An Alley in Berlin

2.1K 365 35
                                    

"Kau di mana? Bandara? Sekarang?" tanya Jeonghan dengan kedua alis saling bertautan. Ia sedang minum segelas brandy bersama dengan Sofie Kändler, teman satu tim kerjanya di pantry kantor sesaat setelah selesai rapat finalisasi blue print proyek ketika Seungcheol menelponnya dan mengatakan bahwa ia sudah tiba di bandara.

"Iya, Jeonghan." sahut Seungcheol dari seberang sana. "Aku ingin membuat kejutan. Hehe."

"Aku tidak suka kejutan, sialan. Kau tahu itu kan." Jeonghan bersungut-sungut dan beranjak berdiri meninggalkan pantry karena Sofie terlihat mulai tertarik dengan percakapannya dan ia tidak ingin orang kantor mengetahui tentang Choi Seungcheol. Meskipun kemungkinan Sofie Kändler memahami percakapan sangatlah tidak mungkin.

Seungcheol tertawa. "Kamu masih di kantor? Aku berarti boleh langsung ke flatmu?"

"Kau tidak punya kunci dan yeah aku masih di kantor."

"Lalu bagaimana?"

"Hubungi aku lagi kalau sudah tiba di Hauptbahnhof, aku akan izin pulang cepat untuk menerima tamu jauh." gurau Jeonghan.

"Tentu, Jeonghan. Selamat bekerja." ujarnya sebelum memutuskan sambungan telepon.

Kemudian ia langsung bergegas menuju bilik kerjanya dan membereskan semua dokumen yang kemungkinan akan ia kerjakan di rumah dan merapihkan meja kerjanya sebelum meminta izin pulang kepada ketua timnya.

"Max, sorry aku harus pulang cepat ada tamu penting datang dari Korea." katanya dengan bahasa jerman saat berhadapan dengan Max Bachmayer yang sedang berdiri di depan mesin fotokopi.

"Oh tumben sekali, Hani." kata Max acuh mengambil hasil fotokopiannya. "Aku kira nanti malam kita akan makan bersama sepulang kantor?"

Jeonghan mengangkat bahu, ia memang pernah menjanjikan makan malam dengan Max karena lelaki itu pernah mengambil alih tugasnya saat ia sedang sakit selama seminggu namun ia juga tidak terlalu ingin makan malam dengan kaukasia bermata biru dan rambut secokelat mahoni.

"Bagaimana kalau minggu depan? Aku ada rekomendasi tempat makan malam yang bagus dan baru buka, jadi waiting listnya sangat penuh." ujar Jeonghan memberikan jawaban bohong.

Max menatapnya dari balik kacamata tanduk. "Forget it. Just go home already."

Jeonghan tersenyum lebar saat mendapatkan izin dari Max dan sedikit memberikan pelukan singkat sebelum melenggang pergi dari kantor 2 jam lebih cepat dari waktu pulangnya yang biasa.

--x--

Dan, Jeonghan tidak hanya pulang lebih cepat tiga hari yang lalu dari pekerjaannya tetapi juga meminta izin cuti selama 7 hari sampai waktu kepulangan Seungcheol yang membuat Max memarahinya di telepon sampai satu jam lamanya dan mengacam kalau Jeonghan akan ditempatkan di lapangan untuk realisasi proyek.

"Merde." Jeonghan mengumpat saat ia mengecek e-mail dan mendapati Max mengirimkan banyak sekali draft laporan yang harus ia selesaikan bersamaan dengan permintaan untuk mengurus prototype maket proyek di hari keduanya cuti.

"Aku tidak tahu kamu bisa bahasa perancis." ujar Seungcheol sambil tersenyum.

Jeonghan memutar matanya. "Kau tahu tinggal di eropa mau tidak mau membuatmu bisa beberapa bahasa. Jangan tolol, Cheol."

"Maaf aku tidak pernah tinggal di luar negeri." balas lelaki yang sedang membuat scrambled egg di wajan dan menghangatkan sup rumput laut sisa kemarin malam di kompor yang satunya, sambil menunggu roti yang berada di pemanggang matang.

[✓] From 5317 MilesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang