pel, ember, kemoceng dan lain sebagainya. Soal uang yang dipinjamkan sama Rifan ke gue, tak ada satu orang pun yang tahu kecuali gue, Rifan dan Tuhan. Gue gak berniat cerita sama siapa pun karena takut urusannya makin panjang sepanjang gue mempertahankan dia.

Gue berjalan cepat ke arah tempat parkir sebari ngedumel dalam hati. Hari ini, hari paling menyebalkan bagi kehidupan seorang Shakira. Ternyata jadi seorang bendahara itu gak mudah ya. Gue kira mempunyai jabatan di kelas itu menyenangkan dan akan dianggap terhormat di kelas tapi nyatanya malah bikin hidup jadi absurd.

" Shakira! "

Panggilan itu terpaksa membuat gue menolehkan kepala yang enggan gue tolehkan.

" Mampus, " gumam gue ketika gue lihat Fahrul berdiri tak jauh dari tempat gue berada.

" Mau ke mana? Kok buru-buru amat? " tanyanya.

" Ada urusan penting, " ujar gue.

" Urusan apa? Kok aku gak tahu? "

" Gak semua urusanku harus kamu tahu! "

" Oh, jadi sekarang mau main rahasia-rahasiaan? " ucapnya.

" Bukannya gituh. Tapi aku buru-buru, " ujar gue.

" Ya udah, aku mau ke Livya aja! " ancamnya.

Gue gelagapan, bingung mesti gimana. Kalau gue cerita yang sebenarnya, gue yakin gak akan nyelesaian masalah yang ada malah nambah masalah. Untuk kali ini gue harus merelakan Fahrul untuk menemui Livya yang penting urusan bendahara gue selesai.

" Ya udah, pergi aja sana sama Livya! " ujar gue yang langsung bergegas masuk ke mobil.

" Shakira! "

Fahrul berteriak namun gue menghiraukannya. Tega banget ya gue menelantarkan pacar sendiri.

" Mau pergi sama Livya? Ya udah sana! Tapi lihat aja besok lo gak akan bisa lagi bicara dengan gue, "

*TBC*

Jangan lupa vote+coment
Jangan lupa add to your reading's list or library

Mampir juga ke storyku yang lain

See you the next part

Marhaban ya ramadhan😊

Segini dulu ya, bye!

Oktaviani1501

BENDAHARA VS BAD BOY 2 [COMPLETED]Место, где живут истории. Откройте их для себя