33. Epilog

1.3K 38 2
                                    

Jakarta, 6 Bulan yang lalu...











Gue mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan berusaha mencari keberadaan teman-teman yang lain. Sial! Baru saja izin sebentar untuk pergi ke toilet, mereka malah justru meninggalkan gue. Mereka benar-benar sialan, kan?

Akhirnya gue memilih pergi meninggalkan aula karena tak melihat salah satu di antara teman-teman gue di sana.

Ahh... kenapa juga mereka malah meninggalkan gue? Gue kan belum kenal siapa pun di sini. Kalau bertemu mereka, gue pastikan mereka bakal habis di tangan gue. Ingat itu!

Gue pun melangkah sambil sesekali melirik kesana-kemari, siapa tahu melihat salah satu di antara teman SMA gue. Dan ya, akhirnya gue melihatnya. Melihat teman SMA gue, tapi dia tengah bersama orang lain. Mungkin teman barunya?

Akhirnya gue melangkah dan mendekat ke arah mereka. Gue tepuk bahunya hingga otomatis membuat dia menoleh.

“Natt. Ngapain di sini?” tanya Adin.

Gue mendengus sebal. “Sialan lo! Gue ke toilet bentar malah ditinggal!”

Adin terkekeh pelan. “Sorry, gue kira tadi lo sama Yuna.”

Gue mendengus kembali lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling. “Yuna, Dio, Malik sama Ridwan mana?” tanya gue.

Adin menggeleng. “Gue gak tau.”

Gue hanya mengangguk pelan mendengar jawabannya. Setelah itu, gue lirik seorang pria yang tadi tengah asyik berbincang dengan Adin, dan dia kini tengah menatap gue.

Gue mengeryit menatapnya. Gue yakin dia sedikit terkejut melihat gue. Apa dia kenal ke gue? Atau gue pernah bertemu dengan Dia?

Ahh... gue rasa tak pernah. Gue tak pernah amnesia hingga yakin kalau gue tak mengenal orang itu. Tapi, dia terus menatap gue dengan pandangan aneh. Atau mungkin karena gue cantik? Bisa jadi, kan? Ingatlah, Gue ini cantik mirip Seulgi Red Velvet, wajar kalau dia langsung terpesona oleh kecantikan gue.

“Oh ya, Natt. Kenalin,” seru Adin membuat gue langsung menoleh menatapnya. “Dia Devin, temen gue.”

“Temen lo?” tanya gue kembali memastikan.

Adin mengangguk. “Iya, Devin temen gue dari kecil.”

Gue pun tersenyum. “Gue kira temen baru.”

Orang yang Adin bilang bernama Devin itu menjulurkan tangannya meminta berkenalan. Akhirnya gue tersenyum lalu langsung membalas uluran tangannya.

“Gue Devin.”

“Gue Renata, panggil Natt aja.”

“Lo mau jadi sahabat gue?”

Sontak gue langsung melotot mendengar pertanyaannya. Gila! Kita baru bertemu dan dia sudah meminta gue buat jadi sahabatnya. Dia masih waras kah?

Oke, gue terlalu berlebihan. Seharusnya gue tak memusingkan hal ini. Dia hanya meminta untuk jadi sahabat gue, bukan pacar gue. Jadi, tidak ada salahnya kan gue menjalin persahabatan dengan dia?

Gue tersenyum. “Oke, mulai sekarang lo sahabat gue.”

Dia pun ikut tersenyum mendengar ucapan gue.

“Kantin yuk! Tadi Dio ngirim pesan ke gue kalo dia sama yang lain lagi di kantin,” seru Adin yang otomatis gue dan Devin jawab dengan anggukan.

***

“Jadi lo pacar Malik?” tanya Adin pada seorang gadis yang tengah ikut berkumpul bersama kami.

“Bukan bego!” teriak Ridwan. “Ara pacar gue!”

Renata Keyla ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang