31. Love Mama

815 43 12
                                    

Aku comeback.... Kekeke....
Maafin karena semalem gak bisa update. Biasa, di real life aku sibuk ngerjain tugas kuliah.

Oke langsung saja, happy reading......









~~~











Gue menghempaskan tubuh di atas ranjang dengan sekali hempasan. Ahh... rasanya lelah sekali hari ini. Saat ini pun gue benar-benar merasakan kantuk yang sangat berat. Akhirnya gue memilih untuk langsung tidur, padahal hari ini gue hanya mandi waktu pagi.

Mata gue pun benar-benar langsung terpejam sekarang. Tapi, telinga memang samar-samar masih mendengar suara-suara di sekitar. Salah satunya, suara pintu kamar yang terbuka. Gue sama sekali tak memedulikan siapa yang masuk saat ini, karena sekarang gue benar-benar sudah tidak kuat untuk membuka mata kembali. Toh paling yang masuk Kak Sica, kalau bukan ya Kak Andrew. Sementara Papa sudah kembali ke Jepang minggu lalu.

Gue pun merasakan ranjang di sebelah gue berdecit. Gue menyipitkan mata sedikit berusaha mengenali siapa yang sudah menaiki ranjang. Dan, mata gue sukses terpejam kembali begitu mengetahui siapa yang tengah berada di kamar gue sekarang.

Mama.

Mama kenapa di sini? Maksud gue, selama ini Mama tak pernah mendatangi kamar gue, jadi wajar dong kalau gue merasa terkejut sekarang.

Sepertinya Mama saat ini belum menyadari kalau gue sudah kembali terjaga sedari tadi. Mata gue sekarang pun sudah tak merasakan kantuk lagi. Karena saat ini, gue benar-benar sangat penasaran kenapa Mama bisa ada di sini, di kamar gue.

Gue merasakan Mama sekarang tak melakukan apa-apa. Kalau dia hanya diam saja, kenapa harus kemari? Aneh! Haruskah dia—

Oh!

Gue merasakan tangan Mama mulai membelai rambut gue. Gue benar-benar syok. Apakah ini benar-benar Mama? Maksud gue, nggak mungkin kan Mama tiba-tiba datang ke kamar gue terus membelai rambut gue? Itu sama sekali bukan style Mama.

Gue pun hanya merasakan sebentar belaian tangan Mama. Dan gue saat ini kembali mendengar suara pintu yang terbuka lalu tertutup kembali.

Napas gue yang dari tadi tercekat pun akhirnya mulai beraturan lagi. Gue menyipitkan mata melirik ke arah pintu yang sudah tak menampakkan wajah Mama lagi. Gue menghembuskan napas lega. Apa ini tandanya Mama mulai menerima gue? Apa gue nggak bermimpi? Dan, apakah secepat ini?

Oh, kalaupun itu benar, gue benar-benar sangat merasa bersyukur. Mendapatkan hati Mama benar-benar suatu anugerah bagi gue. Gue pun tersenyum sambil kembali memejamkan mata.

Sial! Kenapa gue jadi tak mau tidur lagi setelah mendapatkan perlakuan seperti itu dari Mama.
Gue takut. Gue takut kalau mata gue kembali terpejam, semua itu hanyalah sebuah mimpi.

Apakah ini mimpi? Seseorang tolong beri tahu kalau ini memang nyata. Dan gue tidak bermimpi.

***

Gue berjalan menuruni tangga sambil menyelipkan rambut panjang di balik telinga. Dan gue pun langsung menuju ke arah dapur seperti biasa untuk memakan sarapan.

Namun langkah gue otomatis terhenti begitu menyadari bukan hanya ada Kak Sica dan Kak Andrew di meja makan. Di situ juga ada Mama yang tengah sibuk dengan roti berselainya.

Gue bingung. Gue takut. Haruskah gue tetap mendekati Mama? Tapi kalau gue ke sana, apa Mama takkan  menghindar lagi seperti biasanya?

“Natt...,” panggil Kak Andrew yang pertama kali menyadari keberadaan gue yang masih terus berdiri dan terdiam seperti ini.

Renata Keyla ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang