Epilog

6.2K 453 48
                                    


Bocah laki-laki itu berlari-lari menyusuri koridor. Di belakangnya, sang pengasuh tergopoh-gopoh membuntutinya. Bocah itu berhenti di depan sebuah pintu, lalu mengetuknya dengan sopan. Dia mendengar suara ibunya menyahut dari balik pintu.

"Ma!"

Bocah itu menghambur ke arah ibunya yang sedang duduk di meja kerja. Wanita itu meninggalkan surat-surat yang sementara diperiksanya, dan menyongsong putranya.

"Maaf sekali, Celestine. Saya sudah memberitahu Master Mark supaya tidak menganggu Anda," kata si pengasuh bersungguh-sungguh. "Tapi ia memaksa."

Wanita itu membalas sambil tersenyum. "Tidak apa-apa, Amy."

"Ma, lihat!" Anak itu menyodorkan kertas di pegangannya kepada ibunya. "Aku dapat nilai A untuk laporan sejarahku. Profesor Luteinberg bilang laporanku yang paling lengkap."

"Oh, ya?"

"Betul. Nih, Ma lihat sendiri saja!"

Wanita itu membaca laporan itu sekilas dan tersenyum dalam hati.

"Bagus sekali, Mark!" puji wanita itu sambil membelai kepala anaknya. Anak itu balas menatap ibunya. Mata biru elektriknya berkilat-kilat senang. "Ma rasa kau harus berterima kasih pada Bibi Janesse karena telah membantumu mengerjakan laporan itu."

Mark melonjak-lonjak. "Baik. Di mana Bibi Janesse?"

"Kurasa dia ada di perpustakaan."

"Oke."

Wanita itu mengernyit.

"Maksudku, 'baik' Ma," Mark segera mengoreksi. "Aku ke sana ya."

Mark berlari-lari kecil ke pintu. Amy mengikutinya dengan tergopoh-gopoh. "Gunakan elevator nomor sepuluh," wanita itu memberitahu si pelayan. "Itu jalan tercepat untuk pergi ke lantai dua."

"Terima kasih," Amy mengangguk paham. "Permisi, Celestine."

Wanita itu kembali ke meja kerjanya. Dijepitnya laporan anaknya itu dengan pemberat kertas dan meneruskan pekerjaannya yang terhenti tadi. Dia sedang mengurus surat undangan yang ditujukan untuk sejumlah orang penting. Akan ada jamuan makan malam besar bulan depan, untuk mencari sokongan dana bagi sebuah panti asuhan di Faultsfort. Sebagai seseorang yang pernah tumbuh besar di panti asuhan, wanita itu tahu betapa panti asuhan membutuhkan uang. Dan dia sangat bersyukur karena selama satu dekade belakangan ini telah diangkat menjadi patron dari yayasan yang mengurusi anak yatim piatu dan gadis-gadis muda yang berasal dari keluarga broken home.

Telepon di meja kerja wanita itu berdering. Dia mengangkatnya. "Ya?"

"Ada telepon untuk Anda, Celestine. Dari Paris. Madam Yvonne Bouvier."

"Segera sambungkan. Terima kasih."

Tak berapa lama, suara sang operator digantikan suara orang lain. "Heiiii!"

"Yvonne, kenapa kau menelepon lewat operator? Kau kan punya nomor ponselku."

"Aku sengaja melakukannya. Francois tidak percaya aku bersahabat karib dengan seorang putri kerajaan, jadi aku repot-repot menelepon istanamu untuk membuktikannya."

"Jadi kau sengaja melakukannya, ya?"

Yvonne terkikik antusias. "Omong-omong, aku mau ambil cuti akhir pekan ini. Apa aku boleh mampir? James anakku yang bungsu ingin belajar berkuda dan aku bilang padanya aku kenal seseorang yang sangat mahir berkuda dan punya koleksi kuda yang menakjubkan."

Wanita itu tertawa. "Tentu. Silakan mampir kapan saja."

Kedua wanita itu bertukar kabar sambil tertawa-tawa selama beberapa saat. Kemudian panggilan telepon itu berakhir. Wanita itu mendesah dan menatap ke luar jendela ruang kerjanya yang besar, ke arah danau biru beriak-riak di samping padang rumput yang hijau. Dia jadi teringat saat pertama kalinya dia melihat danau itu - kira-kira lima belas tahun yang lalu. Aku merasakan dorongan yang sangat kuat untuk melompat keluar dari limusin, dan berlari di atas rumput itu sambil bernyanyi.

Pintu kembali diketuk. Wanita itu tersentak dan mempersilakan tamunya itu masuk.

Sesosok pria jangkung masuk. Mereka saling bertatapan dan tersenyum.

"Mark sudah pulang?" Pria itu duduk di salah satu sofa yang tersedia di ruang kerja istrinya.

Istrinya mengambilkan laporan sejarah putra mereka dan memperlihatkannya pada suaminya. "Dia bangga sekali dapat A. Sekarang dia sedang mengunjungi Janesse, mau mengucapkan terima kasih karena telah membantunya mengerjakan laporan itu. Andrea dan Gabrielle sampai nanti sore. Kau akan mengajak Mark?"

"Ya. Aku akan mengajaknya sore nanti."

Suami-istri itu duduk dan membaca laporan sejarah putra mereka.

'Elisa Harris, seorang operator telepon asal Prancis, diangkat secara de facto sebagai Ratu Calondria ketigapuluh tujuh. Dia adalah Penguasa Calondria dengan masa jabatan tersingkat: tiga puluh satu menit, empat puluh tiga detik.'

Wanita itu tertawa. Dia ingat betul betapa beratnya mahkota yang sekarang dipakai Janesse itu.

Mereka membaca terus laporan itu. Dua paragraf terakhir laporan itu membuat pasangan itu saling menatap dan tersenyum bahagia.

'Eugene L'alcquerine dinobatkan menjadi pangeran Calondria, sebulan setelah pelantikannya yang sebelumnya tertunda. Tiga tahun kemudian, dia menikah dengan Elisa Harris, seorang operator telepon yang pernah menjabat singkat sebagai Ratu Calondria. Madamoiselle Harris menerima gelar kebangsawanan Celestine pada hari pernikahannya sekaligus melepas kewarganegaraan Prancis miliknya.

Setelah kelahiran putra mereka, Mark Jacques L'alcquerine, pasangan L'alcquerine menanggalkan hak mereka sebagai calon Penguasa Calondria atas kemauan sendiri. Namun Celestin Mark saat ini berada dalam urutan kedua tahta Calondria setelah Celestine Mathilde, putri Quinzes Celestines George dan Janesse yang telah mendapat persetujuan Commes untuk menduduki jabatan Penguasa Calondria.'


- TAMAT

The Lost Prince [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang