A Wine of Advice

2.3K 380 30
                                    

"Ya, aku baru saja pulang."kata Jeonghan kepada lawan bicaranya saat ia keluar dari area perkantoran sky garden di tengah kota Munich. "Hari ini tidak lembur tetapi ada proyek klien yang aku bawa pulang. Pukul berapa disana sekarang hingga kau menelponku?"

"Setengah tiga pagi. Besok hari sabtu, tidur larut tidak masalah." sahut Seungcheol dengan suara tenang.

Jeonghan tersenyum mendengar nada suara Seungcheol yang sudah banyak berubah sejak mereka bertemu pertama kali. "Tidurlah, aku setelah ini aku mau makan malam dengan Wendy."

Jeonghan berdiri di pinggir trotoar menunggu uber yang telah dia pesan beberapa menit yang lalu sebelum menjawab panggilan masuk dari Choi Seungcheol. Saat melihat city car berwarna merah tiba di depannya, ia bergegas masuk ke dalam dan mengkonfirmasi tujuannya.

"Jeonghan."

"Ya?"

Ia mendengar suara napas Seungcheol yang terdengar berat sepersekian detik sebelum si editor buku itu kembali berucap. "Jika aku mengatakan akan ke Jerman akhir bulan ini, kau marah tidak?"

Jeonghan terdiam menatap kaca spion tengah city car dengan wangi citrus dan sejenak ia merasa senang dengan ucapan Seungcheol. Ia memang berharap lelaki tersebut agar datang ke Jerman untuk menemuinya, tetapi sebuah titik kecil di dalam hatinya menolak untuk bertemu Seungcheol secara fisik.

Aku belum siap.

Seungcheol yang sepertinya salah mengartikan sikap diam Jeonghan sebagai penolakan, langsung berujar dengan nada tenang yang aneh. "Tidak masalah jika tidak boleh, aku memang ingin berlibur jadi ya mungkin aku akan ke Perancis."

"Tidak." bisiknya dalam satu tarikan napas, mengusap wajahnya dan membuat suara aneh yang mendatangkan lirikan dari supir ubernya. "Kau boleh datang kesini, tidak masalah. Sudah hampir setahun sejak terakhir aku bertemu denganmu di Korean, kan?"

"Sudah hampir setahun." ulang Seungcheol.

"Aku akan membuat daftar tempat yang asyik untuk liburanmu, mungkin kita bisa ke Berlin dan menghabiskan waktu disana dengan clubbing atau--oops sorry, aku lupa kau sudah bukan anak muda lagi." Jeonghan tergelak dengan leluconnya sendiri, teringat jika Seungcheol pernah mengatakan kalau melakukan kegiatan anak muda sudah menjadi hal aneh baginya.

"Kau mengejek." sahut Seungcheol diiringi tawa pelan.

"Memang aku mengejekmu."

Saat melihat ia telah hampir tiba di Le Refuge, Jeonghan mengeluarkan beberapa lembar euro dari dalam tasnya. "Cheol, nanti aku hubungi lagi. Aku sudah sampai. Süße träume, liebe."

Bertepatan dengan berakhirnya sambugan telepon, city car terserbut berhenti tepat persis di depan Le Refuge yang dindingnya bercat putih tulang dengan ornamen ukiran khas renaisans yang cantik.

"Danke." ujar Jeonghan sambil menyerahkan beberapa lembar euro sebelum melangkah keluar dari mobil tersebut dan memasuki Le Refuge yang selalu ramai.

Ia berjalan menyusuri restauran yang berukuran cukup besar tersebut dan mendapati Wendy, yang memakai blus warna magenta gelap dengan rambut hitamnya tergerai melewati pundak, melambaikan tangan ke arahnya dengan antusias.

"Lama sekali, sih." keluk Wendy Shon saat Jeonghan sudah duduk di hadapannya dan memanggil seorang pelayan. "Aku sudah habis dua gelas chardonnay tahu, kau yang harus membayarnya."

Jeonghan menanggapi gerutuan sahabatnya itu dengan tertawa hambar dan memberikan pesanan untuk dirinya dan Wendy.

"Kenapa mengajakku kemari?" ia bertanya, menyandarkan badannya ke kursi sandaran kursi kayu tersebut.

[✓] From 5317 MilesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang