4. Sang Tamu Kerajaan

4.4K 488 19
                                    


Untungnya percakapan yang canggung di Tea Hall tadi berlangsung singkat. Selesai minum teh, Alfred menugaskan seorang pelayan untuk mengantarkan Elisa dan Eugene menuju kamar mereka untuk beristirahat. Kamar Elisa terletak di lantai satu sayap Barat sehingga dia mencapainya lebih dulu. Kamar Eugene sepertinya terletak di lantai dua, tetapi Elisa sudah terlalu lelah untuk bertanya.

Sama seperti ruangan-ruangan lain yang dijumpai Elisa di istana itu, kamarnya juga menakjubkan. Ada sebuah ruangan kecil menyerupai teras yang membuka ke arah tempat tidur bak negeri dongeng yang selama ini hanya dilihat Elisa di museum. Dinding ruangan itu masih didekorasi kertas bermotif bunga-bunga emas yang sepertinya menjadi motif dasar seluruh kertas dinding di istana ini. Di pojok kamar ada sebuah meja rias besar mirip seperti yang dimiliki para aktris Broadway. Lalu ada televisi dan seperangkat alat multimedia yang Elisa sendiri tidak tahu apa fungsinya. Di dekat perapian listrik, ada dua rak kayu penuh buku yang menjulang hingga mencapai langit-langit.

Elisa masuk kamar mandi dan ternganga. Itu adalah kamar mandi paling besar yang pernah dilihatnya, ukuran bak mandinya cukup untuk menenggelamkan seekor kuda nil. Di kamar ganti, ada lemari pakaian yang tak kalah besar dan penuh terisi lusinan busana bermerk serta puluhan pasang sepatu yang cantik-cantik.

 Di kamar ganti, ada lemari pakaian yang tak kalah besar dan penuh terisi lusinan busana bermerk serta puluhan pasang sepatu yang cantik-cantik

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ini sih kamar tidur Cinderella, pikirnya.

Ditutupnya pintu kamar mandi dengan penuh syukur dan melangkah ke tempat tidur. Namun sudah ada orang lain di sana.

Seorang wanita muda berdiri di dekat kasur. Dia mengenakan terusan pendek super ketat warna merah, dengan potongan dada sangat rendah yang membuat payudaranya seolah bisa melompat keluar kapan saja. Sebatang pipa panjang terjepit di jari-jarinya yang juga dipoles warna merah. Busana dan riasannya yang begitu seronok membuat wanita itu kelihatan seperti pelacur.

"Halo," sapa wanita itu. Suaranya serak seperti burung hantu.

"Eh, halo," balas Elisa. "Ada yang bisa kubantu?"

"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Kau Elisa?"

"Betul. Anda siapa?"

Wanita itu mengulurkan tangannya. "Kitty Cosette, lady's maid-mu."

"Lady's maid? Maaf, aku tak mau merepotkan."

"Itu sudah peraturannya." Kitty mencibir. "Begini, anggap saja aku sahabat baikmu selama di Calondria, oke? Aku harap kita bisa menjalin hubungan yang..." Dia berhenti sejenak. "Profesional."

Elisa sudah tahu tentang pelayan wanita pribadi semacam ini dari serial drama televisi Inggris yang digemarinya, tetapi dia tidak pernah sedetikpun membayangkan akan memiliki pelayannya sendiri. "Apa kau, ehm, pelayan pribadiku?"

"Kurang lebih." Kitty berdiri dan memain-mainkan rokoknya dengan tampang bosan. "Sejujurnya aku agak kurang suka dengan sebutan pelayan. Kesannya terlalu..." Kitty mengucapkan sesuatu dalam bahasa Camish dengan nada jijik. Elisa menduga itu semacam umpatan.

The Lost Prince [TAMAT]Where stories live. Discover now