27. Malu-maluin

2.8K 113 3
                                    

Satu hal yang membuat gue gak suka sama Fahrul yaitu, malu-maluin. Kemarin aja, waktu gue pura-pura ngambek di kantin, gue kan maunya digombalin tapi yang ada malah gue digendong di depan sampai ke kelas. Semua pasang mata mengarah ke kami berdua tapi Fahrul terlihat biasa saja sedangkan gue cuma bisa nutupin muka dengan kedua tangan. Romantis memang, tapi ya gituh malu-maluin. Untung saja kemarin semua guru sedang ada rapat dadakan jadi semua insiden itu gak ketahuin sama Pak Komar. Kalau saja ketahuan entah bagaimana hidup gue sekarang.

Hari ini, di jam pertama kelas gue jadwalnya Biologi. Suasana pelajarannya sangat membosankan. Bu Titin yang menjabat sebagai guru Biologi itu terus saja ngoceh tanpa henti. Semua yang dia jelaskan gak ada satu pun yang masuk ke telinga gue. Risca, yang duduk di sebelah gue malah asyik IG-an yang hpnya disimpan di bawah buku. Irsyad, sang ketua kelas yang duduknya di belakang gue asyik menggambar di bagian tengah buku, otomatis Bu Titin ngira dia itu lagi nulis tapi kenyataannya enggak. Sedangkan Fahrul, mata dia sudah mulai layu, mulutnya pun sudah menguap beberapa kali. Secara perlahan Fahrul berjalan ke bangku paling belakang. Gue kira mau pindah duduk karena kebetulan bangku belakang kosong, tapi nyatanya dia malah tiduran di lantai pojok kelas dan mukanya ditutupi sejadah yang tersimpan di kolong meja belakang.

Gue sempat nepuk jidat beberapa kali, malu melihat tinglah laku pacar sendiri. Dia itu emang tampan, cerdas, tajir tapi ya itu satu yang gue gak suka, malu-maluin. Irsyad yang sudah bosan dengan aktifitas menggambarnya langsung nengok ke sampingnya.

"Lah, si Fahrul mana?" tanyanya kaget.

"Tuh!" jawab gue sambil nunjuk ke arah Fahrul.

Irsyad menahan tawanya yang hampir pecah, lalu dia geleng-geleng kepala. Sepertinya Irsyad juga malu punya sahabat macam dia.

"Pacar lo tuh urusin!" ujar Irsyad.

Gue mencubit lengan Irsyad dengan keras sampai dia merintih kesakitan. Lalu dengan cepat Irsyad pun langsung mengelus tangan yang gue cubit dengan tangan yang satunya.

"Masih pacar belum jadi suami," jawab gue.

"Kan harus belajar dari sekarang, siapa tahu nanti setelah lulus SMA, lo langsung nikah," ucap Irsyad.

"Ih, lo ngeselin. Nih rasain!" ucap gue sambil mencubit tangannya bertubi-tubi.

"Sadis lo jadi cewek," lirihnya.

"Ada apa ini ribut-ribut?"

Suara itu sontak membuat kami kaget. Gue melihat ke arah sumber suara, tepatnya di samping gue. Di sana sudah ada Bu Titin yang berdiri dengan muka seramnya. Gue sama Irsyad pun saling tatap. Bingung mesti gimana dan harus jawab apa.

"Fahrul mana?" lanjutnya.

Pertanyaan yang dilontarkan Bu Titin semakin membuat kami bingung. Pertanyaan yang pertama aja belum kejawab masa udah ngasih pertanyaan lagi.

Suasana semakin mencekam, ketika Bu Titin memancarkan aura seramnya. Tatapan mata tajam dan kedua lengan yang disimpan di depan dada. Semua warga kelas ikutan ketakutan, karena bagaimanapun Bu Titin tergolong judes dan galak. Sama seperti masalah-masalah sebelumnya, semua ini terjadi karena Fahrul, dia sumber masalahnya. Gak jadi musuh gak jadi pacar tetap aja biang masalah di hidup gue.

"Itu Bu, di belakang lagi tidur," Irsyad angkat suara.

Bu Titin pun berjalan ke arah di mana Fahrul sekarang lagi tidur. Gue dan Irsyad termasuk juga Risca menatap langkah Bu Titin. Kami semua khawatir kalau Bu Titin akan ngamuk, karena kalau dia ngamuk yang jadi sasarannya semua warga kelas.

Bu Titin melotot ketika dia lihat Fahrul sedang tidur nyenyak dengan sejadah yang menutupi mukanya. Dengan kasar, Bu Titin pun mengambil sejadah itu lalu mukanya semakin marah.

BENDAHARA VS BAD BOY 2 [COMPLETED]Where stories live. Discover now