Jeonghan menghela napas panjang. "Jadi, maksud perkataanmu adalah?"

Lelaki dengan rambut hitam mengkilat itu mencondongkan tubuh ke arahnya, membuat wajahnya yang mungil dan bekas luka cukuran di dekat sudut bibir terlihat jelas oleh Yoon Jeonghan. "Setiap orang memiliki batasan, begitu pula Seungcheol. Suatu saat ia pasti akan meninggalkanmu jika kau tetap seperti ini, kekanakan dan seolah segalanya permainan."

Mendengarkan kalimat yang terlontar dari mulut manis tersebut dengan lancarnya, kedua mata Jeonghan terbelak sempurna.

"I refuse to back off---"

Belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya, Joshua kembali berbicara kali ini ketenangan di dalam suaranya menghilang tidak seperti tadi. "Mungkin saat ini kamu merasa kalian baik-baik saja dan Seungcheol jatuh ke dalam permainanmu lagi, namun kau tahu dia sedang mengevaluasi semuanya sebelum memberi keputusan akhir. Dasar pencundang. Kau."

Kata 'permainan' dan cara Joshua menyebut bahwa segala yang ia lakukan sampai rela kembali ke Korea adalah sebuah permainan membuatnya sakit hati. Tentu saja ia merasa sakit hati. Orang yang tidak mengetahui apa pun tentang dirinya mengatakan ia hanya bermain-main, hanya melihat dari satu sudut pandang, tidak mencoba menjadi dirinya.

Brengsek.

Joshua Hong adalah kebrengsekan yang nyata.

"Astaga!" Jeonghan berseru sambil membanting gelas yang sudah tidak ada isinya ke atas meja kayu dengan kasar. "Biarkan itu menjadi urusanku, brengsek. Aku dapat mengurusnya dan kalau memang ia memilih untuk tidak memilihku pada akhirnya, ambil saja lelaki itu."

Lelaki dengan rambut cokelat yang tidak lebih panjang daripada telinga itu langsung berdiri tanpa mengidahkan tatapan tajam Joshua yang seakan mengatakan bahwa percakapan mereka belum selesai.

"Aku tidak ada waktu meladenin omongan tolol dari mulut tololmu." Jeonghan berujar, pertama kali berbicara kasar sejak ia tiba di Korea lalu memutar arah berjalan menuju pintu yang terletak 5 meja dari tempatnya berdiri.

---x---

Lelaki dengan rambut cokelat yang ia pertahankan sedang duduk bersedekap di sofa sebuah apartemen di kawasan Itaewon yang sering ia datangi dalam kurun waktu beberapa minggu.

Ia menyandarkan kepala diatas lutut, memandangi laki-laki dengan rambut hitam yang sedang terlibat diskusi melalui ponsel dengan seseorang bernama Joshua.

Sebenarnya, hari ini ia berniat untuk menghabiskan akhir pekan dengan lelaki yang masih sibuk mengoceh panjang namun saat nama Joshua Hong muncul di layar ponsel, ia tahu bahwa rencana Netflix and Chill mereka harus tertunda.

Omong-omong soal Joshua, Seungcheol pernah beberapa kali mengajaknya untuk makan siang bersama dengan Joshua Hong dan setiap kali itu pula ia selalu menolak--dengan alasan sibuk. Meskipun sebenarnya ia tidak menyukai lelaki tersebut. Tidak, ia tidak cemburu, hanya saja ia tidak menyukai tatapan tajam yang Joshua Hong lemparkan kepada dirinya dan cara laki-laki itu berbicara dengannya.

"Cheol," ia memanggil saat lelaki dengan bulu mata lentik itu telah selesai menelpon dengan kerutan di dahi. "Ada masalah pekerjaan?"

Choi Seungcheol mengangguk. "Kali ini masalah produksi untuk penulis bernama Peach, kau tahu dia?" Jeonghan menggeleng. "Dia penulis yang sedang naik pamor, karyanya bagus dan publik meminta cetak ulang--hanya saja adendum internal kita ada kesalahan."

Jeonghan mengangguk menanggapi penjelasan Seungcheol yang kini duduk di sampingnya. Ia tidak mengetahui banyak tentang perusahaan penerbit, namun secara natural bidang kerja mereka adalah sama--yaitu memenuhi permintaan klien dan Jeonghan sedikit banyak dapat bersimpati.

[✓] From 5317 Milesحيث تعيش القصص. اكتشف الآن