After Love Part 13

68.8K 3.8K 121
                                    

[New Part]

***

Louis tersenyum sembari menikmati makan siangnya bersama salah satu relasi bisnis. Ia sesekali terkekeh dengan lelucon kecil pria tua di depannya itu. Walau kadang tak begitu lucu, Louis akan selelu menyempatkan untuk meresponnya dengan senyuman agar pria paruh baya itu merasa puas.

Makanan siang mereka selesai tepat saat sekretaris Louis mengecek waktu di jam tangannya. Ia mengecek jamnya sebelum kemudian membuka buku catatannya. Sekretaris itu kemudian membisikkan pada Louis yang masih asyik ngobrol dengan teman bisnisnya itu.

Tawa Louis seketika hilang saat sekretarisnya membisikan jadwal yang harus segera Louis kejar jika tak ingin terlambat. Namun, jadwal itu malah membuat Louis mengeraskan rahangnya sebentar sebelum kembali mengobrol asyik dengan teman makan siang. Seolah memutuskan untuk tak memperdulikan jadwal selanjutnya.

Walau ia tersenyum, pikiran Louis sebenarnya sedikit berkelana. Empat bulan adalah waktu yang sangat singkat untuk sebuah pernikahan. Ia tak menyangka semua yang ia mulai bersama Aluna hanya bertahan selama tiga bulan saja.

Map berisi surat perceraian masih belum pernah disentuh Louis. Hanya sekretarisnya yang menyimpannya selama seminggu ini semenjak dia menerimanya. Tak pernah sekalipun Louis menyetuh atau membukanya. Melihatnya saja membuat Louis merasa muak.

Harusnya ia lega saat menerima surat perceraian itu. Karena dengan begitu, Louis tak perlu repot-repot mengurusnya berkat sudah ada Aluna yang mengurusnya semua. Ia hanya perlu datang ke pengadilan lalu menerima status cerai. Kemudian ia kembali bersama Victoria yang memang harusnya ia cintai.

Ia harus mengembalikan hatinya pada Victoria yang telah menunggunya beberapa tahun ini. Ia tak bisa mengkhianati Victoria. Apalagi dengan janin yang dikandung oleh perempuan itu.

Di balik senyumannya pada teman bisnis, kepala Louis berdenyut. Ia sekarang kesal. Ingin rasanya ia menumpahkan kekesalannya pada sekretarisnya yang mengosongkan jadwalnya untuk jadwal pengadilan itu. Walau sekretaris itu hanya menjalankan pekerjaan, rasanya Louis benar-benar tak bisa berkata-kata dengan adanya jadwal itu.

Louis menjabat tangan pria paruh baya berjas rapi itu. Seperti biasa, Louis bisa bergaul dengan baik dengan teman-teman bisnisnya. Pria paruh baya itu pamit lebih dulu, meninggalkan Louis yang hanya tersenyum sopan.

Senyum itu kemudian benar-benar hilang saat teman bisnis sudah menghilang. Di antara ramainya pengunjung restoran, Louis hanya diam berdiri. Menatap tajam ke depan. Memikirkan jadwal yang harusnya ia datangi saat ini.

"Pak—"

"Diam! Aku tahu," ucap dingin Louis menyela sekretarisnya yang hendak kembali mengingatkan. Sehingga pria muda itu benar-benar menutup mulutnya rapat mendengar tiga kata yang cukup membuatnya merasa gugup.

Lama Louis terdiam. Hanya berdiri tegap dan masih menatap lurus entah kemana. Walau pandangannya terpaku, terlihat jelas pikirannya mengelana. Ia tampak memikirkan suatu hal dalam-dalam. Sekretarisnya pun dengan sabar menunggu sebelum kemudian ia mengangguk menuruti mendengarkan perintah Louis selanjutnya.

"Coret jadwal itu dari agenda. Aku mau tidur siang."

Walau cukup kaget, sekretaris itu hanya bisa mengangguk melihat kesungguhan dan nada tegas yang keluar dari mulut bosnya. Ia tak ingin menanyakan alasan bosnya itu. Ia hanya akan menurutinya setelah melihat aura yang tak mengenakkan dari Louis. Suasana hati pria itu tampak tidak sangat baik.

Setelah lama terdiam, Louis akhirnya merapihkan sedikit jasnya dan berjalan keluar dari restoran yang cukup ramai itu. Tampak ekspresi wajahnya menggambarkan dengan jelas suasana hatinya yang tidak sangat bersahabat. Bahkan Louis sedikit menabrak bahu seorang pelanggan saat telah berada di luar restoran dan hampir membuat Louis berteriak kesal karena kecerobohannya sendiri.

After LoveWo Geschichten leben. Entdecke jetzt