oktoberfest

2.5K 449 24
                                    

"Aku terlambat!"

Jeonghan berlari keluar dari dalam kamar menuju kamar mandi yang ada di samping dapur. "Kenapa tidak membangunkanku, sih?" lanjutnya.

Axel Miroslav, teman satu flatnya, yang sudah duduk di kursi makan berkata. "Sejak kapan kita membangunkan satu sama lain, Hani." dengan cuek dia memasukkan satu sendok sereal yang telah lembek ke dalam mulut. "Memang ada apa sih buru-buru banget?"

Jeonghan tidak menyahut apa-apa dari dalam kamar mandi tetapi lelaki berdarah polandia-jerman itu dapat mendengar bunyi air toilet yang ditekan membersihkan isinya.

Setengah jam kemudian Jeonghan keluar dari kamar mandi dengan memakai ripped jeans dan turtleneck hitam yang sering Axel bilang sudah ketinggalan jaman.

Jeonghan merebut mangkuk sereal yang sedang Axel makan, menyuapkan seluruh isinya ke dalam mulut dengan tergesa-gesa lalu menyeruput habis jus jeruk yang Axel tuangkan.

"Antarkan aku ke sana."

"Yuwn Jownghan, kau tahu kan aku selalu menghindari Bavariaring? Jalan kaki saja." gerutu Axel sambil berjalan ke arah keranjang kecil di atas meja tv tempat mereka biasa meletakkan kunci-kunci di situ.

"Kau ingin membunuhku berjalan dari Rambergstraße ke Bavariaring? Fifty fucking minutes, asswipe!"

Jeonghan berseru, dia tidak mau berjalan kaki sejauh 5 kilo dan pulang dalam keadaan patah kaki.

"Berikan satu dus beer hasil kerjamu." ujar Axel mengangkat sebelah alisnya, mencoba menawar si pelit Jeonghan.

"Sicher, menggoda panita seksi beer untuk memberikanku satu kardus lagi itu mudah." ujar Jeonghan dengan kerlingan manja.

Axel yang melihat temannya mulai bersikap seperti jalang itu hanya meneggelengkan kepala. "Tutup mulutmu. Na komm schon!"

Jeonghan tertawa penuh kemenangan lalu mengambil tas ranselnya dan berlari mengikuti Axel yang telah duluan ke luar apartemen.

"Jangan menyuruhku menjemputmu!" seru Axel dari balik kemudi Mustang 1986nya yang hanya Jeonghan balas dengan mengacungkan jari tengah.

Hari pertama tugasnya di oktoberfest cukup melelahkan, dia mengarahkan beberapa awak media yang ingin meliput untuk memahami regulasi acara dan meminta mereka agar tidak menjadi paparazzi dan bersikap profesional.

Carmen, si jalang yang Wendy benci, berdiri dengan high heels merahnya menatap Jeonghan ketika si lelaki kurus itu mondar-mandir memberikan penjelasan ke salah satu kru tv lokal.

"Yewn Hani!" seru Carmen saat Jeonghan mengacuhkan kehadirannya.

"was geht ab, Carmen?"

"Gantikan posisiku untuk acara penutupan."

Jeonghan mengerutkan dahinya. "Pekerjaanku sudah penuh."

"Kau harus menurutiku, Yewn. Aku yang memberikanmu pekerjaan ini." Carmen berkacak pinggang, "Detail akan aku beritahu nanti. Oh, tolong rambutmu di potong. Banyak yang salah mengira dirimu perempuan. Menyusahkan."

Setelah mengatakan itu Carmen, si jalang yang pada hari ini Jeonghan benci juga, berjalan ke arah tenda panitia dengan membusungkan dada dan menggerakan pinggulnya seperti bebek.

"Lihat kan, Hani." kata Wendy tiba-tiba datang menghampiri Jeonghan.

Ia berjalan mengikuti Jeonghan yang menghiraukannya dan berkata, "Sekarang kamu di injak-injak oleh si jalang itu. Aku beri dia pelajaran, boleh?"

"Berikan dia pukulan terbaikmu, Sohn. No proof, hoax."

Semakin hari menjelang malam, pengunjung di acara oktoberfest semakin ramai apalagi ketika salah satu aula untuk tamu vvip di buka, banyak masyarakat yang berkumpul untuk melihat siapa saja selebriti dan pesohor yang menghadiri festival beer tahunan terbesar di Munich.

Jeonghan menyenderkan badan kurusnya ke pohon besar di seberang aula, dengan tangan kanan memegang satu botol beer dan tangan kirinya memegang ponsel--mengabadikan momen festival di malam hari yang ramai dan membuatnya senang.

Omong-omong, ini botol beer kelima Jeonghan dan dengan kadar toleransi alkoholnya yang tinggi lima botol beer belum dapat menumbangkannya, dia masih berpikir jernih.

"Hei, cantik." panggil sebuah suara asing dengan logat jerman selatan yang kental.

Jeonghan menoleh dan melihat seorang laki-laki berbadan tinggi dengan wajah khas kaukasia berahang tajam. "Wanita cantik sepertimu tidak boleh minum sendirian."

Jeonghan tertawa hambar, dia sudah tidak mempan digombal seperti itu dan dia sudah terbiasa orang mengiranya sebagai wanita.

"Aku baru saja membeli beberapa beer dari situ." Laki-laki kaukasia tersebut menunjuk deretan stand beer, "mau bergabung menemaniku?"

Jeonghan mendegus. Dasar teler.

"Entschuldigung, man." sahut Jeonghan mengedikkan bahu. "Tapi, aku punya penis dan aku tidak tertarik denganmu."

Lelaki kaukasian itu melotot menatap Jeonghan, memperhatikannya lagi dari ujung kepala sampai ujung kaki lalu matanya terhenti tepat di selangkangan Jeonghan.

"Verdammnt, Oh!" Lelaki tersebut lalu mundur dan berlari pergi menuju kerumunan orang.

Jeonghan tertawa terbahak-bahak melihat si lelaki kaukasian tersebut lari kabur saat menyadari ada gundukan di selangkangannya.

Mendadak dia menjadi tidak sabar untuk pulang ke flat dan menceritakan ketololan kaukasian tadi kepada Axel.

Itu pun kalau dia beruntung dan tidak menemukan Axel tidur dengan perempuan dari Tinder.

---------------------------

-kamus mini-
Sicher : tentu saja
Na komm schon : ayo cepetan
was geht ab : ada apa?
Entschuldigung, man : maafin nih bro (tapi dalam konteks santai)
Verdammnt : what the f*ck

---------------------------
Halo!
Aku update ini karena ga bisa tidur nungguin teaser special album haha, tapi malah gak ada yang di tunggu.

Seperti biasa, kalau ada yang membingungkan leave a comment here nanti akan ku balas 😀

Terima kasih untuk yang sudah membaca, memberikan komen dan vote!


[✓] From 5317 MilesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang