You Were Beautiful

2K 368 33
                                    

Choi Seungcheol duduk termangu di depan meja kerja kantornya, memandangi tumpukan naskah yang harus ia periksa dan dokumen-dokumen lain yang harus ia tanda-tangani, namun pikirannya terus berkelana dan berlabuh kepada kenangan-kenangan yang cukup ia sesali sampai saat ini.

Meskipun pilihannya sebulan yang lalu adalah yang tepat dan demi kebaikan semuanya, tetapi ia masih memikirkan Yoon Jeonghan yang untuk pertama kalinya terlihat sangat kaget dan tersentak di peron 3 hauptbahnhof, ketika kereta yang akan membawanya ke bandara tiba.

Sesuai dengan rencana Joshua sebelum keberangkatan dirinya untuk liburan ke Jerman, ia memutuskan segala apapun hubungan yang dirinya dan Yoon Jeonghan miliki.

Ini bukan karena Joshua yang menyabotase opini dan perasaannya, tetapi karena ia tahu Jeonghan tidak akan pernah mau memiliki keseriusan dalam suatu hubungan dan akan selamanya terus menjadi friends with benefit. Ia tidak menyukai istilah tersebut, sangat kotor dan menjijikan.

Ia pikir dengan kedatangan dirinya di Munich dan petualangan mereka ke Berlin, ia dapat membuat Jeonghan berubah pikiran dan mengambil langkah besar untuk mengakui bahwa mereka harus berpacaran atau memiliki hubungan serius lainnya. Ternyata tidak. Lelaki tersebut masih tetap kekeuh pada pendiriannya, menolak untuk bersama bahkan hingga detik-detik terakhir Seungcheol mengucapkan kata-kata yang ternyata ia sesali hingga hari ini.

"Let's end this, Jeonghan." ia berujar dengan suara tegas, menatap kedua bola mata Jeonghan yang melebar.

Seorang Yoon Jeonghan masih dengan wajah datarnya menatap balik Seungcheol. "Apa maksudmu dengan 'this'?"

"Whatever relationship we had, let's end that." ia menyahut kembali, menyentuh rambut Jeonghan yang menutupi mata. "Pertemanan kita mungkin harus berakhir juga."

Jeonghan meraih pergelangan tangan yang menyentuh rambutnya dan menggenggam dengan erat sebelum mengecup buku-buku jari Choi Seungcheol.

"Silahkan. Aku tidak melarangmu dan aku tidak punya hak untuk itu."

Seungcheol menghela napas kasar, perkiraannya bahwa Jeonghan akan menolak dan mempertahankan dirinya meleset besar. Dengan berat hati ia melepaskan genggaman tangan mereka dan berujar. "Terima kasih, Jeonghan."

"Take care, Cheol."

Ia masih menatap Jeonghan yang tidak bergeming di tempatnya, masih dengan wajah datar yang tidak dapat ia baca artinya.

"Selamat tinggal." lalu ia beranjak masuk ke dalam kereta dan menatap kembali Yoon Jeonghan yang tidak menyahut, hanya memberikan lambaian pelan sebelum ia berjalan kembali menuju pintu keluar peron.

Ia menoleh menatap foto mereka berdua saat di Berlin bulan lalu masih ia pajang di atas meja kerja. Jeonghan dan dirinya berdiri berdampingan, dengan senyum lebar menghiasi wajah masing-masing, bahu yang saling bersentuhan, wajah Yoon Jeonghan yang terlihat sungguh memikat dengan rambut metallic blond yang memberikan kesan cerah pada wajah putih pucatnya dan mata yang selalu menghipnotis dirinya tersebut.

Ia menjadi rindu mendengar suara Yoon Jeonghan yang selalu menelpon dirinya hanya untuk menumpahkan kekesalan dan bertanya hal-hal tidak penting lainnya.

"Pecundang." suara Joshua Hong memecah konsentrasinya menatap foto tersebut.

Lelaki bermata tajam itu berjalan masuk ke dalam kantor tanpa mengetuk pintu yang sejak tadi terbuka, meletakkan setumpuk naskah yang terlihat banyak coretan tetapi terdapat tulisan approved di pojok kanan atasnya.

"Punya Mingyu?" ia bertanya, mengambil naskah tersebut dan membaca cepat tulisan-tulisan footnote yang Joshua tinggalkan.

"Iya. Akhirnya anak bodoh itu berhasil menuntaskan naskah meskipun ia harus menjadi kuli karena menuruti kemauanku." Joshua tergelak dengan mata yang tidak luput memandang foto Seungcheol dan Jeonghan. "Belum kau buang, Choi?"

[✓] From 5317 MilesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang