20. Enough I'm Sick at Heart

819 46 6
                                    

“Biarkan aku yang tersakiti.
Jangan! Jangan mereka,
cukup aku yang sakit hati di sini.”
- Renata Keyla





~~~








Gue mengerjap perlahan merasakan sinar matahari yang masuk lewat jendela kini mengenai mata. Satu hal yang gue ingat hari adalah, sekarang gue tidak berada di kamar gue sendiri, melainkan di kamar Ara. Gue bangkit perlahan lalu mulai melirik jam di atas nakas. Masih jam delapan pagi.

“Natt!” pekik seorang perempuan yang kini sukses membuat gue menoleh ke arah pintu yang terbuka. “Gimana keadaan lo? Lo gak apa-apa, kan?” tanyanya bertubi-tubi lalu meraih tubuh gue untuk dipeluknya.

Tubuh gue menegang. Tidak biasanya gue seperti ini ketika dipeluk Yuna. Nggak! Gue bukan marah karena Yuna sudah merebut Devin dari gue. Bahkan sedari awal pun Devin memang bukan milik gue, jadi Yuna berhak untuk mendapatkan Devin.

Tapi, ini semata-mata karena gue merasa sangat bersalah pada Yuna sekarang. Seharusnya gue lebih mengontrol diri sendiri saat bersama Devin kemarin. Tidak seharusnya gue menangis di hadapan Devin, membiarkan Devin memeluk gue. Seharusnya gue ingat status Devin yang sekarang pacarnya Yuna.

Tapi, kenapa walaupun gue ingat tentang itu, gue tetap melakukannya? Ah! Gue benar-benar merasa bersalah sekali pada Yuna.

“Gue khawatir sama lo, Natt,” seru Yuna sambil melepas pelukannya dari gue lalu langsung menghapus air matanya.

Gue tersenyum. Gue berterima kasih pada Tuhan. Seenggaknya walaupun gue kehilangan Devin, gue masih punya sahabat yang sangat menyayangi gue. Dan rela tak rela, gue tetap harus merelakan Yuna bahagia dengan Devin. Gue akan mencoba untuk ikut senang melihat kebahagiaan sahabat-sahabat gue.

“Semalem Kak Andrew dateng ke rumah gue dan nanyain lo,” celetuk Yuna sambil sedikit menjauhkan tubuhnya dari gue.

Gue sudah menebak itu. Karena di antara sahabat-sahabat gue, cuma kediaman Yuna yang Kak Andrew tahu.

“Terus? Lo bilang apa sama dia?” tanya gue.

Yuna menggeleng. “Nggak, gue gak bilang apa-apa. Gue kan gak tau lo di mana!” gerutu Yuna sambil menepuk pelan tangan gue yang berhasil membuat gue terkekeh pelan.

“Semalem gue panik pas denger kabar kalo lo kabur dari rumah, makanya gue langsung hubungi Devin.”

Gue tersenyum miris. Tentu saja orang pertama yang dihubungi Yuna adalah Devin, Devin kan pacarnya.

“Terus gue hubungi yang lainnya juga, dan kita berpencar buat nyari lo,” ucap Yuna yang berhasil membuat gue terdiam. Ternyata gara-gara ulah gue yang kabur dari rumah, semua orang jadi khawatir karena gue.

“Dan beruntungnya Devin berhasil nemuin lo,” serunya lagi. “Gue lega sekarang.”

Gue menegang. Yuna memangnya tidak merasa cemburu mendengar Devin bersama gue semalam? Apa dia tak pernah tahu permasalahan gue dan Devin dulu? Apa dulu hanya Adin yang tahu kalau Devin pernah suka sama gue?

Nggak! Mungkin itu cuma akal-akalan Adin untuk mengelabui gue. Kalau seandainya Devin benar-benar suka sama gue, tidak mungkin dia meninggalkan gue seperti ini.

Apa Devin juga sudah tahu kalau gue sudah tak memiliki hubungan lagi dengan kak Juna? Ahh, biarlah! Walau dia tahu pun tak akan merubah apapun di antara gue dan Devin.

Gue memicingkan mata menatap Yuna. “Lo gak—”

Ucapan gue langsung terputus mendengar suara teriakan gadis lainnya yang memasuki kamar dan langsung menghambur ke pelukan gue. Padahal gue tadi hendak menanyakan apakah Yuna tak cemburu mendengar gue dan Devin bersama semalam.

Renata Keyla ✔Where stories live. Discover now