Last Chance

2.2K 365 31
                                    

Lelaki dengan mata kucing yang ia kenal dengan nama Joshua Hong mendatangi dirinya ke kantor, menawari makan siang bersama dengan dalih ingin mengenal sosok pacar sahabat sendiri.

"Kebetulan tadi rapat di sini." Joshua berujar dengan senyum tegas. "Ternyata kantormu juga ada di gedung ini juga. Kebetulan yang menarik, eh."

Jeonghan hanya membalas perkataan tersebut dengan senyuman.

"Setuju makan siang denganku, Yoon Jeonghan-ssi?"

"Oh tentu saja." ia menyahut, meskipun ada sesuatu yang janggal dari cara Joshua tersenyum.

"Jangan bilang ke Seungcheol aku menghampirimu kesini." lelaki bermata kucing itu melanjutkan dan berjalan mendahului Jeonghan keluar dari gedung perkantoran dengan gaya futuristik mewah. "Biar aku saja yang memberitahunya."

Sudah seperti yang ia duga.

Joshua Hong menemuinya dengan maksud lain.

Tentu saja ia juga tidak akan bercerita ke Seungcheol mengenai hal ini. Apa pun percakapan yang akan terjadi, tidak akan memiliki pengaruh dengan dirinya atau Seungcheol.

Semoga.

Lagipula, ia tidak menyukai sikap Joshua mengingatkannya kepada Carmen, teman kuliahnya yang jalang itu--yang memiliki intrik dibalik sikap manis dan ramahnya.

Memuakan.

Setelah tiba di restaurant iga sapi yang terletak tidak begitu jauh dari kantornya, Jeonghan melirik ke arah Joshua Hong yang duduk di seberangnya. Jika lelaki ini datang untuk mengibarkan bendera perang, maka ia siap--paling tidak Wendy akan menyuruhnya untuk tidak boleh kalah.

"Senang berkenalan denganmu, Jeonghan-ssi." lelaki dengan kemeja flannel dan kacamata bergagang platinum itu berkata.

"Ya, aku juga." lanjutnya.

"Aku tidak tahu kalau orang yang dekat dengan Seungcheol saat ia di Jerman dan setelah kembali ke Korea adalah dirimu." Joshua berkata kembali, kali ini tidak segan-segan memunculkan seringai angkuh dan tatapan menilai menatap Jeonghan. "Kalau aku tahu bahwa Yoon Jeonghan yang ia maksud adalah dirimu, seharusnya aku membantumu untuk bertemu dia saat di kantor bulan lalu."

Jeonghan tertawa hambar menanggapi basa-basi itu. Ia cukup salut mendengar Joshua berbicara dengan basa-basi busuk yang harus ia ucapakn di depan orang yang ia benci--oh ia tahu Joshua membencinya, terlihat dari bagaimana sikap si jalang ini.

"Mungkin jika dirimu membantu aku dan Seungcheol tidak akan berbaikan."

Sesaat ia mendengar suara tawa tertahan dari Joshua yang membungkam mulut dengan tangan kanannya sendiri.

"Pardon me." ujarnya. "Aku hanya ingin tertawa mendengar perkataanmu."

Jeonghan mengerutkan alis, tidak mengerti.

"Kau mengatakan berbaikan, seolah-olah kalian memang berbaikan secara 'normal'" Joshua mendengus. "Aku tidak bermaksud mencampuri urusan kalian berdua, itu hak Seungcheol untuk membuat hidupnya lebih menderita dengan bersamamu tetapi aku sebagai sahabatnya tidak dapat diam begitu saja."

Ia masih menatap Joshua dengan lekat, mulai memahami arah pembicaraan lelaki yang duduk di depannya. Ia tidak menggubris kata-kata yang menyebut dirinya adalah sumber penderitaan Choi Seungcheol.

Heh.

Dasar sok tahu.

"Jika kali ini kamu datang ke kehidupan Seungcheol untuk waktu yang singkat dengan permainan seperti dulu, sebaiknya kamu akhiri saja. Ia tidak pantas mendapat kebahagiaan semu, dari dirimu atau siapapun." Editor Hong berujar dengan penuh penekanan disetiap kata. "Ia bisa saja saat ini berkencan atau memiliki orang lain daripada kamu--aku bahkan Ibunya telah mencoba untuk mengatur kencan buta untuk dia, tetapi lelaki bodoh itu selalu menolak. Meski tidak membawa nama kamu, tetapi aku tidak cukup tolol untuk menebak." lanjutnya lagi.

[✓] From 5317 MilesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang