20. Enough I'm Sick at Heart

Mulai dari awal
                                    

“Natt!” pekik Sesil sambil menghambur ke pelukan gue.

Gue tersenyum lalu perlahan melepas pelukannya. “Kok lo di sini?” tanya gue.

Sesil mendengus. “Itu jelas karna gue khawatir sama lo, Donat!” gerutu Sesil yang kini memposisikan duduk di sebelah kiri gue sementara Yuna berada di sebelah kanan gue.

Gue terkekeh pelan. “Maaf udah buat kalian semua khawatir.”

“Gak usah minta maaf,” dengus Sesil sambil menepuk pelan tangan gue. “Wajar kita khawatir. Lo kan sahabat kita.”

Gue cuma tersenyum mendengar ucapan Sesil. Gue benar-benar beruntung memiliki sahabat seperti mereka.

“Udah yuk turun. Chef Dio sama Ara lagi siapin makanan,” celetuk Yuna yang langsung membuat gue terkekeh geli.

***

Gue perlahan mulai berjalan ke arah ruang tamu bersama Yuna dan juga Sesil. Gue tersenyum begitu mendapati semua sahabat gue tengah bercanda ria di ruang tamu. Gue tersenyum karena Mereka benar-benar selalu ada di saat gue membutuhkan mereka.

“Natt, udah bangun ternyata,” seru Joshua yang lebih dulu melihat keberadaan gue.

Gue hanya menjawabnya dengan senyuman. Gue langsung ikut duduk dan memilih untuk duduk di lantai bersama dengan Adin dan Malik, padahal jelas-jelas di sofa panjang sebelah Devin masih kosong. Biasanya gue akan duduk di sebelah Devin. Tapi untuk sekarang, keadaannya sudah berbeda, gue sudah tak bisa duduk berdekatan dengan Devin lagi. Ada orang lain yang akan tersakiti nanti.

Lagi pula, bukannya semalam Devin sudah secara resmi melepas gue?

Gue beralih menyeruput segelas coklat dingin yang tadi berada di genggaman Adin dan membuat Adin langsung terkejut melihat tingkah gue.

Adin mendengus sebal sambil menatap sinis ke arah gue. “Itu coklat gue!” serunya sambil menggerutu pelan.

“Natt! Jangan makan yang dingin-dingin. Lo kan sakit!” celetuk Joshua.

Gue berdecak pelan. “Fisik gue sehat, hati gue yang sakit!” seru gue lalu langsung kembali meneguk coklat dingin itu dengan sekali tegukan.

Hati gue sakit karena masalah dengan Mama, termasuk dengan Devin juga. Kira-kira, sampai kapan hati gue akan bertahan karena terus-terusan disakiti seperti ini?

“Di mana Ridwan?” tanya gue yang sedari tadi tak melihat Ridwan.

“Ada,” jawab Malik si kembarannya. “Lagi bantuin Dio sama Ara masak.”

“Yakin bantuin masak?” tanya Yuna yang duduk di sofa panjang bersama Devin. Ia kini menatap Malik sambil memicingkan mata.

“Tenang aja, Ridwan pasti bantuin masak kok. Ridwan gak akan berani kalau sudah mendapat tatapan tajam dari Dio!” celetuk Sesil yang membuat gue terkekeh pelan.

“Natt,” panggil Yuna yang membuat gue kini menoleh menatapnya. “Kita semua udah tau tentang masalah lo.”

Ucapan Yuna sukses membuat tubuh gue membeku. Semalam gue memang menceritakan semuanya pada Devin. Tapi, apa Devin juga ikut menceritakannya pada semua sahabat gue?

Gue tatap Devin sebentar yang terlihat menggelengkan kepalanya pelan ketika mendapat tatapan tajam dari gue.

“Kita tau dari Kak Andrew, Natt,” seru Joshua menjelaskan.

Gue tatap mereka satu persatu meminta penjelasan. Kenapa Kak Andrew bisa memberi tahu pada mereka tentang masalah gue?

Nggak! Gue gak marah, toh semuanya juga pasti akan tahu tentang masalah ini. Hanya saja ini terlalu cepat, dan gue cukup terkejut.

Renata Keyla ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang